skripsi optimasi lama perendaman larutan daun …
Post on 04-Oct-2021
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SKRIPSI
OPTIMASI LAMA PERENDAMAN LARUTAN DAUN PEPAYA TERHADAP
DAYA TETAS TELUR IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn)
AHMAD RIFAI
10594 362 09
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
“OPTIMASI LAMA PERENDAMAN LARUTAN DAUN PEPAYA
TERHADAP DAYA TETAS TELUR IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn)” di BBI
Limbung Kelurahan Bajeng Kecematan Kalebajeng Kabupaten Gowa adalah karya saya
dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
manapun tidak diterbitkan dari penulus lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Makassar, Maret 2015
Ahmad Rifai
NIM 10594 362 09
ABSTRAK
AHMAD RIFAI. 10594 362 09. Optimasi Lama Perendaman Larutan Daun Pepaya
Terhadap Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) di Balai Benih Ikan (BBI)
Limbung Kab. Gowa Sulawesi Selatan. Dibawah bimbingan Murni, S.Pi, M.Si dan H.Ir
Burhanuddin. MP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimasi lama perendaman larutan daun
pepaya terhadap prevalensi dan intensitas serangan jamur saprolegnia sp pada telur ikan mas
(C. carpio L). penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi Dalam upaya
memperoleh benih ikan mas yang berkualitas, kuantitas dan tepat waktu.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Januari 2015 di
Balai Benih Ikan (BBI) Limbung kec. Bajeng Kab. Gowa Sulawesi Selatan. alat dan bahan
yang digunakan Toples kaca volume 3 liter air, waskom, perlengkapan aerasi, timbangan,
kompor, panci, gelas ukuran 1 liter, saringan, blower, DO meter, thermometer, pH meter.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4
perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan A (5 menit), perlakuan B (10 menit), pelakuan C (15
menit), pelakuan D (20 menit).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan B (10 menit) dengan
penggunaan larutan daun pepaya 4 ml merupakan waktu yang paling efektif untuk kita
gunakan/terapkan untuk mencapai daya tetas yang optimal
Kata kunci: daun pepaya, saprolegnia sp., ikan mas.
HALAMAN HAK CIPTA
@ Hak cipta milik Unismuh Makassar, tahun 2015
Hak Cipta dilindungi undang – undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tampa mencantumkan atau
menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya kepentingan pendidikan, penelitian penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan,penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh Makassar
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk laporan apapun tampa izin Unismuh Makassar
OPTIMASI LAMA PERENDAMAN LARUTAN DAUN PEPAYA TERHADAP DAYA
TETAS TELUR IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn)
AHMAD RIFAI
10594 362 09
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Jurusan
Budidaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Adapun judul Optimasi Lama
Perendaman Larutan Daun Pepaya Terhadap Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio
Linn).Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
kritik atau saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
skripsi ini.
Penulisan skripsi ini telah banyak menyita waktu, tenaga, curahan fikiran, maupun
materi dari berbagai pihak. Selanjutnya pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi sehingga laporan ini selesai
ditulis, khususnya kepada :
1. Bapak Ir. H. M. Saleh Molla, MM. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Makassar beserta stafnya.
2. Ibu Murni, S.Pi, M.Si. selaku pembimbing utama dan bapak H. Ir. Burhanuddin, S. Pi,
MP. Selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, bimbingan motivasi, dan
waktunya kepada penulis mulai dari penyusunan proposal penelitian sampai selesainya
skripsi ini.
3. Dr. Abdul Haris, S.Pi.M.Si dan ibu Asni Anwar S.Pi, selaku komisi penguji atas saran
dan masukannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen pengajar pada Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Rasa hormat dan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Ayahanda Kamarudin
Tue dan Ibunda Siti Masita yang telah memberikan do’a restu selama penulis
menempuh pendidikan.
6. Kepala BBI Limbung dan Jajarannya, yang telah memberikan izin meneliti dilokasi
tersebut dan tak lupa pula dengan bimbingan serta semangat dan dorongan dalam
penyelesaian penelitian hingga penyusunan skripsi ini berjalan lancar.
