Download - SKEN B BLOK 11 L11
LAPORAN TUTORIAL B
SINDROM NEFROTIK
BLOK XI
Kelompok 11
Tutor : Dr. H. Hasrul Han
Anggota:
Kunni Mardhiyah 04091001050
Fitrisiya Lora Valentina 04091001055
Erinnah Yunvina Permatasari 04091001062
Monick Mahndasari 04091001065
Daniel Hutaean 04091001070
Sylvia Noviani Saing 04091001084
Suryadi Voonatta 04091001086
Anita Permatasari 04091001092
M. Ricky Meirizkian 04091001093
Dini Meta Rica 04091001103
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya, laporan tugas
tutorial skenario B Blok XI ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, serta yang paling
penting adalah agar mahasiswa dapat menguasai materi tutorial B ini sehingga nantinya dapat
diimplementasikan dengan baik kepada masyarakat.
Tim penyusun laporan mengucapkan terima kasih kepada Dr.H.Hasrul Han tutor
kelompok 11, yang telah membimbing kami dalam pelaksanaan tutorial kali ini. Serta semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan
sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.
Palembang, 23 februari 2011
Tim Penyusun,
Kelompok 11
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... 1
Kata Pengantar................................................................................................... 2
Daftar Isi.............................................................................................................. 3
Skenario............................................................................................................... 4
A. Klarifikasi Istilah....................................................................................... 4
B. Identifikasi Masalah.................................................................................. 5
C. Analisis Masalah....................................................................................... 6
D. Hipotesis.................................................................................................... 8
E. Kerangka Konsep...................................................................................... 8
F. Learning Issue.......................................................................................... 9
G. Sintesis...................................................................................................... 9
Daftar Pustaka....................................................................................................... 29
3
Scenario B
Mr. Brown, 60 years old come to emergency room with chief complaint cannot voiding
spontaneously and suffered from lower abdominal pain.
From anamneses : since 6 months,he has weak of stream and strain of urination, hesitancy
(delayed to start voiding), decrease force and caliber of stream, sensation of incomplete
bladder emptying, straining to urinate, post void dribbling. Urgency ( + ). Frequency ( + ),
and nocturia ( + ).
On physical examination: BP: 150/90 mmHg, HR: 105x/ min, Temp: 370 C. Head and
neck: normal. Chest: normal. Abdominal: inspection: distend lower abdominal, palpation:
bladder palpable 2 cm below the umbilicus.
Additional information.
Sphincter tone is normal, prostate enlarge , consitency rubbery , no induration.
DRE (Digital Rectal Examination) should be done after insert catheter into urethra.
Laboratorium finding: serum creatinin: 1,0; urine sediment: RBC 10/HPF; WBC: 0-2/HPF
Imaging: USG: bilateral mild hydronefrosis, bladder is full, prostate enlarge 6cm x 5cm x
5cm.
IPSS ( International Prostatic Symptoms Care) since 6 months ago: 28 (0-7: mild; 8-19:
moderate; 20-35: severe).
I. Klarifikasi Istilah
1. Voiding : membuang zat sisa terutama urin.
2. Lower abdominal pain : nyeri abdominal bagian bawah.
3. Week of stream : aliran urin lemah.
4. Hesitancy : keraguan untuk berkemih.
5. Decreased force : berkurangnya kekuatan.
6. Caliber of stream : diameter aliran urin.
7. Post void dribbling : urin masih menetes setelah berkemih.
8. Urgency : dorongan mendesak yang mendadak untuk
berkemih.
9. Nocturia : urinasi berlebihan pada malam hari.
10. Sphincter tone : tonus sphincter.
4
11. Consitency rubbery : teraba kenyal.
12. DRE : pemeriksaan dengan memasukan jari melalui
rektum untuk menilai tonus sphincter anii, apakah ada pembesaran atau tidak ?
