7 edisi ii tahun 2017 bonus sinergi : • eraturan no. sinergi issn : … · 2018. 7. 13. · bonus...

52
SINERGI Bonus Sinergi : •Peraturan Menkeu No. 145/PMK.05/2017 •Peraturan Menkeu No. 111/PMK.06/2017 Edisi II Tahun 2017 Perlunya Roadmap Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Pengelolaan BMN Idle Ringankan Beban Belanja Negara Persiapan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan (PIPK) Lingkup KKP Menjaga Konsistensi Dokumen Dalam Pekerjaan Konstruksi ISSN : 1412-1298

Upload: others

Post on 12-Dec-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

SINERGIBonus Sinergi :

•Pera

turanM

enkeuNo.

145/P

MK.05

/2017

•Pera

turanM

enkeuNo.

111/P

MK.06

/2017

Edisi II Tahun 2017

Perlunya Roadmap Pengelolaan Pulau-Pulau

Kecil Terluar

Pengelolaan BMN IdleRingankan Beban

Belanja Negara

Persiapan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan

(PIPK) Lingkup KKP

Menjaga Konsistensi Dokumen Dalam Pekerjaan Konstruksi

ISSN

: 14

12-1

298

Page 2: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

KKP Melayani TANPA PUNGLI& GRATIFIKASI

Hubungi : Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG)

Kementerian Kelautan dan PerikananGedung Mina Bahari III Lantai 4

Jl. Medan Merdeka Timur No.16, Jakarta Pusat, 10110Email pelaporan: [email protected]

Email korespondensi: [email protected]: http://upg.kkp.go.id

Laporkan Jika Ada Pungutan Liar (PUNGLI) dan GRATIFIKASI di KKP

Page 3: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Penanggung JawabDr. Muhammad Yusuf, SH, MM

Pemimpin Redaksi Ir. Ida Kusuma Wardhaningsih

RedakturIr. Jayeng C. Purewanto, MM

Drs. Cipto Hadi Prayitno

Penyunting / EditorIr. Lina Herlina

Setyawati, S.Sos, M.AkFredy Haryanto, S.Pi, M.Ak

Tengku Sonya N.H, S.Pi, M.SiFarida Farid, S.Pi, M.T, MPP

Desain grafis Iswahyudi, A.Md

FotograferAfdi Nurdiansyah, A.Md

Sekretariat Tim Ir. Soma Somantri, M.E.

Bachtiar Andrian S, ST, MPP, M.EngMochamad Firdaus, S.E, M.A.B.

Wiwit Roza, SH, MHUrip Mulyono

Kasman

Alamat RedaksiSekretariat Itjen KKP

Gedung Mina Bahari 3 Lt. 4 Jl. Medan Merdeka Timur No. 16

Jakarta 10110Telp. (021) 3522310, 3520336

Fax : (021) 3520336http: www.itjen.kkp.go.id

SINERGI SINERGIBonus Sinergi :

•Pera

turanM

enkeuNo.

145/P

MK.05

/2017

•Pera

turanM

enkeuNo.

111/P

MK.06

/2017

Edisi II Tahun 2017

Perlunya Roadmap Pengelolaan Pulau-Pulau

Kecil Terluar

Pengelolaan BMN IdleRingankan Beban

Belanja Negara

Persiapan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan

(PIPK) Lingkup KKP

Menjaga Konsistensi Dokumen Dalam Pekerjaan Konstruksi

ISSN

: 14

12-1

298

Pada Edisi II 2017 ini kami menampilkan artikel-artikel bertema pengelolaan BMN dan persediaan pada Rubrik Kinerja, di antaranya: Upaya Penye-lesaian Ruislag Tanah, Pengelolaan BMN idle: Ringankan Beban Belanja Negara, dan Dilematis Kepatuhan dalam Pelaporan Aset Biologis.

Masih di Rubrik Kinerja, pembaca juga dapat menemukan ragam tulisan tentang seluk beluk audit investigasi, di antaranya: Perencanaan Audit Investigasi, Pentingnya Digital Forensic untuk Mendukung Audit Investigasi, serta artikel lainnya tentang pemilihan jenis kontrak, perlunya roadmap untuk penataan pulau-pulau kecil terluar terpadu, persiapan reviu pengendalian intern atas pelaporan keuangan, dan pentingnya menjaga konsistensi dokumen dalam pekerjaan konstruksi.

Pada akhirnya, kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan, namun tanpa mengurangi antusias pembaca kami ucapkan selamat membaca dan bekerja ....!. Sambut akhir tahun 2017 dengan prestasi dan songsong tahun 2018 dengan penuh optimisme.

Redaksi.

Salam Sinergi

Page 4: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

2

Daftar Isi

SINERGI

Keberhasilan pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar akan tercapai bila mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah. Para pihak haruslah bekerjasama dan sama-sama bekerja mengimplementasikan program/kegiatannyasesuai kewenangan tugas dan fungsinya pada lokusyang disepakati bersama.

KINERJAPerlunya Roadmap PengelolaanPulau-Pulau Kecil Terluar4

8

17 Pengelolaan BMN idle:Ringankan Beban Belanja Negara

BMN idle yang telah diserahkan kepada Pengelola Barang dapat memberikan kontribusi pendapatan negara dari PNBP melalui mekanisme pemanfaatan BMN. DJKN dapat memasang tanda penguasaan atas tanah yang berisi informasi Kanwil DJKN/KPKNL yang menguasai tanah idle tersebut dan tanda yang berisi peluang untuk dimanfaatkan oleh pihak ketiga.

Persiapan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan (PIPK) Lingkup KKP

Sebagai tindak lanjut dari permasalahan ruislag tanah tambak milik Ditjen Perikanan di Desa Segoro Tambak, Inspektorat Jenderal KKP telah menginisiasi perlunya pembentukan Task Force atau Satuan Tugas percepatan penyelesaian tindak lanjut melibatkan unit-unit eselon I (satu) terkait, di antaranya Setjen (Biro Keuangan, Biro Hukum dan Organisasi, dan Biro Umum) dan Ditjen Perikanan Budidaya (DJPB).

Upaya Penyelesaian Ruislag Tanah12

Reviu PIPK adalah penelaahan atas penyelenggaraan PIPK oleh APIP untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa penyusunan LK telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai. Berdasarkan Pasal 19 PMK Nomor 14/PMK.09/2017, APIP berkewajiban melaksanakan Reviu PIPK pada bulan November tahun anggaran berjalan sampai dengan Januari tahun anggaran berikutnya.

Page 5: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Daftar Isi

3Edisi II Tahun 2017

LIPUTAN

Ikuti Assessment, Wujud Penilaian Kompetensi Auditor

48

Dilematis Kepatuhan dalam Pelaporan Aset Biologis

20Pemilihan Jenis Kontrak sesuai dengan Pekerjaan

24

Perencanaan Audit Investigasi28Pentingnya Digital Forensic untuk Mendukung Audit Investigasi

34

Menjaga Konsistensi antar Dokumendalam Pekerjaan Konstruksi

37

AUDIToRIAGelar Rakorwas, Itjen KKP Menginginkan Adanya Sinergi Pengawasan Bersama Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota

41

Mengoptimalkan Upaya Tindak Lanjut LHP BPK-RI Itjen Undang Tim BPK-RI dan Pimpinan Eselon I KKP

42

44 Sosialisasi Pembangunan Budaya Integritasdan Program Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan KKP

KILAS LENSA

Pada 7 Desember 2017, Kementerian Kelautan dan Perikanan menggelar peringatan Hari Anti Korupsi Internasional 2017 di Ballroom Gedung Mina Bahari III Lantai I. Acara ini dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, para pejabat eselon I, II, III, IV dan perwakilan staf, para undangan VIP, kelompok mahasiswa/pelajar dan UKM.

Hari Anti Korupsi Internasional46

20

41

Page 6: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

4

Kinerja

SINERGI

Pulau kecil menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, adalah pulau dengan

luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya. Sedangkan Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT), adalah Pulau-Pulau Kecil yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan Hukum Internasional dan Nasional (Perpres Nomor 78 Tahun 2005). Sebuah anugerah dari yang Maha Kuasa, Indonesia memiliki sebanyak ± 17.504 pulau, yang 99,8% diantaranya atau

Oleh: Iriawanti (Auditor Madya)

sebanyak 17.470 pulau merupakan pulau-pulau kecil, dan 92 pulau di antaranya merupakan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

Mengingatkan kembali, bahwa salah satu agenda Nasional (Nawa Cita) adalah membangunan Indonesia dari pinggiran, yang secara eksplisit menitikberatkan pada upaya pembangunan wilayah-wilayah perbatasan, termasuk di dalamnya Pulau-Pulau Kecil Terluar berpenduduk. Wilayah Perbatasan diartikan dalam Permen KP Nomor 48 Tahun 2015, adalah wilayah

provinsi, kabupaten/kota, dan/atau ke-camatan yang bagian wilayahnya secara geografis bersinggungan langsung dengan garis batas antar negara, baik di darat, laut, dan/atau udara. Dengan demikian, diharapkan agenda pembangunan nasional memprioritaskan pembangunan pada Pulau-Pulau Kecil Terluar di wilayah perbatasan, sebagai upaya strategis untuk menopang pembangunan Nasional yang perlu didayagunakan secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia, sebagaimana tertuang

Perlunya Roadmap Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar

bata

sneg

eri.c

om

Page 7: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

5Edisi II Tahun 2017

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 - 2019, di-harapkan dapat terwujud menjadi pulau yang mandiri.

Isu dan permasalahanPulau-Pulau Kecil Terluar me-miliki karakteristik khusus, dan dalam kondisi kekinian membutuhkan penanganan secara integratif dan komprehensif. Hasil pemantauan penulis yang diperoleh dari media cetak dan elektronik serta observasi langsung di lapangan melalui kegiatan pengawasan dan dari laporan hasil monitoring di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan, menunjukkan bahwa permasalahan secara umum di Pulau-Pulau Kecil Terluar, diantaranya :1. Letak Pulau-Pulau Kecil

Terluar terpencil, jauh dari pusat kegiatan ekonomi, dan merupakan kawasan yang sulit dijangkau.

2. Minimnya ketersediaan sarana dan prasarana, seperti jalan, terminal, pelabuhan, angkutan, serta ketersediaan air, listrik dan telekomunikasi;

3. Akses menuju pulau-pulau kecil terluar sangat sulit/terbatas, sehingga sulit mengharapkan sektor perekonomian dapat berkembang secara alami;

4. Kesejahteraan masyarakat relatif rendah, kondisi masyarakat umumnya masih tergolong sangat miskin (dibawah garis kemiskinan), karena kondisi wilayahnya sehingga penduduk setempat belum dapat me-

manfaatkan peluang, dan masih mengandalkan negara tetangga;

5. Secara geografis Pulau-Pulau Kecil Terluar jaraknya lebih dekat dengan negara tetangga, sehingga penduduk merasa lebih dekat dengan negara tetangga dan mencari nafkah di negara tetangga, misalnya penduduk di Pulau Miangas yang berbatasan dengan Filipina, dan di Pulau Sebatik yang berbatasan dengan Malaysia;

6. Pengrusakan lingkungan hidup cenderung meningkat. Beratnya beban ekonomi masyarakat dan rendahnya kesadaran terhadap pentingnya melestari-kan lingkungan, serta lemah-nya pengawasan, menimbulkan maraknya kegiatan menjual tanah atau pasir yang ada di sekitarnya ke negara tetangga (seperti kasus di Pulau Nipah dan sekitarnya);

7. Arus informasi dari negara tetangga lebih dominan, karena letak Pulau-Pulau Kecil Terluar yang terisolir dan sulit dijangkau oleh teknologi komunikasi dan

informasi, sehingga cenderung memanfaatkan informasi dari negara tetangga;

8. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), karena ketiadaan infrastruktur pen-didikan, kesehatan dan pe-rumahan.

9. dan lain-lain.

Sesungguhnya kebijakan me-ngenai pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar sudah ada, bahkan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 adalah untuk mempercepat dan mengefektifkan pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, namun dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya berjalan efektif, hingga saat ini belum tampak jelas peta jalan/Roadmap Nasional tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar secara terpadu. Draft Roadmap Nasional tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar yang pernah diinisiasi penyusunannya oleh Ditjen KP3K saat itu, belum dibahas lebih lanjut ditingkat Kementerian dan Lembaga terkait.

setk

ab.g

o.id

Tugu Perbatasan Garuda Perkasa di Pulau Sebatik

Page 8: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

6

Kinerja

SINERGI

Kelembagaan

Kelembagaan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar yang dibentuk dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tersebut, terdiri dari: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Ketua), Menteri Kelautan dan Perikanan (Wakil Ketuan I merangkap anggota), Menteri Dalam Negeri (Wakil Ketua II merangkap anggota), serta 17 anggota, di-antaranya Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Bappenas, Menteri Keuangan dan beberapa Menteri teknis lainnya, yang diharapkan dapat menyelesaikan sejumlah isu dan permasalahan yang ada. Untuk menjadikan Pulau-Pulau Kecil Terluar yang “mandiri”, maka kelembagaan tersebut sangat diharapkan dapat berperan strategis untuk menghasilkan sebuah peta jalan/Roadmap Nasional tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar secara terpadu. Hal ini menjadi penting sebagai landasan

kerja bagi setiap kementerian dan lembaga dalam rangka mengimplementasikan program/kegiatannya dengan fokus dan lokus yang sama dan/atau saling terintegrasi dalam Roadmap tersebut. Roadmap Nasional Pe-ngelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar sekaligus dapat menjadi alat kontrol dalam penyusunan rencana anggaran kegiatan oleh setiap kementerian dan lembaga terkait termasuk dapat digunakan oleh daerah melalui Bappeda untuk mensinergikan program/kegiatan-kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di masing-masing wilayah kerjanya. Salah satu program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mewujudkan Visi dan Misi KKP Kedaulatan, Keberlanjutan, dan Kesejahteraan adalah melakukan implementasi program pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) berbasis pulau-pulau kecil dan/atau kawasan perbatasan secara terintegrasi dan menyeluruh, dengan penekanan pada

pembangunan sarana dan prasarana penunjang, serta sistem pengelolaan sumberdaya perikanan, yang tidak hanya bertumpu pada penguatan sektor hilir (pengolahan), tetapi juga pada sektor hulu (penyediaan bahan baku perikanan). Program SKPT ini mengarah pada optimalisasi usaha penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, usaha tambak garam, serta pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, yang tentunya perlu mendapat dukungan dari kementerian dan lembaga terkait lain sehingga pelaku utama dan pelaku usaha kelautan dan perikanan akan mendapatkan marjin ekonomi yang tinggi.

Sebuah contoh kegiatan startegis KKP tahun sebelumnya di Pulau Simeulue yang perlu dukungan dari instansi terkait PT PLN setempat seperti; pembangunan pabrik es, dan cold storage di Pelabuhan Perikanan yang memerlukan tambahan daya listrik agar operasional pabrik es dan cold storage berjalan sesuai kebutuhan teknis dan perlu kontinuitas listrik untuk operasional di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) agar tidak terjadi kematian ikan pada saat berlangsung pembenihan ikan. Demikian juga diperlukan dukungan dari PDAM dan/atau Kementerian ESDM untuk ketersediaan sarana air bersih (air tawar) untuk operasional di Pelabuhan Perikanan termasuk operasional pabrik es. Contoh lainnya adalah dalam hal pemasaran hasil perikanan, sebut saja hasil

Pulau Miangas, salah satu pulau terluar di Sulawesi Utara

waw

ker.c

om

Page 9: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

7Edisi II Tahun 2017

produksi budidaya rumput laut disamping hasil penangkapan ikan diperlukan dukungan dari Dinas Perhubungan setempat untuk mendapatkan tambahan kuota dalam pengangkutan hasil produksi perikanan, dan perlu dukungan dari Dinas Koperasi setempat untuk dapat menampung hasil produksi perikanan sekaligus dapat memasarkannya dibantu oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat.

Terkesan bahwa program/ke-giatan yang telah berjalan oleh Kementerian/Lembaga di Pulau-Pulau Kecil Terluar masih partial. Permasalahannya adalah tidak ada kejelasan Roadmap Nasional tentang Pengelolaaan Pulau-Pulau Kecil Terluar yang ditangani secara terpadu. Pada saat meeting diawal bulan Oktober 2017, pihak Bappenas melalui Direktur Kelautan dan Perikanan telah mempertanyakan dukungan apa saja yang diperlukan oleh KKP dari lintas Kementerian dan Lembaga agar program prioritas nasional di bidang kelautan dan perikanan dapat berjalan efektif. Bappenas sebagai salah satu unsur penting dalam kelembagaan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar sudah seharusnya mengevaluasi secara komprehensif atas capaian-capaian target program/kegiatan prioritas nasional pada tahun ke-3 Kabinet Kerja, dalam rangka perbaikan dan peningkatan kinerja prioritas nasional, khususnya pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

Sejak Tahun 2015 kebijakan KKP untuk pengelolaan Pulau-

Pulau Kecil Terluar, diarahkan pada 5 (lima) pulau, yaitu; Pulau Simeulue Kab. Simeulue Provinsi Aceh, Pulau Tahuna Sulawesi Utara, Pulau Natuna Kepulauan Riau, Pulau Saumlaki Maluku dan Pulau Wannama Merauke Papua. Selanjutnya pada Tahun 2016 melalui SK Menteri KP Nomor 51 Tahun 2016, SKPT meningkat menjadi 20 (dua puluh) lokasi pembangunan SKPT di Pulau-Pulau Kecil dan Kawasan Perbatasan, termasuk ke-5 pulau sebelumnya.

