penyisihan ion logam cu (ii) dalam larutan menggunakan fly
TRANSCRIPT
202
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru, Indonesia, 1-2 Oktober 2016
ISSN : 1907-0500
PLL 08
Penyisihan Ion Logam Cu (II) dalam Larutan
Menggunakan Fly Ash sebagai Adsorben (Ongoing Research)
Lita Darmayanti, Suprihanto Notodarmodjo, Enri Damanhuri 2Program Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,
Jl. Ganesha no. 10 Bandung 40132
Abstrak
Fly ash merupakan limbah pembakaran batu bara yang banyak mengandung alumina dan
silika yang berpotensi untuk dijadikan adsorben logam berat. Penelitian ini bertujuan untuk
meneliti kemungkinan pemakaian fly ash untuk menyisihkan ion logam Cu (II) dalam larutan.
Fly ash didapatkan dari pembakaran batu bara pembangkit listrik pada salah satu pabrik
tekstil yang ada di Kota Bandung. Percobaan adsorpsi dilakukan secara batch untuk
mengetahui pengaruh dosis (1, 5, 10, 15, dan 20 mg/ml) dan konsentrasi awal ion Cu (25,
50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 225, dan 250 mg/l).Data isotermal dapat menggambarkan
isoterm Langmuir dengan sangat baik. Kapasitas adsorpsi maksimum fly ash mencapai 5,9
mg Cu/g fly ash. Dosis fly ash yang dibutuhkan untuk penyisihan maksimum ion Cu (II)
adalah 10 g/L dengan efisiensi penyisihan 56,6%. Hasil penelitian menunjukkan fly ash
dapat digunakan sebagai adsorben yang murah dan efektif untuk menyisihkan ion Cu (II)
dalam larutan.
Kata kunci: Adsorpsi, Fly Ash, Ion Cu, Isoterm Adsorpsi.
1.0 PENDAHULUAN
Fly ash batu bara adalah material partikulat yang dihasilkan dari pembakaran batu
bara pada pembangkit listrik. Kontaminasi yang disebabkan fly ash merupakan ancaman
yang serius terhadap lingkungan. Sebagai residu anorganik yang berasal dari pembakaran
batu bara selama bertahun-tahun dan selalu dianggap sebagai limbah, produksinya akan
terus meningkat sehingga hal ini mendorong untuk penggunaannya sebagai sumber daya
untuk aplikasi industri yang memungkinkan. Telah banyak dilakukan studi untuk meneliti
penggunaan fly ash sebagai adsorben yang ekonomis untuk menyisihkan logam berat dari
larutan karena kelimpahan dan kemudahan mendapatkannya (Ahmaruzzaman, 2011).
Proses penyisihan logam berat dengan adsorpsi seringkali digunakan karena lebih murah
dan lebih efektif dibandingkan proses lain seperti presipitasi kimia, ekstraksi larutan, proses
elektrolitik, pemisahan dengan membran, ion exchange, reverse osmosis, maupun proses
biologis (Cho, 2005). Fly ash batu bara mempunyai potensi untuk digunakan dalam
pengolahan air buangan karena komponen utamanya yaitu alumina, silika, besi oksida,
kalsium oksida, magnesium oksida dan properti fisiknya seperti porositas, distribusi ukuran
partikel, dan luas permukaan.
202
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru, Indonesia, 1-2 Oktober 2016
ISSN : 1907-0500
Beberapa studi melaporkan bahwa sejumlah signifikan logam berat dapat disisihkan
dari larutan dengan adsorpsi menggunakan fly ash. Srivastava (2006) menunjukkan
kelayakan penggunaan fly ash sebagai adsorben untuk penyisihan sendiri maupun secara
simultan ion Cd(II) dan Ni(II) dari larutan. Untuk setiap logam tunggal dilakukan percobaan
batch untuk mempelajari proses sorpsi, isotherm, dan kinetika untuk mengetahui kapasitas
adsorpsi fly ash. Lin and Chang (2001)) mempelajari penyisihan logam Cu dengan fly ash
yang mengandung karbon dengan kadar yang berbeda-beda. Fraksi karbon mempunyai
peranan penting dalam menyisihkan Cu dari larutan.Fly ash mentah dan fly ash yang
dimodifikasi digunakan untuk menyisihkan ion Cu dari larutan. Ditemukan adsorpsinya
bersifat endotermal dengan energi aktivasi 1,3-9,6 kJ/mol. Isothermnya mengikuti isotherm
Langmuir dan Freundlich sedangkan kecepatan adsorpsi mengikuti kine tika pseudo second-
order. Selain itu modifikasi yang dilakukan tidak meningkatkan kapasitas adsorpsi fly ash
(Hsu, 2008).