7. Semua pihak, teman-teman seperjuangan, handai tolan yang tak sempat penulis sebutkan
satu persatu tetapi sangat banyak membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian
skripsi ini.
Meskipun skripsi ini sudah tersusun dengan rapi namun karena sifat keterbatasan
yang dimiliki penulis, maka usaha menuangkan yang terbaik dalam skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Walau demikian penulis berharap semoga hasil karya ini bermanfaat bagi
yang membutuhkannya.
Makassar, Maret 2015
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 24 Mei 1989 di flores Lembata-NTT.
Penulis adalah anak pertama dari lima orang bersaudara, dari
pasangan Kamarudin Tue dan Siti Masita. Pada tahun 1996 penulis
bersekolah di SD Inpres walangsawah, Kab Lembata, Flores Timur
dan tamat pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan ke MTS. Negeri Mbay, Kab Nagekeo dan tamat pada tahun 2005. Pada tahun
yang sama pula penulis melanjutkan ke MAN Mbay, kab Nagekeo, penulis perna aktif pada
organisasi OSIS 2008.
Pada tahun 2009 penulis melalanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah
Makassar dan memilih Fakultas Pertanian Jurusan Perikanan Program Studi Budidaya
Perairan dan menyelesaikan study pada tahun 2015.
Penulis telah melaksanakan penelitian di Balai Benih Ikan (BBI) Limbung, Kab.
Gowa, Sulawesi Selatan, pada bulan November sampai dengan Bulan Januari dan memilih
judul “Optimasi Lama Perendaman Larutan Daun Pepaya Terhadap Daya Tetas Telur
Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)”
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI i
RINGKASAN ii
HAK CIPTA iii
HALAMAN JUDUL . iv
HALAMAN PENGESAHAN v
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan dan Kegunaan 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan morfologi ikan mas 3
2.2. Telur ikan mas 4
2.3. Jamur saprolegnia 5
2.4. Klasifikasi dan Morfologi Daun Pepaya 8
2.5. Bahan aktif anti mikroba dalam Daun Pepaya 9
2.6. parasit dan penyakit 11
2.7. parameter kualitas air 13
2.7.1. Suhu 13
2.7.2. Dissolved Oxygen (DO) 13
2.7.3. Derajat keasaman (pH) 13
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan tempat 15
3.2. Alat dan bahan 15
3.3. Prosedur penelitian 16
3.3.1 persiapan wadah penelitian 16
3.3.2 persiapan media penetasan 17
3.3.3 pembuatan larutan daun pepaya 17
3.3.4 pengujian larutan daun pepaya 17
3.4. perlakuan dan penempatan wadah penelitian 18
3.5. peubah yang diamati 19
3.5.1 Daya tetas telur ikan mas 19
3.5.2 Analisa kualitas air 19
3.6. Analisis data 20
BAB 1V. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Daya tetas telur ikan mas 21
4.2. Prevalensi serangan jamur 24
4.3. Intensitas serangan jamur 28
4.4. Kualitas Air 31
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpilan 33
5.2. Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Alat dan kegunaannya 15
2. Bahan dan kegunaanya 16
3. Presentase (%) daya tetas telur ikan mas (cyprinus carpio linn) 21
4. Presentase prevalensi serangan jamur pada telur ikan mas 25
5. Intensitas serangan jamur pada telur ikan mas 28
6. Kisaran parameter kualitas air 31
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Ikan Mas (Cyprinus carpio Liin) .4
2. Telur ikan mas 5
3. Jamur saprolegnia sp . 6
4. Siklus hidup jamur saprolegnia sp .7
5. Daun pepaya (carica papaya) . 8
6. Penempatan wadah penelitian. 18
7. Histogram presentase daya tetas telur ikan mas 22
8. Histogram tingkat prevalensi serangan jamur .26
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Presentase % daya tetas Ikan Mas (Cyprinuscarpio) 36
2. Hasil analisis Varians 36
3. Hasil analisis uji lanjut menggunakan LSD 37
4. Presentase prevalensi serangan jamur pada telur ikan mas 38
5. Hasil analisis varians tingkat prevalensi seranagan jamur 39
6. Hasil uji lanjut LSD pada tingkat prevalensi serangan jamur 40
7. Intensitas serangan jamur pada telur ikan mas 42
8. Hasil analisis varians tingkat intensitas serangan jamur 43
9. Hasil uji lanjut LSD pada tingkat serangan jamur 44
10. . Foto-foto kegiatan selama penelitian 46
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan Mas (Cyprinus carpio L) telah banyak dipelihara, karena mempunyai
pasaran yang baik dan harganya relatif tinggi dibandingkan dengan jenis ikan air
tawar lainnya. Pemeliharaanya mudah dan banyak diminati masyarakat karena
dagingnya enak dan gurih serta kandungan proteinnya cukup tinggi (Bijanti, 2005
dalam Herupradoto, 2010). Ikan mas dikenal mempunyai laju pertumbuhan yang
cepat dan resfonsif terhadap pemberian pakan tambahan, serta dapat
dibudidayakan pada berbagai media yang berbeda tergantung lahan yang tersedia
dan daya dukung alam (Susanto dan Rochdianto, 2007).