13. Hydronephrosis : distensi pelvis dan kalises ginjal oleh urin.
II. Identifikasi Masalah
1. Mr Brown, 60 th mengeluh tidak bisa berkemih secara spontan dan menderita
nyeri abdominal bagaian bawah.
2. Anamnesis
Sejak 6 bulan yang lalu :
1. Week of stream and strain of urination
2. Hesitancy
3. Decreased force
4. Caliber of stream
5. Sensation of incomlate bladder emptying
6. Straining to urinate
7. Post void dribbling
8. Urgency ( + )
9. Frequency ( + )
10. Nocturia ( + )
3. Pemeriksaan Fisik
- BP 150/90 ( Hipertensi )
- HR 105x/menit
- Abdominal :
1. Inspection : Distend lower abdominal
2. Palpitation : Bladder palpable 2 cm below the umbilicus.
4. Pemeriksaan Laboratory
- Sphincter tone is normal
- Prostate enlarge
- Consitency rubbery
- No induration
- DRE should be done after insert the catheter into the urethra.
- Serum creatinine 1,0
- Urine sediment RBC 10/HPF, WBC : 0-2 /HPF
5
- USG : bilateral mild hydronephrossis
- Bladeer is full
- Prostate enlarge 6cmx5cmx5cm
- IPPS since 6 months ago : 28 ( 0-7 : mild : 8-19 : moderate : 20 – 35 :
severe )
III. Analisis Masalah
1. Bagaimana anatomi , fisiologi , histologi urogenital ? Sintesis
2. Bagaiamana interpretasi hasil pemeriksaan fisik ?
Pemeriksaan
FisikNormal
Hasil
pemeriksaanInterpretasi
Tekanan
darah
120/80 mmHg 150/90 mmHg Hipertensi
Heart Rate 60-100x/min 105x/ min Tachycardia
Temperatur 360 - 370 C 370 C Normal
Head and
neck
normal Normal
Chest normal normal
Abdominal
inspection:
Normal distend lower
abdominal
Penggelem-
bungan perut
Abdominal
palpation
Tidak teraba bladder palpable
2 cm below the
umbilicus
Bladder penuh
DRE (Digital
Rectal
examination)
a. sphincter tone
normal
b.prostate
enlarge
c.consistency
rubbery
d. no induration
a. tidak ada
kelainan
buli-buli
neurogenik
b. BPH
c. BPH, tidak
ada tanda
keganasan
seperti pada
karsinoma
6
prostat
d. BPH
3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratory ?
a. Laboratorium
Laboratorium finding Normal Hasil
pemeriksaan
Interpretasi
Serum creatinin 0.5-1.4mg/dl 1.0 normal
Urine sediment:
- RBC 0/ HPF 10/HPF hematuria
- WBC <10/HPF 0-2/ HPF normal
b. USG
Imaging Interpretasi
Bilateral mild hydronephrosis detensi bulu-buli
Bladder is full incomplete voiding dan weak of
streaming
Prostate enlargement 6cm x 5 cm x 5cm (normal: 4cm x 3cm x 2,5cm)
nodular hyperplasia menyebabkan
prostate membesar
4. Apa saja diagnosis bandingnya ? sintesis
5. Bagaimana working diagnosis dan cara mendiagnosisnya ? sintesis
6. Apa etiologi penyakit pada kasus ini ? sintesis
7. Bagaiamana epidemiologi penyakit pada kasus ini ? sintesis
8. Patofisologi dari : sintesis
a. Tidak bisa berkemih secara spontan ?
b. Nyeri abdominal pain ?
c. Hesitancy ?
d. Post void dribbling ?
e. Nocturia ?
f. Hydronephrossis ?
7
9. Apa saja manifestasi dari penyakit pada kasus ini ? sintesis
10. Bagaimana penatalaksanaan penyakit pada kasus ini ? sintesis
11. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?
Dubia at bonam
12. Apa saja komplikasi penyakit pada kasus ini ? sintesis
13. Apa kompetensi dokter pada kasus ini ? 3A
IV. Hypotesis
Mr Brown , 60 tahun menderita Benign Prostate Hyperplasia ( BPH ).