Rasio distribusi logam antara solid adsorben dan larutan ditemukan sebagai fungsi
dari tipe adsorben, konsentrasi kesetimbangan logam, dan temperatur. Wang (2006)
menyisihkan ion Ni dan Cu dengan fly ash yang sudah diolah menemukan kinetika pseudo
second-order lebih baik untuk menjelaskan dinamika adsorpsi ion Ni dan Cu. Hal yang sama
ditemukan Papandreou (2011) yang menggunakan pelet fly ash yang porous sebagai
adsorben ion Pb(II), Zn(II), dan Cr(III). Isotherm adsorpsi ion-ion tersebut mengikuti
persamaan Langmuir.Cho (2005) meneliti kemungkinan penggunaan fly ash sebagai
adsorben yang murah untuk menyisihkan logam berat dalam larutan yang tidak mengandung
asam kuat.Percobaan kinetika juga dilakukan dan zeta potensial fly ash diukur pada setiap
variasi pH.Permukaan silika (SiO2) dilaporkan menunjukkan afinitas yang kuat terhadap ion
logam (Soco, 2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi penggunaan fly ash yang digunakan
untuk pembangkit listrik pada salah satu industri tekstil yang ada di Kota Bandung untuk
menyisihkan ion Cu (II) yang ada dalam larutan. Karakteristik fly ash sangat tergantung pada
tipe dan asal batu bara, mineral dan metal yang ada dalam batu bara, tipe furnace, dan
temperatur pembakaran (Bignozzi, 2014). Pembakaran batu bara yang dilakukan pada
industri tekstil berbeda dengan yang dilakukan pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
misalnya, temperatur pembakaran pada industri tekstil biasanya lebih rendah dan
pengoperasian boilernya yang tidak kontinu selama tujuh hari dalam seminggu sebagaimana
PLTU yang selalu beroperasi tanpa jeda. Perbedaan temperatur dan waktu pengoperasian
boiler akan menghasilkan fly ash dengan karakteristik yang berbeda dan kemungkinan
kemampuan adsorpsi yang juga berbeda.
2.0 METODOLOGI
2.1 Fly Ash
Fly ash yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari boiler pembangkit
listrik pada salah satu pabrik tekstil yang ada di Kota Bandung. Fly ash disaring dengan
saringan 100 mesh dan digunakan langsung tanpa pengolahan lebih lanjut. Nilai pH fly ash
dengan mencampur 2 g fly ash dengan 100 mL air distilasi dan dicatat pH pada interval 1
jam selama 10 jam. Nilai loss on ignition (LOI) ditentukan dengan membakar sampel - yang
dikeringkan pada temperatur 1050C di dalam oven dan disimpan dalam desikator - pada
202
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru, Indonesia, 1-2 Oktober 2016
ISSN : 1907-0500
temperatur 6000C selama 2 jam (Bayat, 2002). Komposisi kimia ditentukan dengan XRF
PANalytical Epsilon 3. Analisis X-ray diffraction dilakukan dengan alat Bruker D8 Advance
dengan
rentang 30 sampai 500. Investigasi scanning electron microscopy (SEM) dilakukan dengan
alat JEOL JSM 6510 LV yang dioperasikan pada 15kV.
2.2 Adsorbat
Larutan Cu didapat dengan melarutkan garam CuSO4.5H2O (pa) Merck Co. Untuk
mengatur pH larutan digunakan HNO3 0,1M, NaOH 0,1M.