Keberhasilan pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar akan tercapai bila mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak baik di tingkat

pusat maupun daerah, maka para pihak haruslah bekerjasama dan sama-sama bekerja meng-implementasikan program/ke-giatannya sesuai kewenangan tugas dan fungsinya pada lokus yang disepakati bersama. Daftar Pustaka :1. Peraturan Presiden RI Nomor 78

Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar;

2. Permen KP Nomor 48 Tahun 2015 tentang Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Di Pulau-Pulau Kecil Dan Kawasan Perbatasan;

3. SK Menteri KP Nomor 51 Tahun 2016 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Di Pulau-Pulau Kecil dan Kawasan Perbatasan.

Pangkalan TNI AL di Pulau Nipah

pano

ram

io.co

m

Page 10: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

8

Kinerja

SINERGI

Pelaporan keuangan merupa-kan muara pencatatan tran-saksi keuangan. Informasi

dan umpan balik mengenai pengendalian intern yang di-jalankan oleh suatu organisasi tercermin pada hasil penilaian pelaporan keuangan tersebut. Berdasarkan informasi dan umpan balik tersebut, dapat diketahui apakah pengendalian telah di-rancang secara memadai dan telah diimplementasikan sesuai rencana, efektif dan efisien, atau terdapat kelemahan-kelemahan pengendalian dan saran per-baikannya.

Sebagai muara pencatatan tran-saksi keuangan, Laporan Keuang-an (LK) yang merupakan salah satu bentuk akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, harus disajikan secara handal dan memadai. Dengan demikian, Laporan Ke-uangan tersebut diharapkan

Oleh : I Gede Made Sucipta (Auditor Utama)

dapat meningkatkan akuntabilitas Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dan meningkatkan keper-cayaan publik atas pengelolaan keuangan negara.

Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan mempunyai tugas menyusun LK yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). LK yang dimaksud tersebut, dituangkan dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Selanjutnya berdasarkan Pasal 55 ayat (2) huruf a dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri/Pimpinan Lembaga kemudian memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Pengendalian

Intern (SPI) yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

Pengendalian Intern atas Pelaporan KeuanganBerdasarkan PMK Nomor 14/PMK.09/2017 tentang Pedoman Penerapan, Penilaian dan Reviu Pengendalian Intern Pelaporan Keuangan (PIPK) Pemerintah Pusat, yang dimaksud pengendalian intern adalah pengendalian yang secara spesifik dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai (reason-able assurance) bahwa laporan keuangan yang dihasilkan me-rupakan laporan yang andal dan disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

Penerapan PIPK diharapkan dapat memberikan keyakinan

Persiapan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan (PIPK) Lingkup KKP

Kinerja

Page 11: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

9Edisi II Tahun 2017

yang memadai kepada pembaca atau pengguna laporan keuangan bahwa: 1) LK menggambarkan secara

lengkap dan memadai seluruh transaksi keuangan yang terjadi;

2) Seluruh transaksi keuangan telah dicatat sesuai dengan peraturan, kebijakan, maupun standar yang berlaku;

3) Seluruh transaksi telah di-laksanakan sesuai dengan pem-bagian kewenangan yang telah ditetapkan; dan

4) Seluruh sumber daya keuang-an telah diamankan dari kerugian yang material akibat pemborosan, penyalahgunaan, kesalahan, kecurangan, atau sebab-sebab lainnya.

Terdapat lima komponen pengen-dalian intern dalam entitas akuntansi dan entitas pelaporan, yaitu: 1) Lingkungan pengendalian; 2) Penilaian risiko; 3) Kegiatan pengendalian; 4) Informasi dan komunikasi; dan 5) Pemantauan.

Ciri-ciri pengendalian intern yang baik bila diuraikan berdasarkan unsur pengendalian intern, sebagai berikut :

1. Dalam komponen lingkungan pengendalian, seluruh pimpin-an organisasi menunjukkan komitmen terhadap integritas dan nilai-nilai etika. Selain itu Dewan Pengawas atau Komite Audit menunjukkan independensi dari manajemen dan menjalankan pengawasan atas proses pengembangan dan

penerapan pengendalian intern. Pimpinan menetapkan struktur organisasi, jalur pelaporan, serta pemisahan wewenang dan tanggung jawab yang memadai dalam rangka pencapaian tujuan. Pimpinan organisasi menunjukkan komitmen untuk merekrut, mengembangkan, dan menempatkan pegawai yang kompeten sesuai dengan tujuan organisasi, serta me-mastikan akuntabilitas setiap pegawai dalam melaksanakan pengendalian intern yang men-jadi tanggung jawabnya.

2. Dalam komponen Penilaian Risiko, pimpinan/manajemen menetapkan tujuan secara jelas sehingga memungkinkan dilakukannya identifikasi dan penilaian risiko pencapaian tujuan tersebut. Dalam hal ini pimpinan mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang

dihadapi seluruh entitas sebagai dasar menentukan bagaimana risiko tersebut akan dikelola, mempertimbangkan potensi terjadinya kecurangan dalam proses penilaian risiko dan mengidentifikasi serta menilai perubahan-perubahan yang dapat berdampak signifikan terhadap sistem pengendalian intern.

3. Dalam komponan Kegiatan Pengendalian, pimpinan/manajemen menentukan dan mengembangkan kegiatan pe-ngendalian yang berkontribusi terhadap mitigasi risiko hingga ke level yang dapat diterima, menentukan dan mengem-bangkan aktivitas pengenda-lian umum (general control) atas penggunaan teknologi untuk mendukung pencapaian tujuan, serta menerapkannya melalui kebijakan yang tepat.

5 (lima) komponen pengendalian intern : • Lingkungan pengendalian •Penilaian risiko

•Kegiatan pengendalian • Informasi dan komunikasi •Pemantauan.

Page 12: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

10

Kinerja

SINERGI

4. Dalam komponan Informa-si dan komunikasi, ciri yang penting bahwa dalam organisa-si telah tersedia informasi yang relevan dan berkualitas untuk mendukung terlaksananya pe-ngendalian intern, dan menggu-nakannya untuk terlaksananya pengendalian intern, serta mengomunikasikannya kepada pihak-pihak eksternal mengenai permasalahan yang dapat mem-pengaruhi pelaksanaan pengen-dalian intern.

5. Dalam komponen Kegiatan Pemantauan, hal yang penting adalah organisasi telah me-netapkan, mengembangkan, dan melaksanakan evaluasi berkelanjutan dan/atau eva-luasi terpisah untuk menilai apakah komponen-komponen pengendalian intern telah ada dan berfungsi. Disamping itu telah dilakukan evaluasi atas kelemahan pengendalian intern secara periodik serta mengomunikasikannya kepada pihakpihak terkait dalam rangka perbaikan.

Penilaian PIPK Penilaian PIPK sebenarnya adalah kegiatan penilaian yang dilakukan secara mandiri oleh manajemen itu sendiri. Oleh karena itu, Penilaian PIPK dipengaruhi oleh integritas manajemen itu sendiri. Manajemen disini adalah keseluruhan pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian

dalam suatu unit kerja, termasuk di dalamnya adalah Tim Penilai. Disparitas integritas manajemen dapat menghasilkan subjektivitas penilaian PIPK. Oleh karena itu, diperlukan reviu oleh APIP yang merupakan pihak eksternal manajemen untuk memastikan hasil penilaian PIPK memenuhi kualitas standar yang diharapkan serta objektivitas penilaiannya dapat ditingkatkan.

Tim Penilai PIPK yang selanjutnya disebut Tim Penilai adalah tim kerja pada entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan yang ditunjuk/memiliki tugas untuk membantu manajemen dalam melaksanakan penilaian PIPK. Tim Penilai menyusun laporan hasil Penilaian PIPK di tingkat entitas yang dilaksanakan paling sedikit sekali dalam 2 (dua) tahun, sedangkan penilaian tingkat proses/transaksi dilaksanakan semesteran dan tahunan. Laporan hasil Penilaian PIPK tersebut akan menyimpulkan efektivitas penerapan PIPK dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu: 1) Efektif (tidak ada defisiensi

signifikan dan kelemahan material);

2) Efektif dengan pengecualian (terdapat satu atau lebih defisiensi signifikan yang apabila digabungkan tidak mengakibatkan kelemahan material); atau

3) Mengandung kelemahan ma-terial (terdapat satu atau lebih kelemahan material atau ter-dapat gabungan defisiensi signifikan yang mengakibatkan kelemahan material).

Sebelum 1 (satu) bulan batas akhir penyampaian LK, laporan hasil penilaian PIPK harus disampaikan oleh Tim Penilai kepada pihak-pihak yang tepat dan memiliki we-wenang untuk melakukan langkah perbaikan. Atas setiap temuan perlu diberikan rekomendasi yang tepat sehingga penyebab utama terjadinya suatu temuan dapat dieliminasi / diminimalisasi.

Rekomendasi yang diberikan harus menyebutkan dengan jelas pihak yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tindak lanjut. Dalam mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab perlu memperhatikan tingkat kewenangan yang dimiliki oleh pihak tersebut untuk dapat melaksanakan tindak lanjut sesuai yang diharapkan. Rekomendasi atas temuan yang tidak dapat ditindaklanjuti di tingkat entitas akuntansi dan/atau entitas pe-laporan yang bersangkutan karena keterbatasan kewenangan, maka perlu dieskalasi ke entitas pelaporan di atasnya.

Reviu PIPK oleh APIPReviu PIPK adalah penelaahan atas penyelenggaraan PIPK oleh APIP untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa penyusunan LK telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai. Berdasarkan Pasal 19 PMK Nomor 14/PMK.09/2017, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) berkewajiban melaksanakan Reviu PIPK pada bulan November tahun anggaran berjalan sampai dengan

Page 13: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

11Edisi II Tahun 2017

bulan Januari tahun anggaran berikutnya. Dalam rangka melak-sanakan amanat tersebut, Biro Keuangan KKP telah menggelar kegiatan Training of Trainer Penerapan, Penilaian dan Reviu PIPK, pada awal Oktober 2017 lalu yang dihadiri pejabat/staf yang menangani SPIP unit Eselon I KKP dan operator SAIBA unit Eselon I KKP, dan perwakilan auditor Itjen KKP. Secara normatif, Reviu PIPK dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu : 1) Perencanaan Reviu PIPK; 2) Pelaksanaan Reviu PIPK; dan 3) Pelaporan Reviu PIPK.

Perencanaan Reviu PIPK di-laksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober pada tahun anggaran berjalan. Jika tidak dapat dilaksanakan pada bulan tersebut, perencanaan dilaksanakan sebelum Reviu PIPK. Adapun pelaksanaan Reviu PIPK pada bulan November tahun anggaran berjalan sampai dengan bulan Januari tahun anggaran berikutnya, dan jika tidak dapat dilaksanakan pada bulan tersebut, maka dapat dilakukan sebelum reviu LK K/L, LK BUN, atau LKPP.

Laporan Hasil Reviu (LHR) dileng-kapi Catatan Hasil Reviu (CHR) yang paling lambat disampaikan pada saat berlangsungnya reviu LK K/L, LK BUN, atau LKPP. CHR tersebut menjadi dasar bagi APIP membuat Pernyataan Reviu PIPK. Berdasarkan Pasal 21 ayat (2), Pernyataan Reviu PIPK digunakan sebagai dasar Manajemen untuk membuat pernyataan tanggung

jawab atas LK. Dalam hal tidak dilakukan Reviu PIPK oleh APIP, hasil Penilaian PIPK oleh Tim Penilai digunakan sebagai dasar Manajemen untuk membuat per-nyataan tanggung jawab atas LK.

Agar hasil Penilaian PIPK oleh Tim Penilai dan hasil Reviu PIPK oleh APIP mendapatkan hasil yang optimal, diperlukan pemahaman materi dan pemutakhirkan dokumentasi penerapan PIPK secara berkala oleh setiap pimpinan dan seluruh pejabat/pegawai di lingkungan K/L dan BUN. Persiapan pengelolaan, pemeliharaan, dan pemutakhiran dokumentasi penerapan PIPK tersebut sangat vital dalam peranannya sebagai rekaman seluruh proses kegiatan yang telah terjadi.

Untuk meningkatkan efektivitas penerapan pengendalian intern se-cara menyeluruh, perlu dibangun

hubungan kerja yang konstruktif antara Tim Penilai dengan APIP. Tim Penilai dapat meminta masukan APIP dalam penyusunan Rencana Penilaian Tahunan. Tim Penilai menyampaikan Laporan Semesteran dan Tahunan Hasil Pe-nilaian kepada APIP, dan dalam hal terdapat temuan yang berindikasi fraud, perlu ditindaklanjuti ber-sama APIP. Di lain pihak, APIP dapat menggunakan laporan hasil penilaian Tim Penilai dalam merencanakan dan melaksanakan pengawasan internal.

Daftar Pustaka :1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara2. Undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara3. PMK Nomor 14/PMK.09/2017

tentang Pedoman Penerapan, Penilaian dan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan (PIPK) Pemerintah Pusat.

Untuk meningkatkan efektivitas penerapan pengendalian intern secara menyeluruh, perlu dibangun hubungan

kerja yang konstruktif antara Tim Penilai dengan APIP

Page 14: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

12

Kinerja

SINERGI

Di antara permasalahan aset Barang Milik Negara (BMN) yang berlarut-

larut penyelesaiannya, masalah aset tanah seringkali paling sulit untuk ditindaklanjuti. Hal ini dikarenakan penyelesaiannya tidak hanya oleh “internal” Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tetapi juga menyangkut instansi lain yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pihak-pihak lain yang berkaitan, manakala status tanah tersebut belum jelas, salah satunya terkait ruislag. Ruislag berasal dari bahasa Belanda yang sering diartikan sebagai “tukar guling” atau “tukar menukar”. Jadi ruislag tanah secara sederhana dapat dipahami sebagai penukaran terhadap tanah-tanah yang diper-

gunakan atau dipakai, dan hak dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah untuk ditukar tanahnya dengan tanah lainnya. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Barang Milik Negara/Daerah, Pasal 54 disebutkan bahwa BMN/Daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pe-merintahan negara/daerah dapat dipindahtangankan dengan cara: penjualan, tukar-menukar, hibah, atau penyertaan modal pemerin-tah pusat/daerah. Ruislag dapat menjadi salah satu cara peman-faatan aset BMN agar lebih optimal melalui pemindahtanganan kepa-da pihak lain, selain melalui cara perjanjian kerja sama, juga dalam bentuk lainnya yang sah menurut peraturan perundang-undangan.

Kronologi

Seperti diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tahun 2016 diharuskan menyelesaikan kasus ruislag tanah di Desa Segoro Tambak, Kec. Sedati, Kab. Sidoarjo, Jawa Timur. Berdasarkan kronologi yang diperoleh penulis, tanah seluas 472.440 m2 tersebut menurut Berita Acara Nomor 29/PPT/II/1984 tanggal 13 Desember 1984, telah dibeli dari masyarakat dengan nilai perolehan sebesar Rp 237.685.250,00. Tanah tersebut pada saat itu akan digunakan untuk keperluan pengembangan usaha budidaya udang dan ikan. Pada tahun 1997, sesuai usulan dari Departemen Pertanian

Upaya Penyelesaian Ruislag Tanah

Oleh: Rahayu Winarti (Auditor Muda)

Page 15: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

13Edisi II Tahun 2017

(Ditjen Perikanan) pada saat itu, mengusulkan ruislag tanah antara Ditjen Perikanan dengan PT Semeru Cemerlang (PT SC) berupa tanah tambak seluas ±469.870 m2 dengan beberapa aset dari PT SC, terdiri dari tanah seluas ± 500 m2 beserta bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut (di Kab. Sidoarjo) serta peralatan dan mesin. Atas usulan tersebut maka Departemen Keuangan (Ditjen Anggaran) telah menyetujui pelaksanaan tukar menukar tanah tambak milik Ditjen Perikanan di Desa Segoro Tambak. Melalui surat persetujuannya tersebut, Departemen Keuangan juga menyebutkan bahwa pengadaan aset pengganti supaya dilaksana-kan selambat-lambatnya dalam waktu 6 bulan setelah diterimanya surat persetujuan.

Kenyataannya, sejak 1998 hingga saat ini pelaksanaan perjanjian ruislag antara pihak ketiga (PT SC) dengan Departemen Pertanian) tidak tuntas, karena berbagai kendala, di antaran-ya: ketidaksepakatan penilaian ulang tanah, klarifikasi status dan nilai aset dari PT SC yang telah diserahkan (nilai aset PT SC yang dilaporkan tahun 2006 kepada Kementerian Keuangan adalah sebesar Rp289.691.000,00 semen-tara nilai aset tanah pada saat itu yang harus diganti sebesar Rp3.372.972.000,00). Proses pe-nyelesaian yang berlarut-larut inilah yang akhirnya menjadi temuan BPK-RI, mulai dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Manajemen Aset 2005, 2006 dan 2007, LHP Pengelolaan BMN KKP

Tahun 2011, LHP atas Laporan Keuangan (LK) 2014, dan terakhir pada LHP atas LK 2016. Hal ini tentu harus menjadi perhatian karena selain penyelesaian temuan yang berlarut-larut, juga nilai perkiraan aset tanah tersebut menurut perkiraan BPK-RI dalam LK 2016 saat ini telah mencapai Rp117 Milyar lebih.

Tinjauan dari RegulasiApabila mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 78/PMK.06/2014 (sebagai aturan pelasana PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, khususnya pada Pasal 119 huruf b disebutkan bah-wa persetujuan pemindahtanganan BMN yang telah diterbitkan oleh Pengelola Barang sesuai dengan ketentuan dalam Permenkeu Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggu-naan, Pemanfatan, Penghapusan, dan Pemindah-tanganan Barang Milik Negara, dinyatakan tetap berlaku. Sedangkan menurut Per-menkeu Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksa-naan Penggunaan, Peman-faatan, Penghapusan, dan Pe-mindahtanganan Barang Milik Negara, khususnya pada Pasal 15 disebutkan bahwa: “Pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan Barang Milik Negara yang telah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan sebelum Permenkeu ini berlaku, proses penyelesaiannya ber-pedoman pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 350/KMK.03/1994 tentang Tata Cara

Tukar-Menukar Barang Milik/Kekayaan Negara dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 470/KMK.01/1994 tentang Tata Cara Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik Negara. Dengan demikian, untuk meninjau kasus ruislag ini seyogyanya didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 350/KMK.03/1994 tentang Tata Cara Tukar-Menukar Barang Milik/Kekayaan Negara.