V. Kerangka Konsep
8
Mr. Brown
60 tahun ( manula )
Ketidakseimbangan hormonal
Hiperplasia kelenjar prostat
BPH
1. Teori Hormonal
2. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)
3. Teori Peningkatan Lama
Hidup Sel-sel Prostat
karena Berkuramgnya Sel
yang Mati
4. Teori Sel Stem (stem cell
hypothesis)
5. Teori Dihydro Testosteron (DHT)
6. Teori Reawakening
Obstruksi Uretra
Manifestasi
VI. Learning Issuse
Pokok Bahasan What I
Know
What I don’t
know
What I have
to prove
How I will
learn
Anatomi, Fisiologi
histologi sistem
Urogenital
Letak,
Fungsi
Kelainan pada
kasus
Mekanisme
kerja
TextBook,
Internet
IPPS Definisi Nilai – nilai nya Hubungan
dengan kasus
Textbook,
Internet
BPH Definisi Patogenesis, dll Hubungan
dengan kasus
Textbook
internet
VII. Sintesis
1. Anatomi dan Fisiologi serta Histologi Kelenjar Prostat
Anatomi prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti piramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli.
Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan
panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi
uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus
ejakulatorius.
9
Histologi
Prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya
ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada
kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama
terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis.
Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta
melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat
beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya
mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-
lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai
kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma
mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus
biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah,
bulat dan kecil.
Batas-batas prostat
1. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
2. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.
3. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
10
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.
Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi
vascia pelvis.
4. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis.
5. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator
ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.
Ductus ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat untuk
bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus
prostaticus.
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior
11
Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun
biologi, yaitu:
1. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
terbanyak.
Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
4. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
12
dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH).
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
Aliran darah
Prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis
inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan
stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina
propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling
kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe
mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dam mengikuti
pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus
sakralis.
Persarafan
Prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus
prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin.
Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di
stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-sel
otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.
Fisiologi Prostat
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret
dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi
sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan
enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain
dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.
kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan
cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.
13
Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan
pemberian Stilbestrol.
Perubahan prostat pada pria tua
Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari
lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu
sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami
perubahan hiperplasi.
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan
kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita
akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat
tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-perubahan ke arah terjadinya
pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan
mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar
membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang
akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya
sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut
diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.
14
Differential diagnosis untuk penyakit Mr. Brown
15
16
Sign &
symptoms
BPH Karsinoma
prostat
prostatitis urolithiasis
Kesulitan
BAK spontan+ + + +
Nyeri
abdomen
bawah
+ -
Pancaran urin
melemah+ + +
Mengejan saat
miksi+ ?
Rasa tidak
lampias+
Post void
dribbling+
Urgency+ + +
Dysuria- + +
Nocturia+ + +
Frequency+ +
Spincter tonus
normalNormal
Prostate
enlarge + + +
Consistency
rubbery+ -
Induration - + -
Hipertension+
Heart Rate+
Distend lower
abdominal+
Working diagnosis dan Cara mendiagnosis untuk kasus Mr Brown
Penegakan diagnosis penyakit Mr. Brown
- Anamnesis
a. Identitas (nama, umur, dsb)
b. Keluhan utama dan tambahan
Keluhan utama dan tambahan yang biasanya terdiri dari tanda-tanda iritatif dan
obstruktif.
- gejala iritatif berupa sering kencing (frequency), tergesa-gesa ingin kencing
(urgency), kencing malam hari (nocturia), kencing sulit ditahan (urge
inkontinen).
- gejala obstruktif berupa pancara yang lemah, terakhir kencing tidak
puas, kencing harus menunggu lama (hesistancy), mengedan (straining),
kencing terputus-putus (intermittency), dan overflow.