2.3 Proses Adsorpsi
Sebagai langkah awal percobaan adsorpsi adalah dengan melihat pengaruh pH. Hal
ini bertujuan untuk mencari kondisi optimum proses adsorpsi. Percobaan dilakukan dengan
menggunakan 100 ml larutan 100 mg/L Cu yang diaduk dengan fly ash sebanyak 1 g selama
180 menit dengan kecepatan shaker 250 rpm pada nilai pH yang berbeda -beda. Nilai pH (3-
8) diatur dengan menambah asam nitrat atau natrium hidroksida.Untuk setiap nilai pH
konsentrasi kesetimbangan diukur, persentase serapan, dan kapasitas adsorpsi
dihitung.Percobaan yang sama dilakukan untuk mengetahui pengaruh dosis dan konsentrasi
awal ion Cu. Untuk percobaan dosis nilai yang digunakan adalah 1, 5, 10, dan 15 mg/ml
larutan sedangkan untuk konsentrasi awal dilakukan pada konsentrasi (25, 50, 75, 100, 125,
150, 175, 200, 225, dan 250 mg/l). Isoterm adsorpsi dilakukan dengan menggunakan dosis
10 g/L, pH 5,5, dengan konsentrasi 20-70 mg/L sebanyak 100 mL. Larutan diaduk dengan
kecepatan 250 rpm selama 60 menit.Sampel kemudian disentrifus pada 6000 rpm selama 10
menit untuk memisahkan fly ash.Konsentrasi ion Cu sebelum dan sesudah adsorpsi
dianalisis dengan AAS.Semua percobaan dilakukan secara duplo dan diambil nilai rata -
ratanya.
3.0 HASIL DAN DISKUSI
3.1 Karakteristik Fly Ash
Komposisi kimia fly ash dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel dapat dilihat komponen
SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 jumlahnya lebih dari 70 % dan SO3 kurang dari 5% sehingga
termasuk pada fly ash kelas F menurut klasifikasi ASTM C618.:
Tabel 1 Komposisi kimia fly ash
Oksida Komposisi, % massa
SiO2
Al2O3
Na2O
MgO
CaO
SO3
Fe2O3
Lain-lain
pH
48,22
35,40
0
0,76
2,68
3,19
5,40
4,35
8,8
202
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru, Indonesia, 1-2 Oktober 2016
ISSN : 1907-0500
Pola XRD fly ash dapat dilihat pada Gambar 1.Fly ash terdiri dari quartz sebagai
mineral utama dan beberapa mineral lain seperti hematite dan mullite dalam jumlah yang
tidak signifikan.Sebagian besar kandungan fly ash adalah amorf. Dari hasil analis is dimana
komponen utama fly ash adalah SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan kandungan CaO < 10%
kemungkinan kedua batu bara asal adalah dari kelompok bituminous. Komponen amorf
merupakan bagian penting yang menentukan reaktivitas fly ash dan fly ash dengan bagian
amorf yang lebih tinggi menunjukkan reaktivitas yang tinggi (Lecomte, 2006).
Q
M Q
H M Q
0 10 20 30 40 50
Gambar 1. – quatrz, H – hematite, M – mullite)
Morfologi partikel fly ash sangat ditentukan oleh temperatur pembakaran dan
kecepatan pendinginannya (Blisset, 2012). Hasil analisis SEM menunjukkan fly ash biasanya
berbentuk solid speris, hollow speris (cenosphere), dan karbon terbakar yang tidak
beraturan. Hasil SEM fly ash dapat dilihat pada Gambar 2.
202
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru, Indonesia, 1-2 Oktober 2016
ISSN : 1907-0500
Gambar 2. Scanning Electron Micrograph fly ash
Fly ash menunjukkan partikel speris yang kasar dan dapat menempel satu sama lain
membentuk aglomerasi yang tidak teratur, mengandung karbon yang tidak terbakar yang
porous. Permukaan aglomerasi menunjukkan adanya beberapa saluran kecil. Permukaan
202
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru, Indonesia, 1-2 Oktober 2016
ISSN : 1907-0500
speris yang lebih kasar menunjukkan adanya kristal besi dalam kisi alumina dan silika amorf
(Blisset, 2012).
3.2 Pengaruh pH Larutan
Penyisihan ion logam dengan adsorpsi sangat tergantung pada pH larutan karena
tidak hanya dapat mempengaruhi muatan permukaan adsorben, kelarutan ion logam tapi
juga bentuk ion yang ada (spesiasi adsorbat) dalam larutan tersebut (Panday, 1985; Lin,
2001).Pengaruh nilai pH terhadap persentase dan kapasitas adsorpsi oleh kedua fly ash
dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil yang didapat menunjukkan efisiensi adsorpsi meningkat
dari 16-56 % dengan kapasitas adsorpsi 1,6-5,7 mg Cu/g adsorben dari pH 3-8.