Selanjutnya, pada Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 350/KMK.03/1994 khu-susnya pada huruf i (serah terima aset), antara lain disebutkan bahwa serah terima aset yang dilepas dan yang diganti harus dituangkan dalam Berita Acara, dengan ketentuan seluruh aset pengganti siap dipakai baik secara fisik dan administratif dan telah sesuai dengan perjanjian. Padahal, seperti disebutkan sebelumnya, PT SC tetap tidak dapat memenuhi seluruh aset pengganti seperti yang diperjanjikan dengan alasan saat itu (tahun 1998) terjadi krisis moneter, bahkan pihak PT SC meminta pengurangan (keringanan) atas nilai aset-aset yang dipertukarkan. Di lain pihak pada tahun 2009, PT SC bersama pihak “perwakilan” KKP mengikatkan diri kepada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) untuk menyelesaikan ruislag ini, dan KKP dinyatakan wajib menyerahkan aset BMN tanah kepada PT SC. Perintah eksekusi tanah dikeluarkan Pengadilan Negeri Kelas II Sidoarjo pada tahun 2013, namun belum terlaksana hingga kini.

Page 16: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

14

Kinerja

SINERGI

Upaya dan Langkah Penyelesaian RuislagSebagai tindak lanjut dari permasalahan ruislag tersebut, Inspektorat Jenderal KKP telah menginisiasi perlunya pembentukan Task Force atau satuan tugas percepatan tindak lanjut bersama dengan unit eselon I terkait, diantaranya dengan Setjen (Biro Keuangan, Biro Hukum dan Organisasi, dan Biro Umum) dan Ditjen Perikanan Budidaya (DJPB). Beberapa upaya penyelesaian yang telah dilakukan, dan yang menurut penulis perlu dilakukan :

1. Aset tanah dicatat dalam SIMAK BMN DJPB per semester I (satu) 2017 sebagai aset tetap, dengan nilai Rp 237.685.250,00 (sesuai nilai perolehan) dan telah disajikan dalam CaLK. Selanjutnya, dengan terbitnya

Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2017 Tentang Penilaian Kembali BMN/Daerah, KKP akan mengusulkan aset tanah tersebut menjadi obyek yang ikut dilakukan penilaian kembali oleh DJKN sesuai nilai wajar saat ini. Hasil penilaian kembali tersebut akan menjadi dasar nilai aset tanah selanjutnya pada SIMAK BMN.

2. Apabila status pengguna tanah dan penetapan sebagai BMN idle dari Kemenkeu telah keluar, maka aset tersebut direklasifikasi dari aset tetap menjadi aset lainnya, dan mengungkapkan secara memadai dalam Catatan Ringkas Barang Milik Negara dan Catatan atas Laporan Keuangan.

3. Mengundang PT SC untuk mem-bicarakan upaya menyelesaikan sengketa tanah. Sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pelaksanaan eskse-kusi dapat dibatalkan apabila ditemukan hal-hal yang dapat membatalkan putusan arbitrase, yaitu: a) surat atau dokumen yang

diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;

b) setelah putusan diambil di-temukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan;

c) atau putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa (Pasal 70), dan wajib disampaikan paling lambat

Salah satu sudut Desa Segoro Tambak, Sidoarjo

Page 17: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

15Edisi II Tahun 2017

30 hari setelah pendaftaran putusan arbitrase ke Peng-adilan Negeri (PN) Sidoarjo. Menurut penulis, mengingat telah lewat batasan waktu pengajuan pembatalan putus-an, KKP d.h.i DJPB bersama Biro Hukum dan Organisasi dan/atau Konsultan Hukum dapat meminta pembata-lan demi hukum perjanjian awal ruislag yang menjadi dasar perikatan arbitrase, meng-ingat wan-prestasi pihak PT SC yang belum menyelesaikan seluruh kewa-jibannya sesuai kesepakatan awal tersebut. Hal ini juga sesuai dengan Surat Dirjen Anggaran pada tahun 1999 yang menyarankan untuk membatalkan perjanjian di-karenakan adanya pihak yang wan prestasi. Untuk itu diperlukan ketegasan pihak DJPB (melalui koordinasi dengan Biro Hukum dan/atau konsultan hukum) untuk dapat meminta PN Kelas II Sidoarjo membatalkan putusan eksekusi, sekaligus meminta BANI membatalkan putusannya dengan dasar bahwa perjanjian awal ruislag sebagai awal perikatan batal demi hukum karena adanya wan prestasi, tentunya dengan pertimbangan-per-timbangan hukum yang ber-laku.

4. Dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Sidoarjo yang memperuntukkan kawasan tanah sengketa tersebut sebagai kawasan

perumahan pantai, dan kondisi saat ini bahwa KKP d.h.i DJPB sudah “tidak membutuhkan” tanah tersebut, maka menurut penulis sebaiknya aset tanah tersebut “dikembalikan” ke-pada Kementerian Keuangan selaku instansi Pengelola BMN sebagai aset BMN idle. Sesuai PMK Nomor 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan BMN yang Tidak Digunakan untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara/Lembaga, khususnya Pasal 3, disebutkan kriteria BMN idle diantaranya adalah BMN dalam penguasaan Pengguna Barang namun tidak digunakan. KKP d.h.i DJPB dengan ber-koordinasi Biro Keuangan dapat berinisiatif segera menyampaikan permohonan untuk diklarifikasi, sehingga dari Kementerian Keuangan

dapat segera diterbitkan Surat Permintaan Klarifikasi Tertulis, sebagai dasar BMN dinyatakan terindikasi idle. Namun untuk penyelesaian pengembalian aset ke Pengelola Barang, sesuai Pasal 17 PMK tersebut, KKP d.h.i DJPB wajib segera menyelesaikan permasalahan hukum terlebih dahulu.

5. Dalam masa penyelesaian status hukum tersebut, KKP d.h.i DJPB wajib melakukan pengamanan dan pemeliharaan BMN sampai dengan barang tersebut berada dalam penguasaan dan pengelolaan Pengelola Barang berdasarkan Berita Acara Serah Terima, sebagaimana diatur pada Pasal 19 ayat (1). Pengamanan tersebut meliputi pengamanan administrasi (seperti: inventa-risasi, pembukuan, pelaporan,

Gedung Pengadilan Negeri Sidoarjo

jaw

apos

.com

Page 18: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

16

Kinerja

SINERGI

dan penyimpanan dokumen kepemilikan dan bukti lain), fisik (diantaranya pemagaran dan pemasangan tanda batas), dan hukum (antisipasi terhadap gugatan hukum).

6. Setelah Berita Acara Serah Terima BMN Idle diperoleh, langkah selanjutnya, KKP d.h.i DJPB mengeluarkan dari Laporan Barang Kuasa Pengguna, Laporan Barang Pengguna, dan Neraca, serta mereklasifikasikan ke dalam Daftar BMN Idle. Terakhir, menghapus dari Daftar Barang Pengguna (Kuasa Pengguna) setelah diterbitkan Keputusan Penghapusan; dan mengungkapkannya secara memadai dalam Catatan atas Laporan Barang Milik Negara dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Hal lain yang menjadi catatan penulis, meskipun dalam temuan LHP LK 2016 disebutkan sebagai dasar hukum adalah PP Nomor 27 Tahun 2014, namun dengan memperhatikan Pasal-pasal Per-alihan yang ada, seyogyanya penyelesaian ruislag juga sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelumnya sebagai-mana yang telah diuraikan di atas. Selanjutnya setelah selesai permasalahan hukum yang ada, maka proses berikutnya tentu harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku.

Daftar Pustaka :

1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

3. Peratruan Presiden Nomor 75 Tahun Tentang Tentang Penilaian Kembali BMN/Daerah;

4. PerMenKeu Nomor: 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara, pengganti PerMenKeu Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara;

5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 350/KMK.03/1994 tentang Tata Cara Tukar-Menukar Barang Milik/Kekayaan Negara; dan

6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 470/KMK.01/1994 tentang Tata Cara Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik Negara.

Page 19: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

17Edisi II Tahun 2017

Pada tanggal 26 April 2016, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) Yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara/Lembaga.

Peraturan ini adalah penyem-purnaan dari PMK Nomor 250/PMK.06/2011 dalam rangka menyikapi perkembangan kondisi dan praktik yang terjadi serta guna

Oleh: Irwan (Auditor Madya)

meningkatkan efektivitas dan opti-malisasi penggunaan BMN pada Kementerian/Lembaga dengan tetap menjunjung tinggi tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Peraturan tersebut merupakan jawaban dari banyaknya aset negara berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak atau belum digunakan secara efektif.

BMN idle menurut peraturan ini adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga (K/L). Dalam peraturan tersebut, kriteria dari BMN idle, meliputi: BMN yang tidak digunakan, juga BMN yang digunakan tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya, tetapi dikecualikan dari ketentuan tersebut, yaitu BMN telah di-rencanakan untuk digunakan sebelum berakhirnya tahun kedua atau BMN telah direncanakan untuk dimanfaatkan dalam waktu 1 (satu) tahun, sejak BMN terindikasi idle yang dinyatakan berlaku sejak diterbitkannya Surat Permintaan Klarifikasi Tertulis oleh Pengelola Barang. Dalam peraturan ini Pengelola Barang berwenang dan ber-tanggung jawab dalam meminta klarifikasi tertulis kepada Peng-guna Barang/Kuasa Pengguna Barang (di antaranya terkait identitas dan keberadaan BMN terindikasi idle, penggunaan, rencana penggunaan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak terindikasi idle, pelaksanaan pemanfaatan, dan rencana pemanfaatan dalam waktu 1 (satu) tahun sejak BMN terindikasi idle). Selanjutnya di-lakukan penelusuran terhadap penggunaan dan pemanfaatan BMN terindikasi idle. Setelah dilakukan penelitian terhadap informasi dan surat jawaban dari

Pengelolaan BMN Idle: Ringankan Beban Belanja Negara

Page 20: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

18

Kinerja

SINERGI

Pengguna Barang/Kuasa Peng-guna Barang, Pengelola Barang menetapkan BMN dimaksud se-bagai BMN idle. Pengelola Barang kemudian melakukan pengecekan administratif dan fisik atas BMN idle yang akan diserahkan oleh Pengguna Barang dimaksud. Di pihak lain, Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang ber-tanggung jawab menyam-paikan surat jawaban atas BMN terindikasi idle kepada Pengelola Barang, melakukan pengamanan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap BMN idle yang belum dilakukan serah terima kepada Pengelola Barang. Apabila ditemukan permasalahan administrasi dan hukum atas BMN idle sebelum diserahkan kepada Pengelola Barang, maka Pengguna Barang wajib menyelesaikannya terlebih dahulu. Pengguna Barang selanjutnya menandatangani Berita Acara Serah Terima BMN

idle kepada Pengelola Barang; dan menghapusnya dari Daftar Barang Pengguna dengan menerbitkan Keputusan Penghapusan.

Sebagai sumber informasi BMN idle dapat berasal dari: laporan pengawasan dan pengendalian BMN oleh Pengelola Barang, laporan pengawasan dan pengen-dalian BMN oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang, informasi tertulis dan/ atau laporan dari Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang, Laporan Barang Pengguna/Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah berupa temuan BMN yang terindikasi idle, media massa, dan/ atau laporan masyarakat yang diterima oleh Pengelola Barang, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Lantas apakah ada sanksi bagi Pengguna Barang yang tidak menyerahkan BMN idle?. Berdasar-kan Peraturan ini, maka Pengelola Barang dapat mengenakan sanksi pembekuan dana pemeliharaan BMN idle dan/atau penundaan penyelesaian atas usulan Pemanfaatan, Pemindahtanganan, atau Penghapusan BMN yang diajukan oleh Pengguna Barang. Selain sanksi tersebut pada Pasal 35, Pengelola Barang dapat pula mempertimbangkan untuk tidak menyetujui usulan RKBMN Pengadaan yang diajukan.

Ilustrasi BMN Idle meringankan keuangan negaraPenggunaan BMN idle oleh K/L yang membutuhkan tanah dan/atau bangunan merupakan salah satu cara meringankan beban belanja negara. Sebagai contoh: Satker A mempunyai sebidang

Aplikasi SIMAK BMN

Page 21: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

19Edisi II Tahun 2017

tanah seluas 26.000 m2 senilai Rp3.5 miliar, kondisi tanah tidak dimanfaatkan (idle). Sementara itu Satker B dalam DIPA terdapat anggaran sebesar Rp 8 miliar untuk pengadaan sebidang tanah untuk pembangunan Gedung Kantor. Tanah tersebut akhirnya diserahkan kepada Satker B untuk dibangun Gedung Kantor, dengan demikian negara dapat menghemat keuangan Negara sebesar Rp 8 miliar. BMN idle yang telah diserahkan kepada Pengelola Barang dapat memberikan kontribusi pendapatan negara dari PNBP melalui mekanisme pemanfaatan BMN. DJKN yang memiliki instansi vertikal dapat menambah pendapatan negara dengan cara memasang tanda penguasaan atas tanah yang berisi informasi Kanwil DJKN/KPKNL yang menguasai tanah idle tersebut dan tanda yang berisi peluang untuk dimanfaatkan oleh pihak ketiga. Dengan cara itu, tanah yang menganggur tersebut tidak akan membebani APBN dengan biaya pengamanan dan pemeliharaannya sekaligus memberikan kontribusi Pen-dapatan Negara Bukan Pajak.

Di samping peraturan mengenai pembekuan dana pemeliharaan BMN, diperlukan juga kese-ragaman prosedur kerja dan bentuk surat yang berkaitan dengan pengelolaan BMN idle seperti Laporan Pelaksanaan Investigasi atau Penelitian. Selain itu, untuk efisiensi pelaksanaan peraturan ini, wewenang dan tanggung jawab dari Pengelolaan BMN

idle yang dipegang oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara dapat didelegasikan kepada instansi vertikal dengan berdasarkan wilayah kerja maupun berdasar nilai BMN yang terindikasi idle, seperti memberikan kewenangan pengelolaan BMN idle sampai dengan lima milyar rupiah ke KPKNL, sampai dengan sepuluh milyar ke Kanwil DJKN (PP 27 tahun 2014 pasal 58).

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku pelaksana fungsional atas kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan selaku Pengelola BMN dapat membantu meringankan beban belanja negara sekaligus menambah pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari Pengelolaan BMN idle tersebut.

Dengan demikian, Pengelolaan BMN idle secara efektif, yaitu

untuk penyelenggaran tugas dan fungsi K/L, dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat melalui penghematan belanja negara dan memberikan kontribusi pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

Daftar Pustaka :1. Undang Undang Nomor: 1 Tahun

2004, tentang Per-bandaharaan Negara

2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 71/PMK.06/2016, tentang Tata Cara Pengelolaan BMN yang tidak Digunakan untuk Pemeyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara/Lembaga;

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan BMN.

Page 22: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

20

Kinerja

SINERGI

Kepatuhan entitas Pemerintah terhadap Standar Akuntansi

Pemerintahan (SAP) untuk mem-peroleh opini BPK dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian merupakan suatu keharusan. Dalam penilaian kepatuhan pada standar terdapat dua sisi, yaitu sisi pertama dari sisi manajemen entitas Pemerintah, dan sisi kedua yaitu pertimbangan profesional Auditor. Perbedaan kebijakan (lebih tepatnya: tafsir) manajemen pemerintahan (termasuk institusi pemeriksa) dalam memahami suatu ketentuan, membawa konsekuensi perdebatan dalam menakar tingkat kepatuhan suatu aturan. Panduan lengkap (fatwa) terhadap kondisi multitafsir perlu dipersamakan dalam satu persepsi. Salah satunya adalah ketidaksepakatan dalam

menafsirkan SAP terutama berkaitan dalam pelaporan aset berupa makhluk hidup.

Beberapa instansi pemerintah memiliki aset yang cukup besar terkait makhluk hidup, sebut saja Kementerian Pertanian, Ke-menterian Kehutanan, Kemen-terian Kelautan dan Perikanan, dan dinas-dinas di bawah kendali Pemerintah Daerah. “Makhluk Hidup” ini didefinisikan oleh praktisi dan profesional akuntansi dengan penyebutan “Aset Biologis”. Pada sektor privat (swasta) dengan merujuk pada International Accounting Standard (IAS) 41, Aset Biologis adalah hewan atau tumbuhan yang masih hidup yang dikendalikan atau dikuasai perusahaan atas akibat dari kejadian masa lalu.

Sektor privat di Indonesia telah terlebih dahulu menggunakan pengukuran nilai wajar untuk penilaian aset tertentu. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam beberapa tahun ini telah melaku-kan perombakan pada Pernyata-an Standar Akuntansi Keuangan (SAK), padahal masih banyak perdebatan-perdebatan, tidak ha-nya di Indonesia tetapi secara In-ternasional. Sebagaimana diketa-hui, pada tahun 2001, International Accounting Standards Board (IASB) menerbitkan standar internasional pertama ditujukan pada sektor pertanian, yaitu Standar Akuntansi Internasional 41 - Pertanian (IAS 41), yang memper-kenalkan pengukuran dengan nilai wajar Aset Biologis dan produk pertanian. Keyakinan bahwa dasar pengukuran ini memungkinkan

Dilematis Kepatuhan Dalam Pelaporan Aset Biologis Oleh: Arlin Zulkarnain (Auditor Pertama)

Page 23: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

21Edisi II Tahun 2017

rumput laut

bibit lobster

ikan arwana

memiliki kredibilitas yang lebih besar untuk menyediakan infor-masi dalam Laporan Keuangan, dan lebih mencerminkan realitas ekonomi entitas keuangan (Argilés; Bladon; MONLLAU, 2009; ELAD; HERBOHN, 2011).