Gejala-gejala tersebut biasanya disusun dalam bentuk skor simptom yang dapat
menggunakan skor Madsen Iversen atau dengan International Prostate Scoring System
(IPSS).
Skor Madsen Iversen
Pertanyaan 0 1 2 3 4
Pancaran Normal Berubah-
ubah
Lemah Menetes
Mengedan saat
berkemih
Tidak Ya
Harus
menunggu saat
akan kencing
Tidak Ya
BAK terputus- Tidak Ya
17
putus
Kencing tidak
lampias
Tidak tahu Berubah-
ubah
Tidak
lampias
1 kali
retensi
>1 kali
retensi
Inkontinensia Ya
Kencing sulit
ditunda
Tidak ada Ringan Sedang Berat
Kencing
malam hari
(nocturia)
0-1 2 3-4 >4
Kencing siang
haro
>3 jam
sekali
Setiap 2-3
jam sekali
Setiap
1-2 jam
sekali
<1 jam sekali
Kapita Selekta Kedokteran UI
Skor Internasional gejala-gejala prostat WHO (International Prostate Symptom Score,
IPSS)
Pertanyaan Jawaban dan skor
Keluhan pada
bulan terakhir
Tidak
sama
sekal
<1
sampai
5 kali
>5
sampai
<15
kali
15 kali Lebih dari
15 kali
Hampir
selalu
Apakah anda
merasa buli-buli
tidak kosong
setelah BAK
0
Berapa kali anda
hendak BAK
dalam waktu 2
jam setelah
BAK
0 1 2 3 4 5
Berapa kali
terjadi air
kencing berhenti
0 1 2 3 4 5
18
sewaktu BAK
Berapa kali anda
tidak dapat
menahan
keinginan BAK.
0 1 2 3 4 5
Berapa kali arus
air seni lemah
sekali sewaktu
BAK
0 1 2 3 4 5
Berapa kali
terjadi anda
mengalami
kesulitan BAK
(mengejan)
0 1 2 3 4 5
Berapa kali anda
bangun untuk
buang air kecil
di waktu malam
0 1x 2x 3x 4x 5x
Andaikata hal
yang anda alami
sekarang akan
tetap
berlangsung
seumur hidup
bagaimana
perasaan anda
Sanga
t
senan
g
Cukup
senang
Biasa
saja
Agak
tidak
senang
Tidak
menyenan
gkan
Sangat tidak
menyenang
kan
Jumlah nilai :
0 = baik sekali
1 = baik
19
2 = kurang baik
3 = kurang
4 = buruk
5 = buruk sekali
c. Di samping itu ditanya juga riwayat kesehatan pada umumnya seperti riwayat
pembedahan, riwayat penyakit saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus, dan
riwayat pemakaian obat-obatan.
d. Pemeriksaan Fisik
- Buli – buli yang terisi penuh
- Teraba massa kista di supra simfisis
- Inkontinensia paradoksa
- Colok dubur
- Dll
e. Pemeriksaan Laboratorium
- Sedimen Urine ( mencari kemungkinan infeksi / inflamasi pada saluran kemih )
- Kultur urine
- Faal Ginjal ( kemungkinaan penyulit yang mengenai saluran kemih atas )
- Gula darah ( mencari kemungkinaan kelainan syaraf pada buli – buli )
e. Pencitraan
- foto polos abdomen
- PIV ( Pielografi Intra Vena )
- Ultrasonografi transrektal atau TRUS
f. Pemeriksaan Lain
- Residual Urine. Dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau
pemeriksaan ultrasonografi seperti TRUS.
- Pancaran Urine
Working diagnosisnya adalah Benign Prostate Hiperplasis ( BPH )
2. Benign Prostate Hiperplasia
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah
pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat
20
jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya
dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun.
a. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
1.Teori Hormonal
Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak
terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen
(testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan
pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya
hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk
perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif
testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa
dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi
hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin
21
bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)
yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon
estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua
bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer
yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
2.Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu;
1. Basic transforming
2. Transforming growthgrowth factor
3. Transforming growth factor
4. Epidermal growth factor.factor
3.Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya Sel yang Mati.