Gambar 3. Pengaruh pH terhadap adsorpsi ion Cu (100 mg/l, 250C, dosis = 10g/l, dan waktu
kontak 180 menit)
Dari gambar dapat dilihat bahwa adsorpsi meningkat dengan adanya peningkatan
pH.Pada pH 3-4 adsorpsi ion Cu relatif kecil.Hal ini disebabkan pada kondisi asam gugus
fungsi yang ada pada adsorben terprotonasi sehingga terjadi pengikatan ion H+ dan ion
H3O+.Sementara itu ion logam dalam larutan terlebih dahulu mengalami hidrolisis sebelum
terjadi adsorpsi menghasilkan proton.Pada pH 5-6 kondisi mulai terbalik dimana konsentrasi
Cu2+ menurun dan CuOH+ meningkat.Kompleks hidrokso lebih mudah teradsorpsi daripada
kation Cu2+. Selain itu permukaan adsorben akan bermuatan negatif dengan melepaskan
elektron sehingga melalui gaya elektrostatik terjadi tarik menarik antara adsorbat dan
adsorben. Hal ini menyebabkan peningkatan adsorpsi.
3.3 Pengaruh Dosis Adsorben
Dosis adsorben merupakan parameter yang penting karena akan menentukan
kapasitas sebuah adsorben untuk konsentrasi awal tertentu dari material adsorbat. Pengaruh
dosis terhadap adsorpsi ion Cu dapat dilihat pada Gambar 4. Hasilnya menunjukkan bahwa
persentase penyisihan meningkat dari 29-59% dan penurunan kapasitas dari 29,3-2,9 mg
Cu/g fly ash.
203
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru, Indonesia, 1-2 Oktober 2016
ISSN : 1907-0500
Gambar 4. Pengaruh dosis terhadap adsorpsi ion Cu (100 mg/l, 250C, pH=5,5, dan waktu
kontak 60 menit)
Peningkatan persentase adsorpsi disebabkan ketika dosis meningkat, luas
permukaan dan situs adsorpsi yang tersedia juga meningkat sehingga meningkatkan jumlah
ion Cu yang teradsorpsi.Dosis optimum yang memberikan persentase penyisihan yang tinggi
pada penelitian ini adalah 10 g/l karena setelah nilai ini persentase adsorpsi ya ng terjadi
relatif konstan. Nilai ini sama dengan yang didapatkan Gupta and Ali (2000) yang
menggunakan bagasse fly ash untuk menyisihkan logam Cu dimana dosis optimalnya 10 g/l.
Mohan (2009) menggunakan fly ash yang tinggi kandungan CaO (34,96%) mendapatk an
dosis optimum yang lebih rendah yaitu 2 g/l sama dengan Bayat (2002) yang menggunakan
fly ash dengan kandungan CaO 23,66%.
3.4 Pengaruh Konsentrasi Awal
Efisiensi dan kapasitas adsorpsi fly ash pada berbagai konsentrasi awal Cu dapat
dilihat pada Gambar 5. Dari gambar dapat dilihat penyisihan bisa mencapai di atas 50%
untuk konsentrasi awal < 75 mg/l dengan kapasitas 2,3-4,8 mg Cu/g adsorben. Penurunan
konsentrasi yang cukup tajam mulai terjadi di atas konsentrasi awal 75 mg/l.
Gambar 5. Pengaruh konsentrasi awal terhadap adsorpsi ion Cu (dosis = 10 g/l, 250C,
pH=5,5, dan waktu kontak 60 menit)
Pada konsentrasi awal rendah pori yang terdapat pada permukaan adsorben dapat
mengadsorpsi banyak ion Cu untuk mengisi situs yang mungkin tersedia sehingga efisiensi
meningkat sampai konsentrasi tertentu. Ketika konsentrasi awal meningkat pori yang
tersedia tidak mencukupi untuk mengadsorpsi logam lebih jauh dan berarti masih banyak ion
yang ada dalam suspensi. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang sama, efisiensi
penyisihan ion logam tergantung pada konsentrasi awal (Lingamdinne, 2015; Al-Zboon,
204
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru, Indonesia, 1-2 Oktober 2016
ISSN : 1907-0500
F
2011; Mohan, 2009; Panday, 1985).