Pada sektor publik di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Peme-rintah Nomor 71 Tahun 2010 (PP 71/2010) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219 Tahun 2013 (PMK 219/2013), Aset Biologis diklasifikasikan ke dalam akun Aset Tetap Lainnya dan akun Persediaan. Pengukuran Persediaan sesuai dengan Per-nyataan Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 05 (PSAP 05) ditekankan untuk menggunakan nilai wajar (fair value) dalam pengukurannya (Lampiran I.06 PSAP 05 – 3 paragraf ke-20 baris ke-34), namun tidak menutup kemungkinan pengukuruan Per-sediaan menggunakan harga pokok produksi. Pendekatan penyajian berdasarkan peng-ukuran harga pokok produksi memerlukan informasi biaya. Menurut Geiger dan Ittner, 1996 disebutkan bahwa manajemen biaya di sektor publik digunakan untuk mengelola kegiatan atau program, mengukur kinerja, perencanaan dan pengendalian anggaran.

Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2015 s.d. 2016 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI), tidak ditemukan catatan mengenai Aset Biologis yang dapat

mempengaruhi opini Laporan Keuangan terkait pencatatan dan pengukurannya. Wacana perbedaan pemahaman dan penafsiran baik dari Manajemen maupun Auditor mungkin saja terjadi. Berkaca dari penelitian dari Elad dan Herbohn Tahun 2011 di sektor privat, dimungkinkan terdapat perbedaan kesepakatan dan kebijakan manajemen dengan Auditor dalam penerapan SAP. Salah satu penelitian dari Scott dkk Tahun 2015 mengemukakan bahwa terdapat beberapa tantangan dalam pengukuran Aset Biologis di sektor publik, sebagaimana penelitian pada sektor publik di Afrika Selatan, menyebutkan terdapat beberapa tantangan dalam valuasi Aset Biologis dengan fair value, antara lain : (1) Ketiadaan pasar yang aktif; (2) Kurangnya tehnik penilaian

yang tersedia; (3) Kurangnya pemahaman

tentang penerapan persyaratan GRAP (Generally Recognised Accounting Practice);

(4) Tingginya biaya berkaitan penerapan fair value untuk Aset Biologis;

(5) Kurangnya panduan/template berkenaan dengan kebijakan atau prosedur yang harus diadopsi oleh suatu entitas;

(6) Tidak adanya template atau proses penerapan sehubungan dengan kebijakan akuntansi dalam hal GRAP; dan

(7) Anggaran yang dibatasi peng-gunaannya (Restricted budgets), dan pelaporan pengelolaan anggaran berkenaan dengan akuntansi nilai wajar (fair value).

Timbulnya berbagai kritisi ter-hadap standar dan implementasi IAS 41 tentang Agriculture di sektor privat, tidak menyurutkan adopsinya ke dalam IPSAS 27. IAS 41 sebenarnya telah dianggap bermasalah oleh Institute of Chartered Accountatns

aset-asetbiologis

ikan hias

Page 24: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

22

Kinerja

SINERGI

of Scotland karena memiliki banyak kekurangan dalam implementasinya (Aryanto, 2011). IPSAS 27 juga telah diadopsi dalam SAP sebagaimana tertuang dalam PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual.

Pembahasan dalam penyusunan Laporan Keuangan dengan harapan dapat memenuhi tujuan pelaporan keuangan, masih menimbulkan dilema pada sektor privat. Namun pada sektor publik pemenuhan akuntabilitas pada Laporan Keuangan yang disajikan merupakan suatu keharusan. Selain itu Laporan Keuangan Pemerintah dapat bermanfaat bagi penggunanya dalam memberikan informasi; serta pembuatan keputusan ekonomi, sosial, dan politik.

Beberapa kondisi yang memerlu-kan perhatian serius entitas Pemerintah yang memiliki Aset Biologis, sebagai berikut:

1) PengakuanPengakuan terhadap aset yang diperoleh didasarkan pada transaksi atau peristiwa ekonomi terkait pembelian atau pengadaan barang dan jasa pemerintah. Adapun terhadap Aset Biologis yang diproduksi sendiri, tidak serta merta secara tepat dan akurat diakui sebagai Persediaan. Keterbatasan yang dihadapi adalah ketiadaan sistem informasi manajemen dan petunjuk pelaksanaan terkait pengakuan Aset Biologis. Selain itu, ketiadaan pedoman sebagai

panduan dan sistem informasi manajemen yang memadai, menyebabkan “kebingungan dan keengganan” menghitung nilai Persediaan dalam kuantitas yang sulit dihitung secara manual (stock opname akhir tahun).

2) Pengukuran Pengukuran terhadap aset yang diperoleh dengan pembelian atau berdasarkan pengadaan barang dan jasa, menggunakan biaya historis. Aset Biologis yang diperoleh dengan cara memproduksi sendiri, diakui berdasarkan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Berdasarkan observasi dan per-hitungan bersama di salah satu Unit Pelaksana Teknis Perikanan (UPT) Budidaya, didapatkan biaya produksi terhadap salah satu jenis komoditas (Tabel 1).

Perhitungan biaya produksi per unit (unit cost) di atas dimungkinkan menghasilkan nilai yang lebih besar, dengan kemungkinan terdapat biaya yang belum sepenuhnya di-telusuri untuk produksi Udang Vannamei, dan sebaliknya lebih kecil jika mengacu tarif PNBP sebagaimana diinput oleh petugas SIMAK BMN. Bagi entitas Pemerintahan, pendekatan fair value akan sulit diterapkan, di-antaranya menyulitkan dalam pertanggungjawaban belanja (harga pasar) karena sistem penganggaran masih menggu-nakan cash basis sedangkan SAP mengacu pada accrual basis, ada-nya keengganan memasukkan biaya tetap sebagai komponen biaya karena dikhawatirkan akan mempengaruhi kebijakan pene-tapan harga jual/tarif PNBP

Jenis Komoditi(Induk)

Naupli (per 1.000 naupli)

Post Larva (PL) ≤ 12 hari (per 100 ekor)

Induk Vannamei

Tarif PNBP

Rp 0,4

Rp 10 (Rp 1000/ 100 PL)

Rp 40.000 per pasang

Harga Pasar

Rp 0,4 s.d. Rp 1

Rp 12 s.d. Rp 18

1) Lokal : Rp 70.000 s.d.

100.000 per pasang2) Impor: Rp1.000.000

s.d Rp 1.500.000 per pasang

Harga Pokok Produksi

(Unit Cost)

Rp 23

Rp 238

Rp 74.214(per ekor)

No

1

2

3

Tabel 1. Perbandingan Tarif, Harga Pasar dan Harga Pokok Produksi Udang Vannamei

(sumber: data diolah)

Page 25: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

23Edisi II Tahun 2017

dan penganggaran (untuk yang diproduksi sendiri), dan adanya keragaman pendapat dari ber-bagai pihak di lingkup organisa-si, terutama teknis perhitungan sebagai informasi biaya.

3) PengungkapanKesulitan dalam menggunakan pendekatan fair value dan harga pokok produksi, menyebabkan pengungkapan nilai persediaan masih menggunakan tarif PNBP. Berdasarkan penyajian di Laporan Keuangan diketahui bahwa aset yang diperoleh dengan pembelian atau dengan cara pengadaan barang dan jasa, diakui sebagai aset tetap untuk calon induk/induk dengan masa manfaat lebih dari satu tahun. Adapun untuk pembelian yang akan diserahkan ke masyarakat akan diakui sebagai Persediaan sesuai dengan PSAP nomor 1 yang menjelaskan pengertian tentang Persediaan. Terkait Aset Biologis yang diperoleh dengan cara diproduksi sendiri, aset tersebut akan diungkapkan dalam pelaporan sebagai Persediaan, walaupun sebagian hasil produksi digunakan untuk produksi di masa yang akan datang (bearer asset). Penetapan Bagan Akun Standar (BAS) merupakan acuan yang digunakan oleh satuan kerja atau entitas. Kekakuan dalam sistem pelaporan terkait penjurnalan aset biologis (SAIBA) juga membuat hambatan dalam mengklasifikasikan Aset Biologis.

Pada institusi pemerintahan, bilamana terdapat aset tetap

yang hilang, maka diwajibkan melakukan ganti rugi. Aset Biologis yang mati atau dikanibalisasi (dimakan) selama masa perawatan menimbulkan polemik mengenai pertanggungjawaban. Ganti rugi merupakan hal “menakutkan” bagi manajemen, bila kejadian tersebut dikenakan kepada mereka, sehingga memicu manajemen untuk mengungkapkan Aset Biologis ke dalam akun persediaan

Kesimpulan

Penyusunan Laporan Keuang-an sesuai dengan SAP merupa-kan suatu keharusan yang menunjukkan kepatuhan organi-sasi Pemerintah terhadap aturan yang berlaku. Ketidaksempurnaan panduan dalam penyusunan Laporan Keuangan sesuai SAP telah menimbulkan polemik atas perbedaan pemahaman dan penafsiran terhadap SAP itu sendiri. Salah satu permasalahan dalam penyajian Aset Biologis di Laporan Keuangan menimbulkan keraguan akan terpenuhinya karakteristik kualitatif yang menjadi prinsip mendasar dalam penyusunan Laporan Keuangan sesuai SAP.

Penggunaan pendekatan yang akan dituangkan dalam perbaikan kebijakan akuntansi terutama terkait Aset Biologis, memerlukan kesamaan pemahaman dan pe-nafsiran. Pendekatan harga perolehan, fair value dan harga pokok produksi dalam pelaporan keuangan memerlukan ketegasan

panduan, terutama untuk aset yang diproduksi sendiri.

Catatan penting, bahwa fair value sulit diimplementasikan, namun disadari pendekatan harga pokok produksi dalam pengukuran Aset Biologis belum siap di-implementasikan, memerlukan kesiapan organisasi pemerintahan terutama kesediaan sumber daya manusia dan infrasktruktur sistem informasi manajemen yang memadai.

Daftar Pustaka :1. Argilés, J. M., dan E. J. Slof. 2001.

New Opportunities for Farm Accounting. European Accounting Review, 10(2), 361-383.

2. Aryanto, Y. H. 2011. Theoretical Failure of Ias 41.

3. Elad, C., dan K. Herbohn. 2011. Implementing Fair Value in the Agricultural Sector. Scotland: SATER, Working Paper.

4. Indonesia, R. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

5. Scott, D., C. Wingard, dan B. Marilene Van. 2016. Challenges with the Financial Reporting of Biological Assets by Public Entities in South Africa. South African Journal of Economic and Management Sciences, 19(1), 139-149. Retrieved from https://search.proquest.com/docview/1772109162?accountid=50637.

Page 26: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

24

Kinerja

SINERGI

Setiap tahun kita dihadapkan permasalahan pengadaan barang/jasa. Salah satu

permasalahan yang sering terjadi adalah kesalahan penetapan jenis kontrak, sehingga menimbulkan permasalahan dalam pembayaran. Permasalahan karena kesalahan penetapan jenis kontrak ini cenderung terjadi pada akhir tahun saat batas akhir pembayaran terhadap pekerjaan, yang mengakibatkan risiko putus kontrak.

Penetapan jenis kontrak ini menjadi sangat penting karena menurut Peraturan Pengadaan Barang/Jasa bahwa dalam Dokumen Pengadaan penetapan jenis kontrak akan mengikat pelaksana pekerjaan termasuk pembayarannya. Selain itu, jenis kontrak akan mempengaruhi

Pemilihan Jenis Kontrak Sesuai dengan Pekerjaan

Oleh: Lutfi (Auditor Madya)

animo peserta untuk mengikuti penawaran atau tidak. Jenis kontrak juga berpengaruh dalam koreksi aritmatika, karena antara kontrak lumpsum dan harga satuan memiliki perbedaan dalam pelaksanaan koreksi aritmatika, sehingga dapat mempengaruhi dalam menentukan pemenang lelang.

Jenis Kontrak dan Penggunaan dalam Pengadaan Barang/Jasa

Dalam Peraturan Presiden Nomor: 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 50 menjelaskan bahwa jenis kontrak yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan terbagi dalam 4 (empat) kategori: 1) menurut cara pembayaran,

2) pembebanan tahun anggaran,3) sumber pendanaan dan 4) jenis pekerjaan. Pada tulisan ini hanya menguraikan tentang kontrak berdasarkan cara pembayaran, mengingat jenis ini paling sering digunakan dalam pelaksanaan pengadaan terutama di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Kontrak berdasarkan cara pem-bayaran dibagi lagi dalam lima macam yakni kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, kontrak gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak presentase, dan kontrak turnkey, dengan penjelasan berikut:

1. Kontrak LumpsumKontrak Lumpsum merupakan kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh

Page 27: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

25Edisi II Tahun 2017

pekerjaan dalam batas waktu tertentu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak dengan ketentuan:a) Jumlah harga pasti dan tetap

serta tidak dimungkinkan pe-nyesuaian harga;

b) Semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa;

c) Pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi kontrak;

d) Sifat pekerjaan berorientasi kepada keluaran;

e) Total harga bersifat mengikat; dan

f) Tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang.

Inti dari kontrak lumpsum ada-lah tidak diperkenankan untuk melakukan pekerjaan tambah kurang, sehingga total kontrak ber-sifat tetap, tidak dapat dikurangi maupun ditambah. Apabila dalam riil lapangan terjadi perbedaan, maka hal tersebut menjadi risiko yang ditanggung oleh kontraktor.

Sistem kontrak lumpsum ini lebih tepat digunakan untuk pengadaan barang karena sudah diidentifikasi secara tepat jumlahnya, pe-nerimanya dan spesifikasinya jelas. Pengadaan barang yang dapat menggunakan kontrak lumpsum seperti pengadaan kendaraan bermotor, alat tulis kantor, peralatan laboratorium, pengadaan mesin, termasuk untuk pekerjaan konstruksi sederhana, misalnya: bangunan lantai satu, yang sudah dapat dihitung secara pasti berdasarkan gambar rencana dan spesifikasi teknisnya. Contoh bangunan sederhana dengan lantai satu: ruang kelas, pos jaga,

rumah operator, rumah dinas, serta pembangunan perahu/kapal kecil.

Harga yang mengikat dalam kontrak sistem ini adalah total penawaran harga, sedangkan item-item yang ada dalam Bills of Quantity (BQ) tidak mengikat dan tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan pembayaran. Pembayaran kontrak didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi kontrak (sesuai Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 Pasal 89 yaitu dapat diberikan dalam bentuk bulanan, termin atau sekaligus). Pada pengadaan barang, pem-bayaran dapat dilakukan pada tahap siap dikirim, setelah dikirim, barang diuji coba dan atau diterima, sedangkan pada pekerjaan konstruksi, pembayaran dilakukan misalnya setelah penyelesaian pondasi, setelah dinding dan kolom, setelah atap dan seterusnya.

2. Kontrak Harga SatuanKontrak Harga Satuan sesuai dalam Pasal 51, Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan, dengan ketentuan sebagai berikut: a) harga satuan pasti dan tetap

untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu;

b) volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat kontrak ditandatangani;

c) pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama

atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa; dan

d) dimungkinkan adanya pekerja-an tambah/kurang berdasarkan hasil pengukuran bersama atas pekerjaan yang diperlukan.

Fokus dari kontrak harga satuan yakni dapat dilakukan pekerjaan tambah/kurang, berdasarkan hasil pengukuran bersama atas pekerjaan yang diperlukan. Per-timbangan memilih jenis ini adalah untuk keakuratan pengukuran volume pekerjaan yang tinggi yang diperlukan survei dan penelitian yang mendalam, mendetail, dan sampel yang banyak, serta waktu yang lama, sementara harus segera dilakukan pelelangan.Melihat uraian di atas, maka jenis kontrak ini lebih tepat untuk digunakan pada pekerjaan konstruksi tidak sederhana yaitu pada bangunan yang memiliki spesifikasi yang masih dapat berubah dan/atau volume belum bisa dipastikan, seperti pembangunan pelabuhan, gedung bertingkat, pembangunan kapal-kapal besar dimana calon penerima, lokasi, spesifikasi, dan jumlah yang dapat berubah.Pembayaran berdasarkan peng-

Page 28: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

26

Kinerja

SINERGI

ukuran bersama yang dikerjakan di lapangan, dapat dipilih secara bulanan atau pembayaran sesuai dengan progres fisik tertentu (termin). Khusus untuk pekerjaan konstruksi pembayaran dilakukan sesuai yang terpasang.

3. Kontrak Gabungan Lumpsum dan Harga Satuan

Kontrak gabungan lumpsum dan harga satuan adalah kontrak yang merupakan gabungan sifat kontrak lumpsum dan harga satuan dalam satu pekerjaan yang diperjanjikan. Kontrak ini dapat digunakan misalnya pada pekerjaan konstruksi seperti pembangunan pelabuhan, yaitu pekerjaan pondasi tiang pancang menggunakan harga satuan, dan pada bagian atas (balok, plat dll) menggunakan kontrak lumpsum. Penggunaan kontrak lumpsum tersebut dapat digunakan, sepanjang volume dan jenis kegiatan secara pasti sudah sesuai dengan gambar dan spesifikasi tidak berubah. Untuk pengadaan kapal dapat juga digunakan kontrak gabungan, misalnya untuk pekerjaan lambung kapal menggunakan harga satuan karena tidak bisa

menentukan secara pasti jumlah volume bahan baja/kayu yang diperlukan, sedangkan untuk bagian kabin dan mesin dapat menggunakan kontrak lumpsum.