Ikan mas berkembangbiak secara ovivar, yaitu telur berkembang biak
diluar tubuh induk. Ikan betina bertelur pada tempat tertentu, kemudian dibuahi
oleh ikan jantan (Putranto, 1996). Pembuahan secara ovivar berakibat terhadap
besarnya potensi telur terserang jamur sebelum berhasil menjadi larva. Hal ini
tentu akan berpengaruh pada daya tetas telur. Salah satu jenis jamur yang sering
menyerang telur ikan mas adalah jenis jamur Saprolegnia sp.
Jamur Saprolegnia sp berbentuk benang menyerupai kapas, berwarna
putih sampai kelabu dan coklat (Klinger dan Francis-Floyd dalam Wahyuningsih,
2006). Jamur ini berkoloni pada telur yang telah mati, menghasilkan miselia kusut
yang berlebih sehingga mengakibatkan matinya telur hidup yang berada disekitar
telur mati tersebut. Jamur tersebut akan terganggu respirasi telur, akhirnya mati
sebelum menetas. Menurut Bauer, et al., dalam Wahyuningsih 2006, jamur akan
2
mengahalangi masuknya air yang mengandung oksigen dalam telur, sehingga
mengganggu pernapasan telur ikan.
Pencegahan dan pemberantasan jamur Saprolegnia sp dapat dilakukan
dengan menggunakan obat-obatan sintetis maupun bahan-bahan obat alami.
Penanggulangan penyakit ikan budidaya dengan menggunakan obat sintetis sangat
beresiko karena dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri dan jamur, perlu
biaya tinggi serta dapat mencemari lingkungan (Wahyuni, 2004). Alternatif yang
dapat dijadikan pilihan adalah penggunaan bahan-bahan obat alami salah satunya
dengan menggunakan daun pepaya (Carica papaya).
Daun pepaya mengandung Tocophenol, Flavonoid, dan enzim papain yang
memiliki daya antimikroba, serta alkaloid carpain yang berfungsi sebagai
antibakteri (Ardina, 2007). Menurut Amadioha (1998) larutan daun pepaya dapat
menjadi antifungal bagi powdery mildew fungsi (Erysiphe cichoracearum DC).
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas lama
perendaman larutan Daun Pepaya terhadap Prevalensi dan Intensitas serangan
jamur Saprolegnia sp pada telur ikan mas (Cyprinus carpio, L)
Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang
lama perendaman larutan daun pepaya yang efektif untuk mengatasi infeksi jamur
Saprolegnia sp kepada masyarakat pembudidaya dan Sebagai upaya dalam
memperoleh benih ikan mas yang berkualitas, kuantitas dan tepat waktu.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio )
Menurut Putranto (1995), klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Division : Chordata
Class : Osteichthyes
Ordo : Cypriniformes
Subordo : Cyprinoidea
Family : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio Linn
Ikan mas mempunyai ciri-ciri badan memanjang, sedikit pipih kesamping.
