siti marwasofa (082.12.053)_presentasi ddt

Click here to load reader

Upload: marwasofa91

Post on 07-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

perilaku analisi udara DDT

TRANSCRIPT

Perilaku dan Analisis Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT)

Nama : Siti MarwasofaNPM : 082.12.053

Perilaku dan Analisis Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT)

Persistant Organic Pollutans (POPs) Jurusan Teknik LingkunganFakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi LingkunganUniversitas Trisakti2015

PendahuluanPersistent Organic Pollutants (POPs) Senyawa organik yang relatif dapat bertahan lama di lingkungan karena sulitnya senyawa-senyawa ini terdegradasi baik melalui proses kimia, biologi, dan fotolisis. Karena sifatnya ini, POPs cenderung bersifat akumulatif dan selalu terdapat di lingkungan.Bersifat semi volatil sehingga dapat berada dalam fase uap ataupun terserap di dalam partikel debu, sehingga POPs dapat menempuh jarak yang jauh di udara (long-range air transport) sebelum akhirnya terdeposisi di bumi.

Sejarah Singkat DDT Penemu Dichloro diphenyl trichloroethane (DDT) mendapatkan hadiah nobel. Antara tahun 1945-1972, DDT diproduksi secara besar-besaran untuk melindungi prajurit-prajurit amerika dari penyakit tipus dan malaria selama perang dunia II. Namun, akhirnya diketahui bahwa DDT berpengaruh buruk terhadap kesehatan lingkungan, melalui buku Silent Spring 1962 karya Rachel Carson. Dalam buku ini ditulis bukti dari hasil laboratorium dan lingkungan menunjukkan kadar yang tinggi DDE (hasil metabolisme DDT) pada kulit telur spesies burung bald eagle, yang menyebabkan burung ini tidak dapat berkembang biak pada musim semi. Sehingga sejak tahun 1972, EPA melarang penggunaan DDT. [7]. Apa itu DDT DDT termasuk insektisida golongan organokhlorin. Secara kimia organokhlorin adalah senyawa yang tidak reaktif, persisten di tubuh organisme maupun lingkungan dan bekerja sebagai racun syaraf. Organoklorin mengandung karbon atau C (sehingga disebut organo), klor dan hidrogen serta bersifat apolar dan lipofilik.DDT digunakan untuk pemberantasan lalat, nyamuk, tuma, pinjal dan kutu busuk.

Sifat Fisik dan Kimia DDTNama kimia4,4'-DDT; 1,1,1-trikhloro-2 (o-chlorophenyl)-2-(p-chlorophenyl) ethane; o,p'-dichlorodiphenyltrichloroethaneRumus kimia (C14H9CI 5) Bentuk fisikBerbentuk padatan berupa kristal tidak berwarna.Berat Molekul354.49Kelarutan dalam air0.025 mg/L 25CKelarutan dalam pelarut lainLarut dalam etanol dan sangat larut dalam pelarut etil eter dan aseton.Titik didihTerdekomposisiTitik lebur109 CNomor CAS789-02-6Densitas0.980.99 g/cm3Ket: CAS=ChemicalAbstractsService;DOT/UN/NA/IMCO=DepartmentofTransportation/United Nations/North America/International Maritime Dangerous Goods Code;[1]

Toksikologi DDTDDT pada serangga dan mamalia merusak keseimbangan ion-ion Na dan K pada akson yang mencegah transmisi impuls saraf secara normal. Keracunan DDT menyebabkan kejang otot yang diikuti konvulsi dan kematian. DDT memiliki korelasi negatif terhadap suhu, yaitu semakin rendah suhu lingkungan semakin meningkat daya racunnya terhadap serangga. Keracunan DDT menimbulkan repetitive discharge gangguan pada mekanisme penghantaran rangsangan.