Hal yang harus diperhatikan pada kontrak gabungan ini yaitu sejak awal dalam Daftar Kuantitas dan Harga, penetapan item yang bersifat Harga Satuan atau Lumpsum harus ditentukan terlebih dahulu. Hal ini penting untuk pelaksanaan koreksi aritmatika pada saat proses pemilihan penyedia. Kekeliruan yang sering terjadi adalah hal tersebut tidak dengan jelas tertuang dalam dokumen pemilihan/pelelangan.

Pembayaran pekerjaan kontrak gabungan ini dapat menggunakan aturan sesuai dengan pembayaran pada kontrak satuan dan lumpsum di atas.

4. Kontrak PersentasePeraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, pasal 51 ayat (4) menguraikan bahwa Kontrak Persentase merupakan Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya, dengan ketentuan sebagai berikut: Penyedia Jasa

Konsultansi/Jasa Lainnya mene-rima imbalan berdasarkan persen-tase dari nilai pekerjaan tertentu; dan pembayarannya didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi Kontrak. Kontrak persentase digunakan untuk pekerjaan yang sudah memiliki acuan persentase, misalnya perencanaan dan pengawasan pembangunan gedung pemerintah, advokat, konsultan penilai, dan notaris. Konsultan Pengawas menerima imbalan sesuai dengan kemajuan fisik pekerjaan kontraktor yang diawasi, sedangkan Konsultan perencana sesuai dengan tahapan produk.

Berikut ini contoh pembayaran biaya perencanaan yang didasar-kan pada pencapaian prestasi/kemajuan perencanaan setiap tahapnya, yaitu :

Kontrak persentase dapat bersifat lumpsum atau harga satuan atau gabungan sangat tergantung dari jenis pekerjaan. Untuk biaya personil dapat bersifat lumpsum yakni dibayarkan berdasarkan output pekerjaan yang disepakati, atau dapat juga harga satuan tergantung pada pasal kontrak bilamana menganggap output pekerjaan tergantung pada tingkat

Tahap konsep rancangan

Tahap pra-rancangan

Tahap pengembangan

Tahap rancangan gambar detail dan penyusunan RKS serta RAB

Tahap pelelangan

Tahap pengawasan berkala

10%

20%

25%

25%

5%

15%

Page 29: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

27Edisi II Tahun 2017

kehadiran personil, sehingga pembayaran personil berdasarkan satuan waktu. Untuk biaya non personil bersifat satuan karena sesuai aturan menghendaki at cost berdasarkan pengeluaran riil lapangan. Dari uraian di atas untuk jenis kontrak persentase dapat bersifat gabungan lumpsum dan satuan.

5. Kontrak Terima Jadi (Turnkey)

Kontrak Terima Jadi (turnkey) merupakan kontrak pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan ketentuan: a) jumlah harga pasti dan tetap

sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan

b) pembayaran dilakukan ber-dasarkan hasil penilaian ber-sama yang menunjukkan bahwa pekerjaan telah di-laksanakan sesuai dengan kriteria kinerja yang telah di-tetapkan. Kontrak Terima Jadi digunakan untuk membeli suatu barang atau instalasi jadi yang hanya diperlukan sekali saja, dan tidak mengutamakan kepentingan untuk alih (transfer) teknologi selanjutnya.

Pembayaran jenis kontrak ini dilakukan setelah pekerjaan selesai seluruhnya atau 100%. Pengadaan barang lebih tepat menggunakan jenis kontrak ini, namun apabila setiap tahun barang tersebut dibutuhkan, maka kurang tepat menggunakan jenis kontrak ini. Jenis kontrak seperti ini dapat diterapkan untuk pengadaan seperti antara lain pengadaan server, satelit, dsb.

Kontrak e-katalogAda 1 (satu) jenis kontrak yang bukan termasuk kategori cara pembayaran, namun perlu penulis uraikan, yaitu Kontrak Payung. Kontrak Payung merupakan kontrak yang digunakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) dengan Penyedia dalam peng-adaan barang/jasa melalui e-katalog (pasal 53 ayat (3) dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012), dengan ketentuan: a. Diadakan untuk menjamin

harga barang/jasa lebih efisien, ketersediaan barang/jasa terjamin dan sifatnya dibutuhkan secara berulang dengan volume atau kuantitas pekerjaan belum dapat ditentukan pada saat kontrak ditandatangani;

b. Pembayarannya didasarkan pada hasil penilaian/pengukur-an bersama terhadap volume/kuantitas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa secara nyata.

Bila mengkaji huruf a dan b di atas pada kondisi volume pekerjaan belum diketahui secara jelas, maka

jenis kontrak dapat menggunakan harga satuan. Tentunya pada saat LKPP melakukan kontrak dengan penyedia belum mengetahui secara jelas volume, tetap dapat menggunakan harga satuan. Namun bila sudah diketahui volume yang dibutuhkan, maka pertimbangan untuk menggu-nakan lumpsum dapat dibenarkan pula.

KesimpulanSebelum pelaksanaan kegiatan dimulai, setiap PPK harus menentukan jenis kontrak yang akan dipilih dan dituangkan dalam rancangan kontrak yang akan disampaikan kepada Pokja Pengadaan. Dalam pemi-lihan jenis kontrak tersebut, hendaknya mempertimbangkan berbagai faktor sehingga tidak ditemukan permasalahan pada saat pembayaran. Tidak ada jenis kontrak yang terbaik, yang ada jenis kontrak yang paling tepat.

Daftar Pustaka :Perpres 54 Tahun 2010 Jo. Perpres 70 Tahun 2012, Jo. Perpres 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Page 30: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

28

Kinerja

SINERGI

Menurut Peraturan Menteri PAN Nomor PER/05/M.

PAN/03/2008 tentang Standar Audit APIP, audit investigatif (investigasi) adalah proses mencari, menemukan, dan mengumpulkan bukti secara sistematis yang bertujuan mengungkapkan terjadi atau tidaknya suatu perbuatan dan pelakunya guna dilakukan tindakan hukum selanjutnya. Pengertian ini menekankan audit investigasi pada proses “mencari, menemukan, dan mengumpulkan bukti”, dimana sangat berbeda dengan pengertian audit pada umumnya yang menekankan pada proses identifikasi, analisis, dan evaluasi bukti. Perbedaan ini disebabkan sasaran audit investigasi berupa penyimpangan (fraud) yang mempunyai sifat dasar tersembunyi, sehingga audit investigasi pada dasarnya mencari dan menemukan bukti-bukti penyimpangan (fraud) yang bersifat tersembunyi, dan selanjutnya mengumpulkan bukti-bukti tersebut untuk melakukan tindakan penegakan hukum.

Oleh: Wahjudi Poerwanto (Auditor Madya)

Pengertian audit investigasi tersebut memberikan informasi kepada kita bahwa tingkat kesulitan proses audit investigasi lebih sulit dibandingkan proses audit pada umumnya. Dalam pelaksanaan audit investigasi seorang auditor harus meren-canakan kegiatan audit dengan lebih cermat dan akurat, sehingga pengungkapan terjadi atau tidaknya kasus fraud dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka menindak pelakunya dalam proses hukum selanjutnya (Pusdiklatwas BPKP, 2013).

Perencanaan audit investigasi dimulai dari suatu prediksi atau dugaan terhadap suatu kejadian yang mengandung fraud, sehingga perencanaan audit investigasi diawali dengan serangkaian tindakan untuk mendeteksi, mencari, dan menemukan kejadian yang diduga mengandung tindakan kecurangan guna menentukan apakah kejadian yang terindikasi ada kecurangan dapat dilakukan audit investigasi.

Kejadian tersebut merupakan informasi awal dan bila ternyata layak untuk dilakukan audit investigasi, selanjutnya dilakukan analisis dan evaluasi untuk bahan penyusunan hipotesa. Dari hipotesa tersebut disusun Program Kerja Audit (PKA) Investigasi.

Sumber Informasi Dugaan Tindak Kecurangan (Fraud)

Sumber informasi awal duga-an indikasi adanya kasus penyimpangan dan fraud dapat berasal atau diperoleh dari dalam organisasi (internal) mau-pun sumber dari luar organisasi (eksternal), yaitu dari:1. Pengembangan hasil audit

ketaatan, audit keuangan, audit kinerja, dan audit lain. Jika dari hasil audit tersebut ditemukan indikasi kuat terjadinya pe-nyimpangan atau kecurangan, akan ditindaklanjuti ke audit investigasi. Indikasi penyimpangan atau kecurangan tersebut merupakan informasi awal yang dipakai sebagai

Perencanaan Audit Investigasi

Page 31: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

29Edisi II Tahun 2017

bahan dalam audit investigasi.2. Hasil deteksi kecurangan dari

auditor intern atau dari pejabat/petugas yang berwenang (atasan unit organisasi). Jika hasil deteksi diperoleh indikasi kuat terjadinya fraud, maka akan ditindaklanjuti ke audit investigasi. Sebelum dilakukan audit investigasi, maka terlebih dahulu dilakukan analisa atau kajian terhadap informasi yang diperoleh tersebut.

3. Pengaduan masyarakat. Peng-aduan dari masyarakat yang diterima oleh organisasi/unit kerja tentang adanya kasus penyimpangan atau kecurangan harus direspon secara cepat apakah pengaduan tersebut layak untuk ditindaklanjuti ke audit investigasi. Materi yang diadukan dievaluasi bukti dukungnya apakah cukup informasinya, dan bila belum cukup maka dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) baik secara terbuka atau tertutup.

4. Media massa. Adanya informasi dari media massa atas dugaan terjadinya penyimpangan atau kecurangan di suatu organisasi atau unit kerja, auditor internal melakukan analisis dan evaluasi. Bila hasil analisis dan evaluasi terbukti, dilakukan audit investigasi.

Disamping informasi awal dari berbagai pihak, audit investigasi dapat juga dilakukan karena adanya permintaan dari Pimpinan instansi/unit organisasi. Perminta-an tersebut sebelum dilakukan audit investigasi, dimulai dengan tahapan identifikasi kejadian

untuk mencari dan menemukan adanya indikasi kuat terjadinya tindak fraud.

Identifikasi MasalahIdentifikasi masalah dilakukan dengan menelaah informasi awal dengan melakukan analisis untuk kemudian dilakukan evaluasi terhadap hasil analisis. Analisis informasi awal dilakukan dengan menguraikan seluruh informasi awal ke dalam unsur-unsur 5W+1H, atau apakah informasi awal dapat menjawab 5W+1H. Sebagai contoh fraud pada proses penerbitan SLO kapal perikanan, yaitu: a) What (Apa), yaitu memper-

tanyakan kecurangan atau penyimpangan apa yang terjadi atau indikasi berupa penyimpangan apa yang dapat diungkap dari informasi awal, seperti apakah persyaratan administrasi lengkap;

b) Who (Siapa), yaitu untuk meng-identifikasi siapa pelakunya dan menentukan posisi pelaku dalam struktur organisasi, apa tugas dan wewenangnya. Perlu juga diidentifikasi untuk me-nentukan siapa pihak-pihak yang perlu diminta keterangan atau diwawancarai, serta apa-kah diperlukan tugas khusus dan keahlian khusus untuk mengungkap kasus; contoh dalam hal ini adalah Pengawas Perikanan yang menerbitkan SLO dan atasannya;

c) When (Kapan), yaitu meng-identifikasi kapan terjadinya penyimpangan atau kecurang-an. Hal ini diperlukan untuk penentuan periode yang diaudit

dan menentukan peraturan per-undang-undangan yang berlaku pada periode tersebut, dalam hal ini yaitu periode penerbitan SLO kapal perikanan yang diduga terjadi penyimpangan;

d) Where (Dimana), yaitu menen-tukan tempat terjadinya pe-nyimpangan dan kecurangan guna menentukan lingkup audit, dan menentukan pihak-pihak yang terkait, misalnya ditempat pe-nerbitan SLO kapal perikanan;

e) Why (Mengapa), yaitu meng-identifikasi penyebab terjadinya penyimpangan atau kecurangan, misalnya karena kelemahan pengendalian internal atau adanya kolusi dengan pihak pengguna jasa (pemilik kapal, pengurus kapal, Nakhoda). Selain itu untuk memperoleh informasi tentang apa motivasi dilakukan kecurangan, dimana dalam contoh ini karena adanya pemberian uang;

f) How (Bagaimana), yaitu meng-identifikasi cara atau modus operandi penyimpangan atau kecurangan dan tindakan pihak-pihak yang terlibat. Pada informasi awal, biasanya sulit untuk mengidentifikasi modus operandinya, tetapi dapat diperkirakan berdasarkan jenis penyimpangan atau kecurangannya, contoh pe-nerbitan SLO kapal perikanan tanpa dilakukan verifikasi atas pemenuhan persyaratan administrasi dan kelayakan teknis oleh Pengawas Perikanan, dengan imbalan menerima sejumlah uang/barang dari pemilik/pengurus/nakhoda kapal.

Page 32: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

30

Kinerja

SINERGI

Evaluasi Informasi Awal dan Penyusunan Hipotesa

Evaluasi informasi awal dilakukan untuk dapat mengidentifikasi apakah informasi awal yang telah dianalisis dapat menjawab pertanyaan 5W+1H atau tidak. Bila belum dapat menjawab 5W+1H, maka diupayakan untuk memperoleh informasi tambahan. Informasi tambahan tersebut dapat diperoleh secara terbuka dan tertutup. Perolehan informasi secara terbuka dilakukan secara terang-terangan dengan men-datangi berbagai organisasi atau instansi dan pihak-pihak yang dianggap kompeten, sedangkan perolehan informasi secara tertu-tup dilakukan secara diam-diam dan tersembunyi.

Setelah informasi awal dapat mengidentifikasi 5W+1H, maka dapat disusun hipotesa awal. Hipotesa awal ini berupa keterangan, pernyataan, atau taksiran sementara yang dapat diterima untuk menerangkan fakta atau kondisi yang diduga mengandung penyimpangan yang harus diuji validitasnya, dimana data dan informasi yang tersedia sangat terbatas. Hipotesa ini digunakan sebagai petunjuk atau dasar untuk menetapkan Program Kerja Audit (PKA) investigasi.Dari hipotesa sudah dapat digambarkan rekayasa indikasi kecurangan misalnya pengadaan barang/jasa apa yang fiktif, siapa individu yang mempunyai kesempatan berbuat, bagaimana kemungkinan cara menutupinya dan cara mengalihkan. Diidentifikasi pula kemungkinan

penyebab terjadinya, dan indikasi kelemahan pengendalian intern sehingga memungkinkan terjadi-nya kecurangan, serta langkah dan metode pengungkapan yang mungkin dilakukan.

Identifikasi RisikoPada setiap kegiatan pasti menghadapi ketidakpastian yang identik dengan risiko, demikian halnya dengan kegiatan audit. Bila risiko tersebut tidak dikendalikan, auditor akan menghadapi risiko yang berakibat ketidakefektifan dan ketidakefisienan dalam pelaksanaan audit.

Oleh karena itu, dalam penelaahan informasi awal, auditor harus mengidentifikasikan risiko yang kemudian mengatur strategi untuk memperkecil, mengendalikan, atau melakukan tindakan-tindakan dalam mengantisipasi risiko yang akan terjadi. Risiko tersebut antara lain berupa hilangnya bukti-bukti yang terkait, pihak-pihak yang terkait sulit dihubungi, atau pihak-pihak yang terkait berkoordinasi untuk menyamakan keterangan atau bukti.

Simpulan Hasil Penelaahan Informasi Awal

Hasil penelaahan informasi awal dengan melakukan analisis, evaluasi, dan identifikasi risiko digunakan untuk memperoleh simpulan guna menetapkan layak tidaknya suatu indikasi kecurangan ditindaklanjuti dengan audit investigasi, dimana simpulan tersebut memuat:

a) Sumber informasi yang di-peroleh dan dipakai dasar penelaahan. Jika informasi diperoleh dari : •pengembangan hasil audit

lainnya, maka dugaan adanya kecurangan merupakan in-formasi awal yang dipakai sebagai bahan dalam analisa;

•hasil deteksi kecurangan dari pejabat/atasan, maka perlu bukti dukung dan dianalisa;

•pengaduan, maka harus diungkap materi/substansi pengaduannya;

•media masa, maka harus dianalisa serta mencari bukti dan keterangan pendukung.

b) Bukti-bukti awal yang diperoleh, termasuk yang diperoleh dari

Page 33: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

31Edisi II Tahun 2017

informasi tambahan; c) Hasil analisis mengenai 5W+1H; d) Hasil evaluasi, terutama hipo-

tesis yang berhasil dihimpun; e) Simpulan, yang mengungkap: •rekayasa indikasi kasus, yaitu

status masing-masing unsur (5W+1H) harus ditelaah;

• identifikasi risiko dan kendala yang dihadapi;

•simpulan layak tidaknya di-lakukan audit investigasi; dan

•rekomendasi untuk peng-amanan auditnya.

Hasil penelaahan informasi awal tersebut dipaparkan atau diekspose, dengan maksud mem-beberkan dan mengungkap secara formal tentang suatu kenyataan/kejadian untuk mendapatkan tanggapan atau komentar penyem-purnaan materi yang disajikan dengan menyeragamkan berbagai sudut pandang terhadap suatu permasalahan yang terjadi.

Pemaparan oleh auditor dilaku-kan dalam forum rekan sejawat secara terbatas untuk ditanggapi dan diminta saran perbaikan. Berdasarkan pemaparan, kemung-kinan terjadi perubah-an dan penyempurnaan simpulan se-hingga putusan tindak lanjutnya cukup memadai. Materi yang dipaparkan sesuai dengan simpulan yang dibuat saat penelaahan informasi awal.