4.Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang
dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel
dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu
dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat
berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga
terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral
prostat menjadi berlebihan.
5.Teori Dihydro Testosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian
dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh
globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam
keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam
“target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam
sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi
5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi
22
“hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini
mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam
inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA.
RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan
kelenjar prostat.
6.Teori Reawakening
Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada
kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular budding”
kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik.
Persamaan epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang terjadi pada
embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya
“reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat
embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic
induction potential of prostatic stroma during adult hood.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang
penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial,
teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan
aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya
tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.
b. Epidemiologi
Menurut WHO tahun 2000 terdapat 600 juta penderita BPH. 400 juta dinegara
industri dan 200 juta dinegara berkembang. BPH hanya menyerang pria pada usia
dekade 5 ( 50% BPH ), dekade 6 ( 60 % BPH ),dekade 7 ( 70 % BPH )dan dekade 8
( 90% BPH ).usia terbanyak biasanya usia 60-70 dan 75 % retensi urin.
c. Patofisiologi
23
24
d. Manifestasi
2 tipe manifestasi dari BPH :
Obstruktif
Hesitancy : Menunggu lama sewaktu memulai miksi
Staining : Harus mengedan
Dribbling terminal
Aliran urin terputus (intermitten)
Urin menetes-netes
Aliran urin menurun atau lemah
Retensi urin : ketidakmampuan untuk berkemih
Iritatif
Nocturia : Sering berkemih di malam hari
Tergesa gesa kalau ingin kencing
Kencing sulit ditahan(urgensy)
Frequentcy : Sering berkemih tapi volume urin yang keluar sedikit
Dysuria (nyeri saat berkemih)
Incomplete bladder in time : Merasa tidak puas setelah selesai berkemih
e. Penatalaksanaan
Berikut ini merupakan penatalaksanaan yang biasa dilakukan pada BPH:
1. Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS
< 7 atau Madsen-Iversen < 9). Tindakan yang dilakukan adalah observasi saja
tanpa pengobatan. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah
makan malam agar mengurangi nokturia, menghindari obat-obat
parasimpatolitik (mis: dekongestan), mengurangi kopi, dan melarang minum
minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil. Penderita
dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa: skoring,
uroflowmetri, dan TRUS. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.
2. Terapi Medikamentosa
Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa).
Terdapat tiga macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap
25
rasional, yaitu dengan penghambat adrenergik a-1, penghambat enzim 5a
reduktase, dan fitoterapi.
a. Penghambat adrenergik a-1
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan
pada otot polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan
demikian, akan terjadi relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra
pars prostatika menurun dan mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat
memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif cepat. Efek samping dari obat
ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan pusing
(dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah (fatique). Pengobatan
dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan beberapa pertanyaan,
seperti berapa lama akan diberikan dan apakah efektivitasnya akan tetap baik
mengingat sumbatan oleh prostat makin lama akan makin berat dengan
tumbuhnya volume prostat. Contoh obat: prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari,
dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4
mg/hari2.
b. Penghambat enzim 5a reduktase
Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga
testosteron tidak diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian,
konsentrasi DHT dalam jaringan prostat menurun, sehingga tidak akan terjadi
sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan perbaikan simptom setelah 6
bulan terapi. Salah satu efek samping obat ini adalah menurunnya libido dan
kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride dosis 5 mg/hari.
c. Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a
reduktase
Terapi kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a
reduktase pertama kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996.
Terdapat penurunan skor dan peningkatan Qmax pada kelompok yang
menggunakan penghambat adrenergik a-1. Namun, masih terdapat keraguan
mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih kecil dibandingkan kelompok
lain. Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut1.
26
d. Fitoterapi
Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa dan
baru-baru ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari
tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal
serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan Secale
cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan
keamanannya1,2.