Persistensi DDT (1)

1. LingkunganKeterkaitan ditemukannya DDT di lingkungan karena DDT termasuk senyawa organik semi Organic Compound (SOC) mengalami lebih dari satu penguapan dan terdeposisi atmosfer (multi-hopping)[6]. Proses desposisi tersebut dibantu dengan partikel debu yang ditiup oleh angin utara ketika tidak ada curah hujan. Ketika curah hujan terjadi, POPs masuk ke tanah kemudian akan menguap dan berjalan ke utara lagi. Begitu sampai di utara yang memiliki suhu lebih dingin, sehingga senyawa POPs terkonsentrasi di Arktik peristiwa tersebut diistilahkan dengan Grasshopper Effect (Efek Belalang)Persistensi DDT (2)

2. PerairanPersistensi DDT 3. Tanah

Tabel 1 Tingkat Persistensi Senyawa POPs di Tanah.[7]. Efek pada kesehatanSenyawa POPsRute PaparanToksisitasDampak KesehatanDDTTerkontaminasi di makanan LD50 dari 113-800 mg/kgMenyebabkan karsinogenik Dosis tinggi menyebabkan liver, ginjal dan merusak sistem saraf. Dosis rendah menyababkan iritasi di mata, hidung dan saluran pernafasan Metode (1)Metode passive air sampler Metode passive air sampler merupakan metode sampling udara dimana proses pengumpulan partikel diperoleh dari banyaknya partikel yang tertahan di dalam piringan PUF karena terbawa oleh angin Piringan PUF (Polyurethane Foam) Diameter 14 cmTebal 1,35 cm Luas Permukaan 365 cm2 Berat 4,4 gVolume 207 cm3 Kerapatan 0,0213 g cm-3.

Gambar 1. Foto pemasangan PUF disk sampler di Stasiun GAW Bukit Kototabang (bawah) Gambar skema PUF disk sampler untuk POPs (atas) [8]

11Metode (2)Tree Bark Sampling Procedure

Gambar Proses pemilihan pohon[8]

Gambar . Proses pengambilan sampel kulit kayu [8]

Metode (3)Metode High Volume Air Sampler(HVAS)

Gambar Proses Perakitan HVAS[8]

Gambar Proses Preparasi Sampel[8]Metode (3)Metode High Volume Air Sampler

Gambar 7. Proses Sampling [8]

Metode (4)Metode Gas Kromatografi Pengambilan sampel di perairanContoh sedimen dari dasar perairan diambil dengan menggunakan Ekman Grabsedimen sebanyak 50-60 gram diambil dari dalam Ekman Grab dan dimasukkan ke dalam botol gelas 250 mL.botol sedimen berisi contoh sedimen ditutup dengan alumunium foil dan dimasukkan ke dalam kotak dingin selama transportasi menuju laboratorium untuk analisis.

Penentuan karbon organik sedimen dan tekstur sedimen 1 gram contoh sedimen kering dihomogenasikan ditambahkan HCl 0,1 N dan diaduk.Campuran sedimen dipisahkan bagian padat dan dikeringkan. 1 mg sedimen kering selanjutnya diukur dengan metode pembakaran elemental analyzer.Tekstur sedimen ditentukan dengan analisis pipet yang secara singkat dengan cara mensuspensi contoh fraksi halus dengan larutan 0,5 % sodium hexametaphosphate dan partikel dibiarkan mengendap.saat terjadi pengendapan, contoh diukur dengan hidrometer untuk menghasilkan fraksi lanau dan lempung.

Metode (4)Metode Gas Kromatografi Ekstraksi pestisida organoklorin di sedimen (Duinker et al 1980)sedimen sebanyak 40 g dikeringkan dalam oven 50C selama 12-14 jam dan ditambahkan NaSO4 anhidrat yang telah dibersihkan dengan Dikrometana (DCM). Contoh yang sudah kering dihomogenasi dan diekstraksi dengan DCM 250 mL dalam tabung soxhlet selama delapan jam.Ekstrak diuapkan sampai 1 mL.Ekstrak contoh dibersihkan lanjut dan fraksinasi dengan memasukannya ke dalam kolom kromatografi berisikan alumina tipe WB-5 sigmayang dideaktivasi 10 % air dan silika 60 resin 70-230 mesh ASTM yang dideaktivasi 7 % air. Alumina dan silika telah dibersihkan dengan DCM sebelum dipergunakan.