3.5 Isotherm Adsorpsi
Dua persamaan isotherm utama yaitu Langmuir (Persamaan 1) dan Freundlich
(Persamaan 2) digunakan untuk mengevaluasi data percobaan.Model isotherm digunakan
untuk menginterpretasi hubungan antara data percobaan dengan data teoritis dan untuk
memprediksi proses adsorpsi yang terjadi. Persamaan isotherm Langmuir dan Freundlich
merupakan persamaan non linier yang biasanya dirubah terlebih dahulu ke dalam bentuk
linier kemudian dilakukan fitting dan dihitung koefisien korelasinya. Dalam penelitian ini fitting
kedua model isotherm dilakukan dengan metode least square dengan menggunakan solver
yang ada pada program worksheet excel.
q K
L q
maxC
e
1 K L C
e
q K C1 n
(1)
(2)
Percobaan penentuan isotherm dilakukan dengan konsentrasi awal Cu yang berkisar
dari 20-70 mg/l. Nilai ini diambil berdasarkan hasil sebelumnya dimana pada konsentrasi 75
mg/l efisiensi penyisihannya sudah mengecil secara signifikan. Temperatur adsorpsi
dilakukan pada 25, 45, dan 60C. Hasil fitting model isotherm hasil percobaan ditampilkan
pada Gambar 6 dan 7.
Gambar 6. Isotherm Langmuir ion Cu
Gambar 7. Isotherm Freundlich ion Cu
205
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru, Indonesia, 1-2 Oktober 2016
ISSN : 1907-0500
Dari hasil fitting dapat dilihat isotherm Langmuir memberikan hasil yang lebih bagus
daripada isotherm Freundlich karena nilai error yang didapat lebih kecil.Konstanta adsorpsi
(Persamaan 3) dapat dilihat pada Tabel 1.
Selain hasil fitting yang bagus, hal ini juga diperkuat dengan faktor separasi isotherm
Langmuir tanpa dimensi, RL, yang didapat juga bernilai 0<RL<1 yang menunjukkan adsorpsi
dapat berlangsung dengan baik (favorable). Kapasitas adsorpsi maksimum yang didapat
5,06, 5,38, dan 5,90 mg/g untuk temperatur 25, 45, dan 60C. Kapasitas adsorpsi maksimum
semakin tinggi dengan meningkatnya temperatur adsorpsi. Parameter KL juga bisa
dihubungkan dengan afinitas situs pengikat dimana nilai yang besar menunjukkan afinitas
yang besar terhadap ion logam (Chen, 2011). RL 1 1 K L C0 (3)
Tabel 2 Kapasitas adsorpsi maksimum dan konstanta isotherm
Temp
eratur
(0C)
Model Langmuir Model
Freundlich
Qmak
s
(mg/g)
KL
(l/m
g)
RL KF
(mg/g(l/m
g)1/n)
1/n
25
45
60
5,06
5,38
5,90
0,1
49
0,2
03
0,2
75
0,1
45
0,1
10
0,0
84
1,78
3,49
5,94
0,3
67
0,3
45
0,3
47
Proses adsorpsi yang mengikuti isotherm Langmuir menunjukkan bahwa adsorpsi
bersifat monolayer, terjadi pada permukaan yang mempunyai situs aktif yang terdistribusi
secara homogen (Lingamdinne, 2015), situs pengikat mempunyai kemampuan adsorpsi
yang sama, dan tidak ada interaksi antara molekul adsorbat (Kalantari, 2015).
4.0 KESIMPULAN
Fly ash yang merupakan limbah dari pembakaran batu baraberpotensi untuk
dijadikan adsorben untuk menyisihkan ion Cu dari larutan. Beberapa kesimpulan yang
didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.Fly ash yang digunakan termasuk kelas F
menurut ASTM C618. Proses adsorpsi sangat dipengaruhi oleh pH larutan, dosis fly ash,
dan konsentrasi awal ion Cu. Proses adsorpsi mengikuti isotherm Langmuir dengan nilai
kapasitas adsorpsi maksimum 5,06-5,90 mg/g. Hal ini menunjukkan adsorpsi bersifat
monolayer, terjadi pada permukaan yang mempunyai situs aktif yang terdistribusi secara
homogen, situs pengikat mempunyai kemampuan adsorpsi yang sama, dan tidak ada
interaksi antara molekul adsorbat. Dari hasil yang didapat menunjukkan fly ash dapat
digunakan sebagai adsorben yang efektif dan murah untuk menyisihkan ion Cu dari larutan.
Daftar Pustaka
Ahmaruzzaman, M. 2011. “Industrial wastes as low-cost potential adsorbents for the
treatment of wastewater laden with heavy metals”, Colloid and Interface Science.