Dari hasil pemaparan diperoleh simpulan final, terutama layak tidaknya informasi awal ditindaklanjuti ke audit investigasi, kemudian disusun laporan hasil penelaahan informasi awal. Simpulan final dipakai sebagai

dasar perencanaan selanjutnya, terutama penyusunan PKA dan penyusunan strategi dalam pelaksanaan audit.Apabila hasil penelaahan infor-masi awal, diperoleh simpulan layak di tindaklanjuti menjadi Audit Investigasi, maka disusun rekayasa indikasi fraud yang dapat dipakai sebagai acuan dalam menentukan sasaran dan teknik audit/teknik investigasi, meskipun dalam pelaksanaannya dapat mengalami perubahan atau penyesuaian sesuai dengan kondisi yang dihadapi di lapangan.

Menentukan Kebutuhan Sumber Daya

Penentuan sumber daya harus memperhatikan efektivitas, efi-siensi, dan kehematan. Dalam memperhitungkan kehematan biaya, harus diperhitungkan efektivitas hasil auditnya, karena tidak ada alasan bahwa audit tidak berhasil disebabkan keterbatasan biaya yang berakibat rendahnya mutu hasil audit.

Menyusun PKA Investigasi (PKAI)Pedoman Kerja Audit Investigasi memuat prosedur audit, teknik audit, dan teknik investigasi. Prosedur audit merupakan perintah dan langkah audit yang harus dilaksanakan oleh auditor. Teknik audit adalah cara-cara yang ditempuh oleh auditor untuk mendapatkan bukti-bukti yang diperlukan. Sedangkan teknik investigasi adalah kemampuan auditor/investigator dalam men-cari dan menemukan sebanyak mungkin keterangan yang sesuai dengan kenyataan yang

terjadi dengan menggunakan metode serta alat bantu sehingga kemungkinan investigasi berjalan lancar.

PKA investigasi sulit dipolakan secara tegas, karena sangat tergantung kondisi, situasi, dan hasil pengembangan indikasi temuan awal. PKA investigasi diarahkan untuk dapat meng-ungkap kasus-kasus yang berindikasi kecurangan. Langkah kerjanya diawali dan diutamakan pada pembuktian hipotesa rinci yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya, terutama ditujukan pada pembuktian terjadi atau tidak terjadinya kecurangan.Penyusunan PKA investigasi bergantung pada bukti-bukti yang aktual, namun terfokus pada kelemahan yang terindikasi adanya kesalahan dan serangkaian tindakan yang harus diambil.

Adapun teknik audit yang sering digunakan antara lain : 1) Peninjauan atau inventarisasi

fisik merupakan pemeriksaan dengan menghitung fisik barangnya, menilai kondisi-nya, dan membandingkan-nya dengan sisa menurut administrasi atau catatannya, kemudian dicari selisih dan sebab-sebabnya;

2) Pengamatan atau observasi merupakan peninjauan dan pengamatan atas suatu objek secara hati-hati, ilmiah, dan terus-menerus selama kurun waktu tertentu untuk membuktikan keadaan atau masalah, dimana dilakukan dari jarak jauh tanpa disadari oleh yang diamati;

Page 34: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

32

Kinerja

SINERGI

3) Konfirmasi; adalah mencocok-kan dua data yang terpisah sumbernya tetapi mengenai hal atau masalah yang sama;

4) Analisis adalah mengurai atau memecah data ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil atau bagian-bagian, sehingga dapat diketahui pola hubungan antar unsur yang tersembunyi;

5) Penelusuran atau trasir yaitu menelusuri suatu bukti atau kejadian menuju ke penyajian antar informasi dalam suatu dokumen;

6) Permintaan informasi/kete-rangan dilakukan untuk meng-gali informasi tertentu dari berbagai pihak yang kompeten baik dari intern organisasi atau dari luar organisasi.

Sedangkan teknik investigasi terdiri dari : 1) Pemetaan merupakan alat

bantu untuk memahami suatu kejadian (proses) sejak awal kejadian sampai akhir, atau membantu merekonstruksi kejadian, yaitu biasanya dalam bentuk bagan alur;

2) Analisis dokumen untuk memperoleh keyakinan bahwa semua dokumen yang relevan telah disajikan dalam kegiatan audit untuk memperjelas kasus yang sedang diungkap. Pada analisis dokumen dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya dokumen palsu;

3) Wawancara adalah tanya jawab yang dirancang untuk memperoleh informasi dalam betuk terstruktur dan memiliki tujuan. Wawancara harus mengacu pada berkas kasus untuk memperoleh informasi penting yang belum diperoleh

atau untuk memperkuat informasi yang telah diperoleh.

Meskipun mengacu pada hasil analisis dan evaluasi informasi awal atau hipotesis rinci, dalam pelaksanaannya teknik audit dan teknik investigasi saling melengkapi. Hasil teknik audit kemungkinan perlu dilengkapi dengan teknik investigasi, sebagai contoh pada teknik audit inventarisasi, dimana bila hasilnya ditemui barang kurang, maka dibuat kertas kerja audit (KKA) berupa berita acara pemeriksaan fisik yang isinya memuat adanya selisih kurang. Pada jenis audit lainnya (selain audit investigasi), KKA tersebut sudah cukup dipakai sebagai bukti audit tentang adanya kekurangan barang yang diaudit. Namun pada audit investigasi masih harus dikembangkan lagi mengenai: “mengapa terjadi selisih kurang, kalau kekurangan barang tersebut karena tindak kecurangan, harus dicari siapa pelaku atau yang bertanggung jawab, dan siapa yang dapat dijadikan saksi.” Untuk itu dilakukan pengembangan dengan teknik investigasi wawancara dan/atau teknik investigasi lain untuk membuktikan bahwa kekurangan barang itu merupakan tindak kecurangan (fraud).

Disamping itu, pada PKA formatnya telah ditetapkan sebagai media untuk melakukan langkah audit, yaitu memuat tujuan, langkah kerja yang diperintahkan berupa teknik audit dan teknik investigasi, petugas atau auditor yang diperintahkan, kapan dan lamanya waktu yang direncanakan, nomor KKA yang akan dibuat, penyusun pengkajian

ulang dan yang menyetujui/supervisor).

Penutup Dalam penugasan audit investiga-si, perencanaan audit merupakan prosedur awal yang sangat penting dan wajib dilakukan mengingat tingkat kesulitan audit investigasi lebih besar dibandingkan audit lainnya, karena pada audit investigasi menekankan pada prosedur mencari, menemukan, dan mengumpulkan bukti atas suatu penyimpangan (fraud) yang bersifat tersembunyi dan pelakunya.

Penyusunan rencana audit (PKA) investigasi harus dilakukan untuk setiap penugasan audit, karena karakteristik penyimpangan ada-lah tidak pernah berulang atau tidak ada kasus yang persis sama.Audit investigasi tidak mungkin mengungkap keseluruhan fakta, karena itu diperlukan kreativitas auditor dalam mengungkap penyimpangan, sehingga PKA yang telah disusun pada awal penugasan audit investigasi harus selalu dievaluasi, dan bila perlu disempurnakan selama proses audit investigasi berlangsung sesuai dengan perkembangan di lapangan.

Daftar Pustaka :1. Digital Forensic (Panduan Praktis

Investigasi Komputer) oleh Muhammad Nuh Al-Azhar, 2012;

2. www.bpkp.go.id, Audit atas Pelak-sanaan Lelang Secara Elektronik dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, 22 Desember 2014, Arumsari, Totok P., Iswahyudi, Mucharor dan Akib P.

3. www.kompasiana.com, Mengenal IT Forensic Software, 29 Juni 2015;

Page 35: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

33Edisi II Tahun 2017

Kejahatan terkait komputer seperti tersebut di atas, sering disebut sebagai

computer-related crime yaitu segala jenis macam kejahatan seperti pencurian, pornografi, perampokan, korupsi, narkoba dan lain-lain. Kejahatan tersebut terdapat pada komputer atau handphone yang digunakan pelaku untuk saling berkomunikasi atau menyimpan data-data yang berkaitan dengan perencanaan, proses dan hasil kejahatan.

Digital forensic sebagai aplikasi dibidang ilmu dan teknologi komputer dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian hukum (pro justice) kejahatan berteknologi

Oleh: Adianto Nugroho (Auditor Muda)

tinggi atau computer crime secara ilmiah (scientific) melalui bukti-bukti digital untuk menjerat pelaku kejahatan. Namun, pencarian bukti-bukti digital seperti ini harus mengikuti prosedur yang diakui secara hukum, baik nasional maupun internasional, termasuk juga harus dapat dipahami hal-hal yang berkaitan dengan bukti digital secara teoritis. Hal ini terjadi karena sering kali bukti-bukti digital tersebut dihapus oleh si pelaku kejahatan untuk menghilangkan jejak. Disinilah tantangan seorang investigator untuk menelusuri kembali bukti-bukti digital yang sudah hilang tersebut dan harus mampu me-recover-nya kembali.

Dalam melaksanakan digital forensic, setiap Lembaga Penegak Hukum dan/atau petugas maupun investigator dilarang mengubah data digital yang tersimpan dalam suatu media penyimpanan elektronik yang akan dibawa dan dipertanggungjawabkan di pengadilan. Setiap media penyimpanan, baik hard disk, flash disk, memory card, dan lain sebagainya yang menjadi barang bukti, harus dijaga keutuhannya sesuai prinsip chain of custody. Prinsip chain of custody yaitu proses pendokumentasian sebuah tindakan kriminal yang harus di-jaga keamanan dan kepercayaan-nya untuk mencegah terkon-taminasi oleh pihak yang tidak

Pentingnya Digital Forensic untuk Mendukung Audit Investigasi

Ilmu pengetahuan dan teknologi komputer sangat pesat perkem-bangannya di era digital ini. Komputer dan handphone/smartphone pun sudah masuk ke segala lini kehidupan masyarakat saat ini. Semakin banyaknya penggunaan komputer maupun smartphone, membuka peluang terjadinya tindak kejahatan. Digital forensic sebagai aplikasi di bidang ilmu dan teknologi komputer dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian hukum (pro justice) kejahatan berteknologi tinggi atau computer crime secara ilmiah (scientific) melalui bukti-bukti digital untuk menjerat pelaku kejahatan.

Page 36: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

34

Kinerja

SINERGI

bertanggungjawab, atau dengan kata lain informasi digital yang tersimpan di media tersebut tetap ada dan terjaga keutuhannya, serta dapat dipertanggungjawabkan asal-usulnya serta adanya ke-mungkinan rekayasa data digital.

Seperti yang kita ketahui, jenis-jenis barang bukti elektronik yang biasa digunakan antara lain yaitu hand phone, hard disk, simcard, flash disk, memory card, cd/dvd, printer, pc, laptop, kamera digital, digital image, handycam, router, switch, hub, kaset, file rekaman suara ataupun video, cctv, dan lain-lain yang dapat dijadikan data digital.

Data digital bersifat volatile, artinya mudah sekali hilang atau rusak. Jika penanganan terhadap media penyimpanan tersebut tidak benar, maka data digital yang volatile sangat dimungkinkan akan hilang dan sulit di recovery, sehingga akan menyulitkan Aparat Penegak Hukum untuk melacak dan menangkap pelaku. Untuk itu seorang investigator/analis forensik harus paham apa yang harus dilakukan dan urutan kerjanya ketika menemukan barang bukti elektronik pertama kali maupun ketika dilakukan

pemeriksaan lanjutan di labora-torium forensik.

Dalam domain digital forensic terdapat tiga entitas yang memiliki peran yang sama penting, yaitu human sebagai aktor yang melakukan aktivitas; bukti digital (digital evidence) sebagai objek dan aset vital; dan prosedur sebagai pedoman yang harus diikuti sepanjang proses investigasi digital forensic berlangsung. Framework yang selama ini dipublikasikan belum pada tingkat memberikan gambaran tentang hubungan antar entitas (entity relationship), baik interaksi antar human, interaksi antar human dengan bukti digital, atau juga interaksi antar human terhadap proses itu sendiri.

Sebagai contoh, ketika ada pengaduan dari masyarakat atau whistleblower terkait adanya dugaan KKN dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa, maka dalam hal ini Auditor membutuhkan data-data dari Pokja Pengadaan Barang/Jasa dan Penyedia Barang. Data yang diperoleh dalam bentuk dokumen fisik maupun data digital atau softcopy. Selanjutnya Auditor akan melakukan analisis dokumen, wawancara

atau permintaan keterangan. Adapun yang menjadi perhatian dari bukti digital adalah jangan menggunakan bukti asli untuk menganalisis data, sebaiknya Auditor harus melakukan proses imaging terlebih dahulu agar bukti asli dari dokumen digital tersebut tidak rusak.

Menyikapi kondisi tersebut di-atas, Auditor perlu melakukan serangkaian prosedur audit untuk mengidentifikasi kelemahan yang terjadi dalam pelaksanaan e-tendering yang mungkin menjadi penyebab masih maraknya kasus korupsi meskipun pengadaan barang dan jasa pemerintah telah dilakukan secara elektronik. Berikut ini dibahas mengenai tahapan atau prosedur audit e-lelang yang menggunakan data digital atau softcopy dalam aplikasi.

Pengujian terhadap prosedur persetujuan lelang

Pada tahapan persiapan lelang, ULP/Pokja ULP memperoleh user id dari admin LPSE untuk bisa mengakses sistem e-lelang. Seluruh anggota ULP/Pokja ULP bisa mengunggah maupun mengunduh informasi ke/dari aplikasi e-lelang. Namun untuk memberikan persetujuan pelaksanaan lelang, hanya bisa dilakukan oleh user id Ketua ULP/Pokja ULP. Dalam kenyataannya, masih terdapat beberapa paket lelang yang persetujuan dilakukan oleh user id selain ketua Pokja ULP, sebagaimana terungkap dalam summary report paket lelang yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan indikasi adanya perubahan data yang dilakukan tidak melalui aplikasi SPSE.

Page 37: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

35Edisi II Tahun 2017

Untuk mengidentifikasi per-masalahan tersebut, Auditor perlu membandingkan informasi summary report terkait user id yang memberikan persetujuan lelang dengan jabatan user id tersebut dalam daftar panitia lelang. Selanjutnya Auditor perlu meminta kepada pemilik user id tersebut untuk melakukan capture data log aksesnya agar dapat dibandingkan dengan tanggal dan waktu persetujuan lelang dilakukan.

Pengujian terhadap validitas time-frame penggunaan user idSetiap aktivitas yang dilakukan oleh pemilik user id penyedia barang/jasa akan terekam dalam log akses masing-masing user. Seharusnya setiap kali user id melakukan aktivitas dalam aplikasi SPSE, maka user id tersebut sedang dalam kondisi log in ke dalam aplikasi. Namun dalam beberapa kasus ditemukan kondisi ketidaksesuaian waktu pendaftaran, history aanwijzing dan waktu dokumen penawaran diterima oleh server dengan data log-access dari peserta lelang yang bersangkutan, yang mengindikasikan adanya aktivitas perubahan data yang dilakukan tidak melalui aplikasi.

Untuk mengidentifikasi per-masalahan tersebut, Auditor perlu menganalisis data waktu aktivitas user id penyedia pada saat melakukan pendaftaran lelang, mengikuti aanwijzing, file penawarannya diterima oleh server, maupun saat melakukan sanggahan. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan log akses user id yang

bersangkutan, yang dapat di-peroleh dengan melakukan klik icon yang tersedia di sebelah nama perusahaan peserta lelang.

Pengujian terhadap acces control oleh ULP/Pokja ULP

Belum semua anggota ULP/Pokja ULP memahami teknis penggunaan aplikasi SPSE, meskipun sudah mendapatkan pelatihan mengenai hal tersebut. Kondisi ini menyebabkan ada sebagian ULP/Pokja ULP yang menyerahkan teknis operasi aplikasi kepada pihak lain di luar keanggotaan ULP. Hal ini menye-babkan acces control terhadap data/informasi lelang menjadi lemah, dan memungkinkan peny-alahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.

Untuk mendeteksi hal tersebut, Auditor perlu memperoleh data aktivitas user id masing-masing anggota ULP/Pokja ULP melalui summary report, serta data log aksesnya. Selanjutnya berdasarkan data tersebut dilakukan klarifikasi kepada pemilik user id untuk memastikan bahwa yang bersangkutan benar-benar melakukan aktivitas tersebut.

Pengujian terhadap kemungkinan kolusi antara ULP/Pokja ULP dengan PenyediaSebelum mengunggah doku-men penawaran, peserta lelang terlebih dahulu melakukan enkripsi file dengan menggunakan aplikasi pengamanan dokumen (Apendo) yang disediakan oleh LPSE. Untuk membuka file penawaran tersebut, hanya bisa dilakukan dengan menggunakan password Apendo yang telah diubah oleh peserta yang bersangkutan atau dengan menggunakan password panitia. Dengan demikian peserta lelang tidak dapat membuka file penawaran dari peserta lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kolusi antar peserta lelang sehingga terjadi persaingan yang sehat.

Namun ketika terjadi kolusi antara ULP/Pokja ULP dengan salah satu peserta lelang, oknum tersebut dapat melihat penawaran dari peserta lelang lain dan menginformasikannya ke peserta lelang tertentu. Selanjutnya peserta tersebut mengubah data penawarannya untuk dapat me-menangkan lelang. File perubahan

Page 38: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

36

Kinerja

SINERGI

tersebut selanjutnya diberikan kepada ULP/Pokja ULP tanpa melalui aplikasi. Dengan demikian file yang dievaluasi oleh ULP/Pokja ULP bukanlah file yang diunggah oleh peserta melalui server LPSE.