Mulut terletak diujung tengah (terminal), mempunyai sungut dua pasang, sirip
punggung dengan jari-jari keras berjumlah 17-22 serta sirip dada dengan jumlah
15 jari-jari keras. Letak permulaan sirip punggung ini berseberangan dengan
permulaan sirip perut yang hanya ada satu dengan jumlah jari-jari keras antara 7-
9. Ikan mas mempunyai sisik yang relatif besar dengan tipe cycloid, mempunyai
garis rusuk yang lengkap pada pertengahan sirip ekor dengan jumlah antara 35-39
(Saanin, 1984).
4
Gambar 1. Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)
2.2. Telur Ikan Mas
Secara alami, ikan mas biasanya memijah pada awal musim hujan, telur
yang dihasilkan akan menempel di rerumputan atau benda lainnya yang ada di
dalam air (Djarijah, 2001).
Fekunditas ikan mas berkisar antara 10 - 100 per gram berat badan. Setiap
kilogram induk betina ikan mas yang berpijah mampu menghasilkan telur
sebanyak 100.000 – 200.000 butir. Dengan demikian induk betina berukuran
sedang dengan berat 1,5 kg yang dipijahkan mampu mengeluarkan telur sebanyak
200.000 – 300.000 butir (Muhajir, 2004).
Telur ikan mas berbentuk bulat , berwarna kuning, berdiameter 1-1,5 mm,
dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran telur ikan mas bervariasi tergantung dari
umur dan ukuran atau bobot induk (Muhajir, 2004).
5
Gambar 2. Telur ikan mas
2.3. Jamur Saprolegnia sp
Menurut Kabata (dalam Syamsuardi, 2014), klasifikasi jamur Saprolegnia
sp adalah :
Filum : Phycomyphita
Kelas : Oomycetes
Ordo : Saprolegniales
Famili : Saprolegniaceae
Genus : Saprolegnia
Spesies : Saprolegnia sp
Jamur Saprolegnia mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:
1. Menghasilkan zoospora yang dapat bergerak bebas dengan dua flagella.
Zoospora ini dihasilkan oleh zoosporangia. Memiliki selulosa dalam ruang
selnya.
6
2. Sel tubuh menghasilkan filamen yang disebut hifa tanpa septa dan
bercabang.
3. Saprolegnia mempunyai bentuk yang paling umum disebut hifa, berbentuk
benang dan tidak memiliki segmen.
Gambar 3. Jamur Saprolegnia sp
Jamur Saprolegnia berkembang biak secara vegetatif (reproduksi
aseksual) dan generatif (reproduksi seksual). Jamur Saprolegnia bersifat
homothalic yang artinya dalam setiap individu memiliki 2 organ seksual yaitu
jantan dan betina (Espeland dan Hensen 2004). Miselium terdiri dari beberapa
hifa dan masing-masing hifa seperti satu sel besar dengan banyak nucleus oleh
karena dinding sel tidak ada. Pada hifa terdapat dua organ kelamin jantan dan
betina yang terpisah yaitu antheridium dan oogonium secara berurut (Espeland
dan Hensen 2004).
Pembelahan miosis terjadi untuk menghasilkan nuclei jantan dan telur
betina. Antheridia tumbuh ke arah oogonia dan menghasilkan pipa pembuahan
yang menembus oogonia. Pembuahan terjadi ketika nucleus jantan menekan pipa
7
fertilisasi ke sel telur dan menyatu dengan nuclei betina. Peristiwa tersebut
menghasilkan dinding zygote yang tebal yang disebut oospora. Setiap oospora
berkecambah menjadi hifa baru yang akan menghasilkan zoosporangium. Dari
zoosporangium inilah reproduksi aseksual terjadi.
Pada reproduksi seksual dimulai dengan pecahnya zoosporangium yang
kemudian melepaskan zoospora dengan dua flagella yang berenang beberapa saat
sebelum membentuk kista. Martini (2005), menyatakan bahwa zoospora
mempunyai waktu yang relatif pendek untuk berenang sekitar kurang dari 1 jam.