Kolom berisi ekstrak kemudian dielut dengan 17 ml n-heksana untuk mendapatkan fraksi tidak polar (p,pDDE) dan 17 mL campuran 10 % dietileter dan n-heksana unutk fraksi lebih polar (DDD dan DDT). Analisis dengan Gas Kromatografi Detektor ECD.Kolom kapiler WCOT fused silica CP-SIL 8 CB panjang 50 m.Suhu bertahap yaitu 60-180C dengan laju kenaikan 25C per menit dan didiamkan 12 menit, suhu antara 180- 220C dengan laju kenaikan 4C permenit dan didiamkan selama 15 menit. suhu injeksi pada pada 250C dan suhu detektor 250C[9].

HASIL Jurnal Distribusi Global Persistent Organic Pollutants (Nahas,2005) di Stasiun Pemantuan Atmosfer Global Bukit Koto Tabang diketahui bahwa analisis sampel POPs memakan waktu lebih kurang 18 bulan yang meliputi proses pengumpulan sampel, analisis laboratorium, sampai dengan publikasi data. Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data hasil pengukuran konsentrasi POPs di 53 lokasi.

Lokasi pemantaun POPs

Sumber : Kurnia, A 2013Tabel 2. Konsentrasi senyawa-senyawa Persistent Organic Pollutants berdasarkan tipe lokasi sampel diambil periode tahun 2005

Keterangan : a-HCH = -HCH; g-HCH = -HCH; hept = heptachlor; hepx = heptachlor epoxide; TC=transchlordane; CC = cis-chlordane; TN = trans-nonachlor; Endo I = endosulfan I; Endo II = endosulfan II; EndoSO4 = endosulfan sulphate; Semua konsentrasi dalam satuan pg/m3.

Sumber :Kurnia, A 2013

Grafik Persentase konsentrasi 8 senyawa eks-pestisida secara global pada tahun 2005

Sumber :Kurnia, A 2013Tabel 3. Konsentrasi POPs di SPAG Bukit Koto Tabang hasil pengukuran tahun 2005 dan 2006

, N/A = tidak dilakukan analisis

Sumber :Kurnia, A 2013 Berdasarkan Jurnal Pestisida Organoklorin di Sedimen Pesisir Muara Citarum, Teluk Jakarta (Prartono et al, 2009) menunjukkan bahwa DDT di perairan terbawa oleh fraksi halus sedimen sebagai pentransport DDT. Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir yang berhadapan dengan Muara Sungai Citarum dengan mengambil sampel delapan titik yang tersebar mengelilingi muara, dimana sebanyak empat berada dekat muara dan empat lainnya menjauh ke arah laut.

Gambar 11. Lokasi pengambilan contoh sedimen di perairan pesisir Muara Citarum, Teluk Jakarta [9].Hasil pengamatan menunjukkan bahwa DDT terdapat dalam sedimen dan bervariasi menurut lokasi pengamatan (Gambar 11). Perbedaannya karena ada proses yang mentransport dan mendeposisikannya. Salah satu diantaranya aliran sungai dimana polutan terabsorpsi ke partikel tersuspensi dan ditransportasikan ke muara. Saat terjadi percampuran antara air sungai dan air laut, perubahan kimiawi air mengakibatkan deposisi partikel tersuspensi termasuk DDT.