Hasil evaluasi oleh panitia yang diunggah ke aplikasi SPSE tersebut tidak bisa diverifikasi kebenarannya oleh peserta lain karena dokumen penawaran hanya bisa dibuka oleh peserta yang bersangkutan atau oleh ULP/Pokja ULP.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Auditor perlu melakukan uji nilai hash yaitu uji hasil dari perhitungan (algoritma hash) yang dapat dilakukan pada string teks, file elektronik atau seluruh isi harddisk yang merepresentasikan sidik jari dari masing-masing file. Nilai hash digunakan untuk mengidentifikasi bahwa image forensic atau cloning yang dilakukan berhasil dan tidak ada perubahan sedikit pun.

Auditor mengambil file yang masih terenkripsi dari komputer ULP/Pokja ULP (dengan ekstensi file.rhs) dan menganalisis nilai hash dan membandingkan hasilnya dengan nilai hash yang tercantum dalam aplikasi SPSE. Bila terdapat perbedaan nilai hash maka bisa dipastikan bahwa file yang

diunggah oleh peserta berbeda dengan file yang dievaluasi oleh panitia.

Pengujian terhadap kemungkinan kerjasama antar peserta lelang

Sumber akses oleh peserta lelang ke dalam aplikasi SPSE ditunjukkan dengan IP address yang dapat diperoleh pada data log akses masing-masing user id peserta lelang. IP address adalah identifikasi numeric pada alamat dasar dari sebuah komputer ketika berada pada bagian jaringan komputer.

Kerjasama yang tidak sehat antar peserta lelang diindikasikan dari kesamaan IP address yang digunakan oleh lebih dari satu perusahaaan penyedia barang/jasa pada saat melakukan pendaftaran lelang, aanwijzing, unggah dokumen penawaran, maupun saat menyampaikan sanggahan. Kesamaan IP addrees menunjukkan bahwa satu orang/satu pihak yang sama menggunakan lebih dari satu user id untuk mengikuti satu paket lelang.

Untuk mendeteksi hal tersebut, auditor perlu menganalisis hubungan IP address-IP address dari data log akses, yang digunakan oleh setiap peserta lelang pada tahapan pendaftaran sampai dengan sanggahan.

Pengujian terhadap kemungkinan pengaturan availability aplikasi SPSE

Banyak keluhan yang disampaikan penyedia barang/jasa mengenai

sulitnya mengunggah file pe-nawaran ke dalam aplikasi SPSE. Hal tersebut selain disebabkan oleh keterbatasan kapasitas jaringan internet yang dimiliki LPSE, tidak tertutup kemungkinan adanya kesengajaan dari pihak tertentu untuk membatasi pemasukan file penawaran, setelah penawaran dari rekanan tertentu diterima oleh server LPSE.

Untuk membuktikan hal tersebut, perlu dilakukan audit dengan pendekatan forensik komputer agar seluruh aktivitas server LPSE pada periode pelaksanaan lelang dapat diketahui. Dengan demikian bila ada kesengajaan untuk mengatur availability aplikasi SPSE untuk menguntungkan rekanan tertentu, hal tersebut dapat diketahui.

Mengingat pentingnya digital forensic dalam sebuah audit investigasi, maka Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selaku aparat pengawas internal KKP, perlu mengembangkan digital forensic untuk mendukung kegiatan audit investigasi dalam memperoleh bukti-bukti digital yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai bukti hukum.

Daftar Pustaka : 1. Digital Forensic (Panduan Praktis

Investigasi Komputer) oleh Muhammad Nuh Al-Azhar, 2012;

2. www.bpkp.go.id, Audit atas Pe-laksanaan Lelang Secara Elektronik dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, 22 Desember 2014, Arumsari, Totok P.,Iswahyudi, Mucharor dan Akib P.

3. www.kompasiana.com, Mengenal IT Forensic Software, 29 Juni 2015.

Page 39: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

37Edisi II Tahun 2017

Salah seorang Direktur sebuah perusahaan jasa konstruksi tiba-tiba lemas, apa yang

dikerjakan selama ini sia-sia. Keuntungan yang sudah didepan mata sebagai insentif atas kerja kerasnya, sirna dalam sekejap karena kekurangcermatan stafnya me-lakukan perhitungan pada back up data yang diminta oleh Tim Auditor. Alasannya sederhana yakni kurangnya waktu mereviu data karena padatnya kegiatan mendekati akhir tahun.

Sebaliknya di tempat lain, salah seorang Pimpinan Satker seolah tidak percaya ketika disampaikan oleh Auditor bahwa tidak ditemu-kan kerugian negara satu rupiahpun. Dari pemeriksaan dokumen-dokumen yang disediakan telah mampu memberikan penjelasan yang memadai. Dalam hal ini, doku-men-dokumen itu sendiri yang ber-bicara, sebelum dilakukan uji fisik.

Oleh: Ono Juarno (Auditor Madya)

Penulis teringat pada salah satu materi workshop di LAN tahun 2013, disebutkan oleh nara sumber dari salah satu negara di Uni Eropa menyebutkan bahwa “mengaudit adalah sama dengan menelusuri jejak-jejak dari transaksi yang terjadi”. Jejak-jejak itulah yang harus diantisipasi oleh Auditan (Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Tim ULP, dan Pokja Pengadaan), kontraktor, konsultan pengawas, dan Itjen sebagai APIP.

Oleh karena itu, penting me-nyiapkan dokumen sejak tahap perencanaan sampai kepada tahap pemanfaatan output. Dokumen yang lengkap dan berkualitas dapat meminimalisir perbedaan persepsi antara PPK, kontraktor, dan konsultan pengawas dengan Tim Auditor pada saat pemeriksaan. Tulisan ini akan membahas dokumen (minimal) yang harus disiapkan dan dijaga konsistensinya dalam suatu

kegiatan pekerjaan konstruksi agar tidak menjadi temuan. Bahasan ini dibatasi pada tahap perencanaan sampai kepada pelaksanaan kontrak (tidak sampai dengan pemanfaatan output) dengan me-libatkan PPK, pelaksana kegiatan (kontraktor), konsultan pengawas dan Itjen yang bertugas menjadi quality assurance, sehinga dapat mengambil pelajaran dari kasus ini.

Jenis Dokumen yang diminta oleh Tim Auditor Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, definisi Audit adalah proses pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai suatu informasi untuk menetapkan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriterianya. Auditor akan meminta berbagai jenis dokumen untuk diuji konsistensinya dan ini merupakan hal yang wajar.

Menjaga Konsistensi Dokumen dalam Pekerjaan Konstruksi

“Mengaudit adalah sama dengan menelusuri jejak-jejak dari transaksi yang terjadi”.

Page 40: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

38

Kinerja

SINERGI

Sebagai Auditor mereka paham akan syarat bukti audit yaitu mereka harus memperoleh bukti au-dit yang relevan, kompeten, cukup dan material (rekocuma). Inskonsis-tensi antar dokumen tersebut akan dijadikan perbandingan, sehingga dapat diketahui terjadinya penyim-pangan, misalnya kelebihan pemba-yaran yang menyebabkan kerugian keuangan negara.

Selanjutnya, berdasarkan jenis bukti audit, maka dokumen yang diminta tersebut merupakan bukti dokumen dan kemudian dianalisis sehingga menjadi bukti analisis. Selanjutnya dari hasil analisis tersebut dilakukan uji fisik untuk memperoleh bukti fisik yang dituangkan dalam permintaan keterangan (bukti keterangan dan Berita Acara realisasi fisik).

Jika mengacu pada jenis/macam teknik audit, sebenarnya apa yang dilakukan oleh Tim Auditor hanya sederhana, yaitu menguji konsistensi antar dokumen dengan melakukan uji silang antar dokumen sejak tahap perencanaan, pemilihan penyedia barang dan jasa, pelaksanaan kontrak sampai kepada tahap pemanfaatan output.

Bagi Tim Auditor, uji konsistensi dokumen tersebut dapat dijadikan sebagai tools perantara sebelum Tim Auditor melakukan uji fisik ke lapangan.

Secara umum, dalam pemeriksaan pekerjaan konstruksi setidaknya terdapat 25 jenis dokumen yang biasanya diminta oleh Tim Auditor. Dokumen tersebut merepresenta-sikan output dari tiap-tiap tahap ke-giatan yaitu persiapan, pemilihan penyedia, dan pelaksanaan kontrak seperti disajikan pada gambar/tabel di bawah ini.

Potensi terjadinya kekurang-cermatan dapat terjadi sejak tahap perencanaan sampai kepada pemanfatatan output. Beberapa contoh yang terjadi antara lain: ketidakcocokan rincian dokumen Analisis Harga Satuan (AHS) dengan dokumen Rancangan Anggaran Biaya (RAB), tidak rasionalnya justifikasi teknis untuk addendum perpanjangan waktu, kekeliruan atau tidak konsistennya as buit drawing dengan back up data.

Dari contoh-contoh tersebut, sebagian merupakan kesalahan

penyedia jasa. Akan tetapi, jika kesalahan tersebut sudah terdeteksi dari awal, maka potensi kelebihan pembayaran tersebut dapat diantisipasi untuk bagian dari Contract Change Order (CCO).

Jika kasusnya seperti pada cerita di atas, maka keuntungan penyedia menjadi berkurang atau bahkan dapat merugi. Lalu, siapakah yang pantas disalahkan? Bukankah hal tersebut baik bagi negara karena dengan adanya temuan tersebut berarti terdapat pemasukan lebih untuk negara?.

Jika temuan karena kecurangan memang harus disetor, akan tetapi jika karena kekeliruan atau ketidaktahuan sehingga terjadi kerugian, hal tersebut sangat disayangkan. Kesesuaian antara pelaksanaan kegiatan dengan kontrak menjadi penting karena akan menyeimbangkan kegiatan, yaitu adanya insentif berusaha dimana adanya marjin keuntungan bagi penyedia barang/jasa.

Adapun dampak banyaknya jumlah temuan, akan menjadi catatan tersendiri dalam penilaian PPK.

Page 41: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Kinerja

39Edisi II Tahun 2017

Sampai sejauh mana kemampuan PPK dalam mengelola kegiatan akan tercermin dari banyaknya temuan pemeriksaan. Pada akhirnya, hal tersebut akan menyebabkan pertaruhan jabatan bagi PPK, bahkan mereka akan rentan terhadap permasalahan hukum.

Lesson Learned

Berdasarkan uraian di atas, dampak inkonsistensi antar dokumen cukup besar. Bagaimana menyiapkan konsistensi antar dokumen sehingga tidak menjadi temuan audit menjadi penting, antara lain bagi PPK, penyedia barang/jasa, konsultan pengawas, dan Itjen sebagai APIP.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)Sesuai Peraturan Menteri Ke-uangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan APBN, tugas PPK antara lain : • membuat, menandatangani dan

melaksanakan perjanjian/kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa,

• mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak,

• menyimpan dan menjaga ke-utuhan seluruh dokumen pe-laksanaan kegiatan; dan

• kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang / jasa se-bagaimana yang tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak.

Dari uraian tugas tersebut di atas, selain menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan, PPK juga harus mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak,

dan bertanggungjawab terhadap kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang dan jasa tersebut. Artinya, konsistensi antar doku-men dalam suatu kegiatan harus dikendalikan, dengan titik kritis, antara lain:1. Konsistensi antara AHS dengan

RAB harus dicermati oleh ULP/Pokja Pengadaan, sehingga tidak terjadi kesalahan perhitungan yang berpotensi menjadi temuan.

2. Dokumen justifikasi teknis dengan dokumen perubahan (addendum/ CCO) antara lain untuk usulan perpanjangan waktu pelaksanaan harus rasional. Justifikasi teknis yang irrasional akan berpengaruh pada diterima atau tidaknya addendum perpanjangan waktu tersebut oleh Auditor karena akan dianggap sebagai ketidakmampuan si penyedia jasa bukan karena force majeure.

3. Foto-foto dokumentasi di-bandingkan rincian kegiatan dalam RAB akan memberi keyakinan atau tidak bagi Tim Auditor dalam menilai apakah pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam kontrak.

4. Ketidaksesuaian antara back up data dengan as built drawing, dapat menjadi salah satu celah terjadinya perbedaan yang dapat menimbulkan temuan.

5. BAST menjadi krusial ketika pekerjaan belum selesai, maka PPK tidak boleh menyatakan bahwa pekerjaan sudah 100%.

PPK biasanya kesulitan apabila pada saat bersamaan harus mengendalikan banyak paket pekerjaaan. Apalagi jika tidak

didukung dengan jumlah dan kualitas SDM yang memadai. Oleh karena itu, penghitungan berapa jumlah paket yang mampu dikendalikan menjadi penting. Selain itu, perencanaan kegiatan juga sebaiknya harus dilakukan jauh-jauh hari yaitu pada tahun sebelumnya.

Kontraktor Pelaksana Salah satu tugas penyedia barang/jasa adalah melaksanakan kegiatan sesuai dengan peraturan dan spesifikasi yang telah direncanakan dan ditentukan dalam kontrak. Terkait penyiapan dokumen, beberapa hal perlu diperhatikan, antara lain : 1. Kelengkapan foto dokumentasi

untuk setiap rincian kegiatan yang berpotensi menimbulkan perbedaan persepsi dengan Auditor agar disiapkan. Foto-foto dokumentasi untuk pekerjaan yang sudah tertutup, misalnya tebal pengecoran, kualitas baja ringan untuk pemasangan plafond, dll akan menjadi alat bantu penjelas saat pemeriksaan.

2. Sejak perencanaan pengadaan, pihak kontraktor harus meneliti kesesuaian dokumen-dokumen antara AHS, RAB, metode pelaksanaan, dan spesifikasi teknis untuk menghindari terjadinya temuan.

3. Justifikasi teknis harus rasional jika akan perpanjangan waktu.

4. Keselarasan penghitungan dalam back up data dengan as built drawing.

Terkait hal tersebut, jumlah dan kualitas staf yang kompeten dalam melaksanakan dan membuat laporan kegiatan menjadi krusial.

Page 42: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

40

Kinerja

SINERGI

Konsultan Pengawas Salah satu tugas Konsultan Pengawas antara lain melaksana-kan pengawasan baik dari sisi administrasi maupun teknis agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kontrak.

Sebagai wakil bohir (Pemerintah), maka Konsultan Pengawas perlu melakukan hal-hal, antara lain:1. Verifikasi kemajuan fisik dalam

Berita Acara Kemajuan Pekerjaan (BAKP) secara rutin dan sesuai dengan kondisi riil di lapangan yang akan membantu PPK melakukan pengendalian dan sebagai kontrol PPK melakukan pembayaran.

2. Verifikasi back up data yang dibuat kontraktor untuk me-ngontrol pelaksanaan kegiatan.

3. Verifikasi penyediaan foto-foto dokumentasi untuk setiap kegiatan utama. Pada dasarnya setiap kegiatan utama dalam RAB sebaiknya difoto dilengkapi ukuran (meteran) sehingga ter-lihat kesesuaiannya dengan kontrak/spesifikasi teknis.

Inspektorat Jenderal selaku quality assurance memiliki kepentingan agar nilai materialitas temuan tidak melebihi 1%. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:1. Kemampuan pengelola kegiatan

harus dimasukan sebagai unsur risiko dalam penetapan obyek pemeriksaan berisiko tinggi.

2. Inspektorat Jenderal harus mam-pu mendeteksi secara dini jika terjadi potensi penyimpangan akibat inkonsistensi antara doku-men.

3. Pengawalan kegiatan secara berkesinambungan sangat di-

perlukan dikarenakan inkon-sistensi antar dokumen dapat terjadi sejak perencanaan kegiatan sampai kepada tahap pemanfaatan output.

4. Pembuatan check list dari kegiatan prioritas yang menjadi obyek dari probity audit akan terbantu jika tersedia aplikasi untuk memonitornya.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat pelajaran berharga yang dapat diambil, yaitu:1. Kerjasama dari semua pihak yang

terlibat dalam suatu pekerjaan sejak perencanaan sampai kepada pemanfaatan hasil kegiatan sangat di-butuhkan.

2. Pengelola kegiatan harus dapat mengelola waktu penyelesaian pekerjaan, membuat Manajemen Resiko, mencermati perhitungan untuk meminimalisir kesalahan dan menghindari penumpukan paket pekerjaan di akhir tahun.

3. Jumlah paket kegiatan juga agar menjadi perhatian bagi PPK dikaitkan dengan ketersediaan jumlah dan kualitas SDM pengelola. Tim yang solid mulai dari perencanaan sampai

kepada pertanggungjawaban keuangan mutlak diperlukan. Dukungan SDM berupa staf yang mengadministrasikan dan mereviu kualitas dokumen pada berbagai tahapan kegiatan akan membantu PPK saat pemeriksaan.

4. Pada akhirnya integritas, komit-men, konsistensi, dan kejujuran dari semua pihak yang terli-bat untuk menyajikan data dan informasi serta melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak dan dapat dimanfaatkan sesuai

dengan tujuan pengadaan. PenutupRasanya semua sependapat bahwa temuan kerugian

keuangan negara diawali dari administrasi yang

tidak sesuai. Tidak hanya pemenuhan dokumen, namun

konsistensi antar dokumen juga harus dijaga oleh semua pihak. Untuk menghindari inkonsistensi antar dokumen, pengelola ke-giatan harus memanage yang tepat untuk melakukan reviu dokumen dimaksud.

Bagi Inspektorat Jenderal, selaku quality assurance, peran untuk men-gawal kualitas/konsistensi doku-men tersebut adalah melalui probity audit. Adanya pengawalan secara berkesinambungan, sejak perenca-naan sampai kepada pemanfaatan output kegiatan diharapkan akan mampu mengurangi temuan. Semoga.

Daftar Pustaka :BPKP., 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Page 43: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Auditoria

41Edisi II Tahun 2017

Dalam rangka sinergitas pengawasan intern atas Dana Alokasi

Khusus (DAK) pada provinsi/kabupaten/kota, Inspektorat Jenderal KKP telah melaksanakan Rapat Koordinasi Pengawasan yang berlangsung pada 26 s.d 28 November lalu.