3. Terapi Bedah Konvensional
- Open simple prostatectomy
Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar,
di atas 100g, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli. Dapat
dilakukan dengan teknik transvesikal atau retropubik. Operasi terbuka
memberikan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada TUR-P1-2.
4. Terapi Invasif Minimal
a. Transurethral resection of the prostate (TUR-P)
Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang
menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.
Sampai saat ini, TUR-P masih merupakan baku emas dalam terapi PPJ.
Sembilan puluh lima persen prostatektomi dapat dilakukan dengan endoskopi.
Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia (sindrom
TUR), dan retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang adalah
struktur uretra, ejakulasi retrograd (75%), inkontinensia (<1%), dan disfungsi
ereksi (4-40%)1,2.
b. Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan
ukuran prostat kecil, yang sering terdapat hiperplasia komisura posterior (leher
kandung kemih yang tinggi). Teknik ini meliputi insisi pada arah jam 5 dan 7.
Penyulit yang bisa terjadi adalah ejakulasi retrograd 1,2.
c. Terapi laser
27
Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan holmium
YAG. Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy
(TULIP) yang dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis,
Visual laser ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy.
Keuntungan terapi laser adalah perdarahan minimal, jarang terjadinya sindrom
TUR, mungkin dilakukan pada pasien yang menjalani terapi antikoagulan, dan
dapat dilakukan tanpa perlu dirawat di rumah sakit. Kerugiannya di antaranya
tidak didapatkan jaringan untuk pemeriksaan histopatologi, diperlukan waktu
pemasangan kateter yang lebih lama, keluhan iritatif yang lebih banyak, dan
harga yang mahal1,2. Efek samping yang pernah dilaporkan di Indonesia
adalah perdarahan (2%), nyeri pasca operasi (3%), retensi (19%), ejakulasi
retrograd (3%), dan disfungsi ereksi (1%)13.
d. Microwave hyperthermia
Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra
atau rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi1,2.
e. Trans urethral needle ablation (TUNA)
Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat
mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas,
sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di jaringan
prostat2.
f. High intensity focused ultrasound (HIFU)
Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi
ultrasound dengan intensitas tinggi dan terfokus1.
g. Intraurethral stent
Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk
mempertahankan lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada pasien dengan
harapan hidup terbatas dan tidak dapat dilakukan anestesi atau
pembedahan1,2.
28
h. Transurethral baloon dilatation
Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika
dan leher kandung kemih. Prosedur ini hanya efektif bila ukuran prostat
kurang dari 40 g, sifatnya sementara, dan jarang dilakukan lagi.
f. Komplikasi
Urinary retention
Renal impairment
Urinary tract infection
Gross hematuria
Bladder stones
Bladder decompensation
Overflow incontinency
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton et Hall. 2008. Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta:EGC
29
2. Lee, David I., MD. Benign Prostatic Hyperplasia. Penn Presbyterian Hospital -
Univesity of Pennsylvania.
3. Levy, Albert, MD et al. Benign prostatic hyperplasia: When to ‘watch and wait,’
when and how to treat. Cleveland Clinic Journal of Medicine Volume 74. May 2007:
S15-S20.
4. Nordling J et al. In: Chatelain C et al, eds. Benign Prostatic Hyperplasia. Plymouth,
UK: Health Publication Ltd; 2001:107-166.
5. Reynard, John. Lower Urinary Tract Emergencies.
6. http://www.springer.com/978-1-85233-811-4
7. Special BPH Treatment, www.urolog.nl
8. Scanlon, Valerie C. 2007. Essentials of Anatomy and Physiology 5th Edition.
Philadelphia: F. A. Davis Company
9. Gibson, John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta: EGC
10. Aryulina, Diah, et all. 2004. Biologi. Jakarta: Esis
11. Smeltzer, Suzanne C. 2008. Brunner & Suddarth’s Medical-Surgical Nursing.
Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers
30