Hubungan perubahan iklim dengan peningkatan konsentrasi POPsPenelitian tentang hubungan antara perubahan iklim dan POPs telah dilakukan oleh para ahli iklim dan kimia dari 12 negara, yang merupakan review sistematis pertama dari dampak perubahan iklim terhadap pelepasan POPs ke lingkungan, transportasi jangka panjang dan nasibnya di lingkungan dan paparannya terhadap manusia dan lingkungan. Perubahan iklim dapat mempengaruhi emisi utama POPs ke udara dengan mengubah tingkat mobilisasi dari bahan atau stok, atau dengan mengubah pola penggunaan. Suhu yang lebih tinggi juga akan meningkatkan emisi sekunder POPs ke udara dengan menggeser partisi POPs antara udara dan tanah, dan antara udara dan air.Paparan dari tempat penyimpanan POPs di lingkungan seperti tanah, air dan es juga akan meningkat karena peningkatan suhu. Pengaruh suhu pada POPs yang bersifat semi stabil meyebabkan efek yang paling penting dan kuat dari pada efek lain dari perubahan iklim terhadap penyebaran dari POPs. Peningkatan kadar POPs ditemukan di udara dan air akibat dari pencairan es, salju dan banjir dikombinasikan dengan peningkatan penyakit vector-borne terkait dengan perubahan iklim, seperti malaria, dapat menyebabkan peningkatan permintaan dan pelepasan DDT di beberapa daerah.Modelling Model untuk senyawa multi hop yang jauh lebih kompleks daripada untuk senyawa tunggal hop. Selain meteorologi tersebut , model multi- hop juga perlu untuk mensimulasikan bagaimana kontaminan bergerak antara media lingkungan yang berbeda, seperti atmosfer, tanah, dan laut. Domain penyebaran yang terkotak dalam rangka untuk mensimulasikan berbagai kondisi meteorologi dan klimaks yang dihadapi oleh polutan bergerak, dengan masing-masing kompartemen termasuk atmosfer, tanah dan air lapisan. Dua model telah diterapkan untuk organoklor, Bergen dan model Toronto, yang juga telah digabungkan malariaUpaya Pengendalian Pada bulan November 1996 , Badan Eksekutif untuk Convention on Long Range Transboundary Air Pollution (CLRTAP) bergerak maju pada perundingan protokol untuk POPs. Rancangan teks akhir ditandatangani pada 10 Desember 2000 oleh Kanada dan 122 negara lainnya. Dalam anggaran federal untuk tahun 2000, Kanada berkomitmen $20 juta selama lima tahun ke depan untuk proyek-proyek yang akan membantu negara-negara berkembang, dan negara-negara dengan ekonomi dalam transisi, untuk mengurangi atau menghilangkan POPs. Kesepakatan akhir dari Konvensi POPs akan maju untuk persetujuan formal, penandatanganan dan ratifikasi di Stockholm, Swedia, pada Mei 2001. Sebagai bagian dari kesepakatan itu, sebagian besar dari 12 POPs tunduk pada larangan langsung. Namun, untuk alasan yang berhubungan dengan kesehatan telah ditetapkan untuk DDT mengendalikan nyamuk malaria[5].

PERAN INDONESIA Republik Indonesia juga ikut menandatangani Konvensi Stockholm, dan saat ini sedang dalam proses ratifikasi yang salah satu persyaratannya adalah penyusunan dokumen Rencana Penerapan Nasional (NIP,National Implementation Plan) yang disahkan oleh pemerintah. Pemerintah Indonesia berketetapan melaksanakan NIP setelah Konvensi diratifikasi dengan target penghapusan POPs dan melibatkan semuastakeholder. Yang melatarbelakangi komitmen ini ialah (1) PCB (polychoro-byphenyls) dan HCB (hexachlorobenzene) masih digunakan di industri, dan residu POPs terdeteksi di lingkungan, (2) dampak akibat POPs belum dipahami oleh masyarakat luas, (3) kapasitas dan kemampuan infrastruktur dalam mengelola POPs Simpulan DDT merupakan salah satu golongan senyawa POPs. DDT banyak digunakan untuk untuk pemberantasan lalat, nyamuk, tuma, pinjal dan kutu busuk, tetapi karena sifatanya yang persisten terhadap organisme dilarang untuk digunakan. Perilaku DDT di lingkungan telah terbukti dengan pemantauan senyawa POPs di 53 lokasi, salah satunya di Bukit Koto Tabang. Pemantaun senyawa POPs dilakukan Metode analisis untuk pemantauan konsentrasi DDT di atmosfer dilakukan dengan tiga cara, yaitu passive air sampler, tree bark sampling, dan high volume air sampler (HVAS). Hasilnya terbukti bahwa senyawa DDT dan derivatnya masih terdapat di atmosfer meskipun sejak tahun 1972 telah dilarang lagi penggunaan untuk pestisida perkebunan. Analisis tersebut telah dilakukan di bukit Koto tabang. Selain di udara penelitian tentang DDT banyak dilakukan di perairan salah satunya di Pesisir Muara Citarum: Teluk Jakarta yang menemukan bahwa fraksi halus sedimen sebagai pentransport DDT dan derivatnya di perairan dengan metode Gas kromatografi.