Acara ini merupakan inisiatif Itjen KKP untuk menjaring masukan dan saran dari para perwakilan Inspektorat Provinsi/kabupaten/kota untuk merumuskan format dan mekanisme pengawasan bersama di SKPD, diantaranya melalui joint audit. Hal tersebut penting, mengingat pengelolaan dan pelaporan DAK selama ini dirasakan belum optimal, yang terlihat dari berbagai hasil

monev terpadu KKP yang telah dilaksanakan. Juga diharapkan melalui sinergi pengawasan tersebut, akan lebih diperoleh feedback positif untuk efektivitas pembangunan Kelautan dan Perikanan di daerah.

Untuk itu, agar diperoleh kesamaan persepsi, dipaparkan materi pengawasan DAK dalam bentuk Diskusi Panel oleh para Inspektur, yang meliputi:1. Pengelolaan Dana Alokasi

Khusus Untuk Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan, dipandu oleh Sekretaris Itjen

2. Pengawasan DAK Bidang Pengelolaan Ruang Laut, dipandu oleh Inspektur I Bapak Hadi Pramono

3. Pengawasan DAK Bidang Perikanan Tangkap dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), dipandu oleh Inspektur II Bapak Nur Arif Azizi.

4. Pengawasan DAK Bidang Perikanan Budidaya, dipandu oleh Inspektur III Bapak Jayeng C Purewanto

5. Pengawasan Dana Alokasi Khusus Bidang Pemberdayaan Usaha Skala Kecil Masyarakat KP, dipandu oleh Inspektur IV Bapak Tengku Nilwan

6. Pengendalian Gratifikasi dan Conflict of Interest, serta Pengelo-laan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan KKP, dipandu oleh Inspektur V Bapak Cipto Hadi Prayitno.

Gelar Rakorwas, Itjen KKP Menginginkan Adanya Sinergi Pengawasan Bersama Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota

Page 44: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

42

Auditoria

SINERGI

Dalam sambutannya, Irjen KKP Bapak Dr. Muhammad Yusuf mengingatkan bahwa anggaran DAK yang semakin besar memerlukan Sinergi Pengawasan DAK sesuai kewenangan sehingga dapat diperoleh percepatan pem-bangunan Bidang KP secara keseluruhan. Rangkaian Rakorwas selama 3 (tiga) hari tersebut juga diisi dengan outbond untuk memperkuat rasa kebersamaan dan soliditas insan Itjen KKP, dan ditutup dengan kunjungan ke Istana Cipanas.

Mengoptimalkan Upaya Tindak Lanjut LHP BPK-RI Itjen Undang Tim BPK-RI dan Pimpinan Eselon I KKP

Guna mengoptimalkan upa-ya tindak lanjut LHP BPK-RI, Inspektorat Jenderal

KKP mengundang BPK - RI dalam rapat dengan tema “Temu Awal Pemantauan Penyelesaian Kerugian Negara dan Pemantau-an Tindak Lanjut Hasil Pemerik-saan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan” pada tanggal 25 Juli 2017 lalu.

Tim dari BPK RI dihadiri lengkap dari Kepala Auditorat IV (Ibu Dewi Ciantrini) dan Tim Pemantauan Tindak Lanjut (TL). Selain itu hadir pula semua Inspektur lingkup Itjen KKP dan para Auditor Utama Itjen KKP, perwakilan Auditor dari setiap Inspektorat serta perwakilan dari Bagian PHP dan Bagian Program Itjen KKP.

Acara tersebut dipimpin langsung oleh Inspektur Jenderal KKP Dr. Muhammad Yusuf, S.H.,M.M.Acara diawali dengan paparan dari Tim BPK-RI yang menjelaskan maksud entry briefing Pemantauan TL Hasil Pemeriksaan BPK-RI

yang terdiri dari :1. Pemantauan atas TL rekomen-

dasi hasil pemeriksaan dan pemantaun penyelesaian ke-rugian negara. Pemantauan TL bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana pihak

Page 45: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Auditoria

43Edisi II Tahun 2017

yang diperiksa menindaklanjuti rekomendasi dan diharapkan tidak terulang kembali. Adapun penyelesaian TL ada 4 status, yaitu: Sesuai Saran (SS), Belum Sesuai Saran (BSS), Belum Ditindaklanjuti (BTL), dan Temuan Pemeriksaan yang Tindak Dapat Ditindaklanjuti (TPTD).

2. Pemantauan penyelesaian ke-rugian negara untuk memantau pelaksanaan unit kerja terkait atas tindak lanjut terhadap ganti kerugian negara atas pihak ke-tiga (P-III), bendahara (TP), dan kerugian oleh non bendahara (TGR).

Point pada pertemuan itu adalah Inspektur Jenderal KKP mendorong agar Itjen KKP aktif untuk membantu percepatan penyelesaian tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK RI, terutama temuan-temuan yang sejak 2005 masih belum dituntaskan. Selain itu juga seluruh Inspektur agar segera mendorong mitra kerjanya untuk peduli dan komitmen tinggi dalam menyelesaikan saldo temuan yang belum tuntas.Sebagai kelanjutan pertemuan ini adalah undangan kepada seluruh Dirjen/Kepala Badan beserta Sekretaris Dirjen/Badan

dan Kabag Keuangan dan Umum setiap Eselon I pada tanggal 26 Juli 2017 lalu untuk membahas penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK RI ini, dengan poin-poin hasil pertemuan:1. Untuk beberapa temuan yang

sebelumnya sudah masuk dalam kategori Temuan Pemeriksaan yang Tidak Dapat Ditindaklanjuti dengan alasan yang sah (TPTD), dan dikembalikan statusnya sebagai BSS karena belum disetujui oleh Anggota BPK-RI, maka disepakati akan diajukan kembali sebagai TPTD oleh Satker terkait dikoordinasikan oleh Inspektorat terkait, dengan dilampiri bukti-bukti pendukung yang logis.

2. Terhadap tindak lanjut atas temuan BPK dengan rekomendasi itjen melakukan pengujian CCO dan bukti pertanggungjawaban atau peng-gantian spek, perlu dilampirkan laporan hasil pengujian Itjen dan disertai bukti pendukung yang relevan.

3. Terhadap temuan yang sudah dilimpahkan ke APH maka KKP tetap wajib menyampaikan perkembangan penyelesaian-nya, dalam hal ini akan dilaku-kan koordinasi penyelesaiannya dengan APH terkait.

4. Terhadap temuan yang ber-potensi/berindikasi merugikan negara dan beresiko dapat menjadi obyek pemeriksaan APH, maka perlu segera dibahas bersama antara Satker terkait, Biro Hukum, dan Itjen guna dibentuk gugus tugas (task force) untuk penyelesaian temuan tersebut.

5. Perlu kepeduluan bersama dan dukungan penuh dari pimpinan unit eselon I terkait untuk menyelesaikan seluruh sisa temuan agar tidak berlarut-larut penyelesaiannya.

Dengan upaya bersama seluruh unit eselon I, mari kita raih kembali opini WTP dan kita selesaikan semua sisa temuan!!

Page 46: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

44

Auditoria

SINERGI

Sosialisasi Pembangunan Budaya Integritas dilak-sanakan pada tanggal 24-

25 Agustus 2017 di Aula Bagian Administrasi Pelatihan Perikanan Lapangan (BAPPL) Serang. Jumlah peserta yang hadir sebanyak 51 orang pegawai di lingkungan BAPPL Serang serta beberapa per-wakilan dari Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu dan Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkung-an (LPPIL) Serang.

Inspektur Jenderal, Dr. Muhammad Yusuf sebagai narasumber, me-nyampaikan arahan Menteri Ke-lautan dan Perikanan terkait dengan integritas. Semenjak dipimpin oleh Ibu Susi Pudjiastuti, KKP masuk ke dalam era perubahan. Mindset Aparatur Sipil Negara (ASN) KKP

harus diubah dan tidak ada tempat bagi orang-orang yang berpikiran sempit dan picik.

Perubahan tersebut dimulai dari dibangunnya budaya integritas para pegawai (individu), sehingga para individu yang berintegritas ini nantinya akan mampu membawa organisasi (KKP) berintegritas pula. Hal ini senada dengan butir kedua arahan Bu Susi bahwa KKP adalah integritas, di mana setiap ASN KKP harus selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang terpuji dan bermartabat, serta mampu menjaga akuntabilitas dengan good attitude dan appropriate manner.

Materi sosialisasi pada sesi pertama, yaitu Pembangunan

Budaya Integritas disampaikan oleh Inspektur V, Drs. Cipto Hadi Prayitno yang membahas tentang butir-butir arahan Menteri Kelautan dan Perikanan mengenai integritas. Semenjak KKP dipimpin oleh Ibu Susi Pudjiastuti, KKP masuk ke dalam era perubahan dan beliau siap memimpin per-ubahan tersebut.

Disampaikan pula bahwa KKP telah bertransformasi menjadi kementerian yang disegani dan diperhitungkan, maka mental positif dan sikap sportif harus terus ditingkatkan. Menjadi pegawai di KKP perlu melakukan pengabdian panjang yang tidak selesai begitu saja setelah menteri atau pejabatnya sudah tidak bertugas lagi. Untuk itu perlu komitmen dan dedikasi yang dapat ditunjukkan melalui ketaatan pada proses dan sistem, bukan hanya bergantung pada orang lain. Pengalokasian dan penggunaan anggaran harus jelas efisien, dan tepat sasaran. Dalam butir-butir arahan Menteri tersebut disampaikan pula bahwa seluruh jajaran KKP harus memiliki perhatian dan kepedulian yang tinggi dalam menjalankan tugasnya, perlu melakukan studi, perbandingan, dan evaluasi yang jujur untuk memastikan keman-faatan program yang dilaksanakan KKP. Dengan arahan Menteri tersebut, KKP melaksanakan

Sosialisasi Pembangunan Budaya Integritas dan Program Pengendalian Gratifikasi Di Lingkungan KKP

Page 47: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Auditoria

45Edisi II Tahun 2017

langkah-langkah strategis dengan menyusun Permen KP Nomor 31/PERMEN-KP/2016 tentang Pembangunan Integritas di Lingkungan KKP dan Kepmen KP Nomor 11/KEPMEN-KP/2016 tentang Komite Integritas KKP. Hal yang paling utama adalah membentuk para pimpinan untuk menjadi role model yang dapat menjadi teladan dan contoh bagi seluruh jajaran pegawai KKP. Jika hal ini dilakukan, maka langkah selanjutnya dalam membangun integritas akan mudah. Langkah lainnya adalah dengan perubahan manajemen SDM, antara lain melakukan assessment pada penerimaan pegawai dan lelang jabatan, revitalisasi pelaporan LHKPN dan LHKASN, serta dilakukan presensi online.

Selain perubahan dalam bidang manajemen SDM, KKP telah melakukan Program Pengendalian Gratifikasi (PPG), penerapan Whistle Blowing System (WBS), pembentukan Pelayanan Ter-padu Satu Pintu (PTSP), serta pelaksanaan retreat setiap semester untuk mengevaluasi dan merencanakan langkah strategis

KKP selanjutnya. Sebagai langkah pencegahan, unit-unit kerja setiap Eselon I menyusun manajemen risiko KKN dan beberapa unit kerja percontohan dibangun sebagai Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) atau Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Pencegahan korupsi lainnya adalah peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), yaitu Inspektorat Jenderal sebagai consulting partner melalui probity audit yang akan mendampingi sejak dimulainya proses hingga kemanfaatan sebuah program/kegiatan. Seluruh strategi tersebut didukung pula oleh peran Tunas Integritas KKP yang saat ini berjumlah 168 orang yang tersebar di seluruh unit Eselon I lingkup KKP yang diharapkan dapat menjadi teladan bagi pegawai lainnya.

Mengapa integritas begitu penting bagi sebuah organisasi? Menjawab hal ini Inspektur V mengilustrasikan tentang bagaimana kokohnya Tembok Besar Cina sebagai benteng pertahanan di masa Dinasti Ming

yang kemudian dapat “runtuh” disebabkan lemahnya integritas pasukan. Benteng yang sangat kokoh yang dibangun selama 2.000 tahun dengan penuh pengorbanan pun dapat ditembus dengan mudah oleh musuh hanya dengan penyuapan, tanpa perlawanan senjata. Dari ilustrasi tersebut terlihat bahwa begitu pentingnya integritas individu sebagai benteng pertahanan yang pertama bagi sebuah organisasi. Dari gambaran tersebut, disimpul-kan bahwa terdapat tiga isu strategis SDM Indonesia, yaitu bahwa saat ini Indonesia sedang mengalami krisis integritas, etos kerja yang rendah, dan budaya gotong royong yang luntur. Oleh karena itu Presiden RI mencanangkan revolusi mental yang terdiri dari tiga pilar, yaitu integritas, kerja keras, dan gotong royong. Terhadap pilar-pilar tersebut Menteri KP menjabarkannya ke dalam nilai-nilai KKP, yaitu smart, akuntabel, integritas, dan loyalitas (SAIL) yang didukung dasar hukum pembangunan budaya integritas sebagaimana disebutkan di awal.

Page 48: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

46

Liputan

SINERGI

Pada 7 Desember lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan menggelar

peringatan Hari Anti Korupsi Internasional 2017 di Ballroom Gedung Mina Bahari III Lantai I. Acara ini dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, para narasumber yang kompeten, para pejabat eselon I, II, III, IV dan perwakilan staf, para undangan VIP, kelompok mahasiswa/pelajar dan UKM.

Dalam sambutannya Menteri Kelautan dan Perikanan Ibu

Susi Pudjiastuti menyam-paikan bahwa kebijakannya dalam penenggelaman kapal merupakan amanat Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2009 yang harus dijalankan, demi terciptanya masyarakat kelautan dan perikanan yang sejahtera. “Apa yang saya lakukan untuk tenggelamkan kapal itu bukan Susi idea, bukan Presiden idea. Itu ada dalam Undang-undang kita. We execute ini karena itu satu-satunya jalan untuk memutus mata rantai yang selama ini membelenggu tangan

kita di belakang,” tegas Beliau. Sehubungan dengan hal tersebut, beliau juga menegaskan bahwa praktik KKN, khususnya dalam pengelolaan perikanan, dapat memperlambat gerak bisnis sektor kelautan dan perikanan di Indonesia. Meskipun para “mafia” perikanan selalu men-cari pembenaran hukum dengan melawan balik pemerintah lah yang telah melanggar hukum (dengan tindakan meneng-gelamkan kapal mereka), namun tekad beliau tegas, memberantas praktik illegal fishing dan KKN

Hari Anti Korupsi Internasional

Page 49: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Liputan

47Edisi II Tahun 2017

di KKP, khususnya pengelolaan perikanan. Tidak ada satu hukumpun yang membenarkan pencurian dan praktek illegal fishing.

Pada sambutan tersebut, Menteri KP meng-highlight upaya-upaya KKP dalam mencegah praktik-praktik korupsi di lingkun-gan KKP, di antaranya dengan melakukan efisiensi dan efek-tivitas penggunaan anggaran, dengan mengutamakan kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, tidak me-makai istilah-istilah atau kalimat-kalimat bersayap.

Peringatan HAKI 2017 menjadi terasa lebih istimewa karena dihadiri oleh pucuk pimpinan KPK, yaitu Laode Muhammad Syarif (Wakil Ketua KPK Tahun 2015 s.d. saat ini) dan Busyro Muqoddas (Ketua KPK Tahun 2010-2011). Sebagai keynote speaker, Bapak Laode mengapresiasi peran Ibu Susi Pudjiastuti dengan julukan ‘Wonder Woman’ karena keberhasilannya dalam memperbaiki sistem perizinan dan pemberantasan praktik illegal fishing. Namun Laode mengingatkan bahwa butuh tim untuk melakukan pembersihan

menyeluruh di KKP. “Wonder Woman needs Justice League”, kelakarnya. KKP perlu terus bekerjasama dengan pihak-pihak lain, seperti Kepolisian, TNI AL, Badan Keamanan Laut dan Dirjen Perhubungan Laut, dengan tetap menjaga KKP dari praktik korupsi.

Selanjutnya dalam diskusi panel yang dipandu moderator Imam Prasodjo dengan para narasumber Busyro Muqoddas, Zainal Arifin Mochtar (PUKAT UGM), dan Adnan Topan Husodo (ICW) dibedah titik-titik kritis potensi korupsi di

KKP dan perlunya peningkatan remunerasi serta perbaikan sistem penggajian PNS untuk meminimalisir korupsi.

Pada acara tersebut juga dilaku-kan pengukuhan Tunas Integri-tas KKP dan penandatanganan komitmen bersama oleh para pejabat eselon I untuk tidak me-nolerasi segala bentuk praktik korupsi di KKP.

Ayo Kita Berantas Korupsi untuk Mewujudkan Masyarakat Kelautan dan Perikanan yang Sejahtera!!

Page 50: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

48

Kilas Lensa

SINERGI

Ikuti Assessment, Wujud Penilaian Kompetensi Auditor Dalam rangka pengukuran Indeks Kompetensi Pejabat Fungsional Auditor, Inspektorat Jenderal KKP telah melaksanakan assessment bagi para pejabat fungsional Auditor Muda pada Bulan Oktober lalu. Melalui asessment ini, diharapkan dapat diketahui potensi dan kelemahan setiap Auditor, untuk digunakan sebagai pertimbangan, pembinaan dan di dalam penguatan kapasitas Auditor lebih lanjut.

Page 51: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017

Inspektorat JenderalKementerian Kelautan dan Perikanan

mengucapkan

Selamat Tahun Baru 2018

Tahun baru, harapan baru dan semangat baru

Page 52: 7 Edisi II Tahun 2017 Bonus Sinergi : • eraturan No. SINERGI ISSN : … · 2018. 7. 13. · Bonus Sinergi : SINERGI • eraturan eu No. 7 • eraturan eu No. 7 Edisi II Tahun 2017