166: 36–59
206
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru, Indonesia, 1-2 Oktober 2016
ISSN : 1907-0500
Al-Zboon, K., Al-Harahsheh, M. and Hani, F.2011. “Fly ash-based geopolymer for Pb
removal from aqueous solution”. Journal of Hazardous Materials. 188: 414-421
Bayat, B. “Comparative study of adsorption properties of Turkish fly ashes I. The case of
nickel (II), copper (II) and zinc (II)”. Journal of Hazardous Materials B95: 251–273
Bignozzi, M.C., Manzi, M., Elia, M., Rickard, W.D.A and van Riessen, A. 2014. “Room
temperature alkali activation of fly ash : The effect of Na2O/SiO2 ratio”. Construction
and Building Materials.69: 262–270
Blissett, R.S. and Rowson, N.A. “A review of the multi-component utilisation of coal fly
ash”.Fuel., 97: 1–23
Chen, X., Chen, G., Chen, L., Chen, Y., Lehmann, J., McBride, M.B. and Hay, A.G. 2011.
“Adsorption of copper and zinc by biochars produced from pyrolysis of hardwood and
corn straw in aqueous solution”. Bioresource Technology. 102: 8877–8884
Cho, H., Oh, D. and Kim, K. 2005.“A study on removal characteristics of heavy metals from
aqueous solution by fly ash”.Journal of Hazardous Materials.B127: 187–195
Gupta, V.K and Ali, I. 2000. “Utilisation of bagasse fly ash (a sugar industry waste) for the
removal of copper and zinc from wastewater”.Separation and Purification
Technology, 18: 131–140
Hsu, T.C., Yu, C.C., dan Yeh, C.M. 2008. “Adsorption of Cu2+ from water using raw and
modified coal fly ashes”.Fuel, 87: 1355–1359
Kalantari, K., Ahmad, M.B., Masoumi, HRF., Shameli, K., Basri, M., and Khandanlou, R.
2015. “Rapid and high capacity adsorption of heavy metals by Fe3O4/montmorillonite
nanocomposite using response surface methodology: Preparation, characterization,
optimization, equilibrium isotherms, and adsorption kinetics study”. Journal of the
Taiwan Institute of Chemical Engineers, 49: 192–198
Lecomte, I., Henrist, C., Liegeois, M., Maseri, F., Rulmont, A., and Cloots, R. 2006. “(Micro)-
structural comparison between geopolymers, alkali-activated slag cement and
Portland cement”. Journal of the European Ceramic Society, 26: 3789–3797
Lin, C-J and Chang, J-E. 2001. “Effect of fly ash characteristics on the removal of Cu (II) from
aqueous solution”. Chemosphere, 44: 1185-1192
Lingamdinne, L.P., Yang, J-K., Chang, Y-Y, and Koduru, J.R. 2015. “Low-cost magnetized
Lonicera japonica flower biomass for the sorption removal of heavy metals”.
Hydrometallurgy, xxx, xxx–xxx
Mohan, S. and Gandhimathi, R. 2009.“Removal of heavy metal ions from municipal solid
waste leachate using coal fly ash as an adsorbent”.Journal of Hazardous Materials,
169: 351–359
Panday, K.K., Prasad, G., and Singh, V.N. 1985. “Copper (II) removal from aqueous
solutions by fly ash”. Water Research, 19 (7): 869-873
Papandreou, A.D., Stournaras, C.J., Panias, D., and Paspaliaris, I. 2011. “Adsorption of
Pb(II), Zn(II) and Cr(III) on coal fly ash porous pellets”.Minerals Engineering, 24:
1495–1501
Socˇo, E. and Kalembkiewicz, J. 2013. “Adsorption of nickel(II) and copper(II) ions from
aqueous solution by coal fly ash”. Journal of Environmental Chemical Engineering, 1:
581-588.
Srivastava, V.C., Mall, I.D., and Mishra, I.M. 2006. “Equilibrium modelling of single and
binary adsorption of cadmium and nickel onto bagasse fly ash”.Chemical Engineering
Journal, 117: 79–91
207
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru, Indonesia, 1-2 Oktober 2016
ISSN : 1907-0500
Wang, S., Soudi, M., Li, L., and Zhu, Z.H. 2006.“Coal ash conversion into effective
adsorbents for removal of heavy metals and dyes from wastewater”.Journal of
Hazardous Materials, B133: 243–251