Daftar Pustaka [1] Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). 2002.Toxicological Profile for DDT, DDE, and DDD.Update. Atlanta, GA: U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service.[2] Alfiah. 2006. Dikloro Difenil Trikoloetan (DDT). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit[3]Anonim2010.http://www.fws.gov/contaminants/images/DDT.jpg[4] Bumpus, et al . 1987. Biodegradation Of DDT 1,1,1-Trichloro-2,2-Bis(4-Chlorophenyl) Ethane] by the White Rot Fungus Phanerochaete Chrysosporium. Aplied and Environmental Microbiology Journal. Volume 5. No. 9. p. 2001-1008.[5] DiGiovanni & Fellin. 2006.Transboundary Air Pollution, Environmental Monitoring. in Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS), Developed under the Auspices of the UNESCO, Eolss Publishers, Oxford ,UK, (http://www.eolss.net)[6] Hermanson et al. 2006.Spatial and temporal trends of gas and particle phase atmospheric DDT and metabolites in Michigan: Evidence of long-term persistence and atmospheric emission in a high-DDT-use fruit orchard. Journal Of Geophysical Research, Vol. 112, D04301, Doi:10.1029/2006jd007346, 2007[7] Kurnia, A. 2013. Memantau POPs dari Bukit Kototabang. Suara Bukit Kototabang. [8] Nahas. 2005. Distribusi Global Persistent Organic Pollutant. BMKG : Stasiun Pemantauan Atmosfer Global Bukit Kototabang.[9] Prartono et al. 2009. Pestisida Organoklorine di sedimen pesisir muara Citarum teluk Jakarta : peran penting fraksi halus sedimen sebagai pentransport DDT dan proses diagenesanya. E jurnal ilmu dan teknologi kelautan tropis Vol 1, No 2 Hal 11-21, Desember 2009[10]Stemler and Lammel. 2009. cycling of DDT in the global environment 19502002: World Ocean Returns The Pollutant. Geophysical Research Letters, Vol. 36, L24602, Doi:10.1029/2009GL041340, 2009 Daftar Pustaka[1] Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). 2002.Toxicological Profile for DDT, DDE, and DDD.Update. Atlanta, GA: U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service.[2] Alfiah. 2006. Dikloro Difenil Trikoloetan (DDT). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit[3]Anonim2010.http://www.fws.gov/contaminants/images/DDT.jpg[4] Bumpus, et al . 1987. Biodegradation Of DDT 1,1,1-Trichloro-2,2-Bis(4-Chlorophenyl) Ethane] by the White Rot Fungus Phanerochaete Chrysosporium. Aplied and Environmental Microbiology Journal. Volume 5. No. 9. p. 2001-1008.[5] DiGiovanni & Fellin. 2006.Transboundary Air Pollution, Environmental Monitoring. in Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS), Developed under the Auspices of the UNESCO, Eolss Publishers, Oxford ,UK, (http://www.eolss.net)[6] Hermanson et al. 2006.Spatial and temporal trends of gas and particle phase atmospheric DDT and metabolites in Michigan: Evidence of long-term persistence and atmospheric emission in a high-DDT-use fruit orchard. Journal Of Geophysical Research, Vol. 112, D04301, Doi:10.1029/2006jd007346, 2007[7] Kurnia, A. 2013. Memantau POPs dari Bukit Kototabang. Suara Bukit Kototabang. [8] Nahas. 2005. Distribusi Global Persistent Organic Pollutant. BMKG : Stasiun Pemantauan Atmosfer Global Bukit Kototabang.[9] Prartono et al. 2009. Pestisida Organoklorine di sedimen pesisir muara Citarum teluk Jakarta : peran penting fraksi halus sedimen sebagai pentransport DDT dan proses diagenesanya. E jurnal ilmu dan teknologi kelautan tropis Vol 1, No 2 Hal 11-21, Desember 2009[10]Stemler and Lammel. 2009. cycling of DDT in the global environment 19502002: World Ocean Returns The Pollutant. Geophysical Research Letters, Vol. 36, L24602, Doi:10.1029/2009GL041340, 2009