Setelah kurang lebih satu jam, kista tersebut mulai bertunas (tumbuh hifa) atau
pecah mengeluarkan zoospora sekunder. Zoospora sekunder ini bentuknya
berbeda dengan zoospora yang pertama mempunyai flagella pada sisinya dan
tahan lebih lama dari zoospora yang pertama. Kadang-kadang zoospora sekunder
mempunyai kista pula, tetapi pada akhirnya akan tumbuh tunas dan membentuk
hifa baru.
8
Gambar 4. Siklus Jamur Saprolegnia sp
2.4. Klasifikasi dan Morfilogi Daun Pepaya (carica papaya)
Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko
bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan. Tanaman ini menyebar ke
Benua Afrika dan Asia serta negara India, tanaman ini menyebar keberbagai
negara tropis, termasuk indonesia diabad ke-17.
Menurut Steenis (1978), taksonomi tanaman pepaya adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magholiophiyta
Kelas : Magholiopsida
Ordo : Brassicates
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
9
Menurut Kalie (2006), famili Caricaceae memiliki empat genus, yaitu
Carica, Jarilla, Jacaranta, dan Cylocomorpha. Ketiga genus pertama merupakan
tanaman asli Meksiko bagian selatan serta bagian utara dari Amerika Selatan,
Sedangkan genus keempat merupakan tanaman yang berasal dari Afrika.Genus
Carica memiliki 24 spesies, salah satu diantaranya adalah papaya.Tanaman dari
genus Carica banyak diusahakan petani karna buahnya enak dimakan, genus
lainnya hanya lazim untuk dinikmati keindahan habitusnya.
Pepaya merupakan tanaman herbal dengan batang berongga, biasanya
tidak bercabang, dan tinggi mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun tunggal
dan berukuran besar dengan tangkai daun panjang dan berongga. Bunganya
terdiri dari tiga jenis, yaitu bunga jantan, bunga betina, dan bunga sempurna.
Batang, daun, dan buahnya mengandung getah yang memiliki daya enzimatis
yaitu dapat memecah protein. Pemanfaatan tanaman pepaya cukup beragam.
Bagian-bagian tanaman pepaya banyak yang digunakan dalam pengobatan
tradisional. Perasan daun pepaya dapat digunakan untuk meredam atau
menurunkan demam akibat penyakit malaria.
2.5. Bahan Aktif Antimikroba yang Terkandung dalam Daun Pepaya
Bahan antimikroba adalah senyawa kimia atau biologi yang dapat
menghambat pertumbuhan dan aktifitas mikroba (Marsul, 2005). Sedangkan
menurut Beucholt (1976) dalam Agustian (2007) bahan antibakteri merupakan
senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan membunuh bakteri.
Daun pepaya mengandung Tocophenol, Flavonoid, dan enzim papain yang
10
memiliki daya antimikroba, serta alkaloid carpain yang berfungsi sebagai
antibakteri (Ardina, 2007). Menurut Amadioha (1998).
Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya.
Senyawa fenol memberikan rasa dan warna pada tanaman, buah, dan sayuran,
fungsinya melindungi tanaman dari serangan mikroorganisme, serangga, dan
herbivora (Roller,2003). Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan
menyebabkan lisisnya sel bakteri (Nogrady, 1992 dalam Rahman, 2008). Sisi dan
jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas
relatif terhadap mikroorganisme sehinga dapat dibukti bahwa hidroksilasi yang
meningkat juga menyebabkan tingginya toksisitas zat tersebut (Naim, 2004).
Kepolaran gugus hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang larut
dalam air sehingga efektif sebagai desinfektan (Nogrady, 1992 dalam Rahman,
2008). Sifat toksit fenol mengakibatkan struktur tiga dimensi protein bakteri
terganggu dan terbuka kemudian menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan
struktur kerangka kovalen, sehingga protein terdinaturasi. Deret asam amino protein
tidak dapat melakukan fungsinya (Hasim,2003). Sedangkan mekanisme toksisitas
senyawa fenolik pada mikroorganisme adalah sebagai inhibitor enzim bakteri,
kemungkinan melalui interaksi non spesifik dengan protein.
Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan (atau
kira-kira 1 × 109
ton/tahun) diubah menjadi flavonoid (Smith, 1972 dalam
Markham, 1988). Sebagian besar tanim berasal dari flavonoid, sehingga flavonoid
merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Flavonoid terdapat dalam
semua tumbuhan hijau sehingga selalu ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan
11
(Markham,1988). Flavonoid dan flavonol disintesis tanaman dalam responnya
terhadap infeksi mikroba, sehingga secara in vitro efektif terhadap mikroorganisme.
Senyawa ini merupakan antimikroba karena kemampuannya membentuk kompleks
dengan protein ekstra seluler terlarut serta dinding sel mikroba. Flavonoid yang
bersifat lipofilik akan merusak membran mikroba. Flavonoid bersifat antiinflamasi
sehingga dapat mengurangi peradangan serta membantu mengurangi rasa sakit bila
terjadi pendarahan atau pembengkakan pada luka (Rahman,2008).
Carpain merupakan senyawa alkaloid yang khas dihasilkaan oleh tanaman
pepaya. Alkaloid merupakan senyawa nitrigen heterosiklik. Alkaloid bersifat toksit
terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh bakteri dan virus, sebagai
antiprotozoa dan anti diare (Naim, 2004), bersifat detoksifikasi yang mampu
menetralisir racun dalam tubuh. Alkaloid diketahui mampu menigkatkan daya
tahan tubuh. Mekanisme kerja dari alkaloid dihubungkan dengan kemampuan
berinteraksi dengan DNA (Naim, 2004).
2.6. Parasit dan Penyakit
Penyakit pada organisme perairan seperti halnya ikan mas didefinisikan
sebagai sesuatu yang dapat mengganggu proses kehidupan ikan sehingga
pertumbuhan menjadi tidak normal. Secara umum penyakit dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh
organisme hidup seperti parasit, jamur, bakteri, dan virus dan penyakit non infeksi
disebabkan oleh faktor non hidup seperti pakan, lingkungan, keturunan dan
penanganan (Afrianto dan Liviawaty, 2003).
12
Parasit merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang
mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme yang
tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian. Parasitisme adalah hubungan
dengan salah satu spesies parasit dimana inangnya sebagai habitat dan merupakan
tempat untuk memperoleh makanan atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan
utama dari parasit sedangkan lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan
keduanya (Kabata, 1985).
Penyakit akibat infeksi parasit menjadi ancaman utama keberhasilan
akuakultur. Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar dan padat tebar tinggi pada
area yang terbatas, menyebabkan kondisi lingkungan tersebut sangat mendukung
perkembangan dan penyebaran penyakit infeksi. Kondisi dengan padat tebar
tinggi akan menyebabkan ikan mudah stress sehingga menyebabkan ikan menjadi
mudah terserang penyakit, selain itu kualitas air, volume air dan alirannya
berpengaruh terhadap berkembangnya suatu penyakit. Populasi yang tinggi akan
mempermudah penularan karena meningkatnya kemungkinan kontak antara ikan
yang sakit dengan ikan yang sehat ( Irianto, 2005).
Daelami (2002) mengatakan bahwa parasit ikan terdapat pada lingkungan
perairan yang ada ikannya, tetapi belum tentu menyebabkan ikan menderita sakit.
Ikan sebenarnya mempunyai daya tahan terhadap penyakit selama berada dalam
kondisi lingkungan yang baik dan tubuhnya tidak diperlemah oleh berbagai sebab.
Infeksi yang terjadi pada ikan karena serangan parasit merupakan masalah
yang cukup serius dibanding dengan gangguan yang disebabkan oleh faktor lain.
Parasit bisa menjadi wabah bila diikuti oleh infeksi sekunder. Kolam yang tidak
13
terawat merupakan tempat yang baik bagi organisme penyebab infeksi penyakit
yang mungkin telah ada pada kolam atau juga berasal dari luar. Akan tetapi,
selama kolam terjaga dengan baik serta lingkungan yang selalu mendapat
perhatian, parasit dalam kolam maupun yang dari luar tidak akan mampu
menimbulkan infeksi (Irawan, 2000).
Berdasarkan cara penyerangan, parasit dibedakan atas 2 golongan yaitu
golongan ektoparasit (eksternal) dan endoparasit (internal), Ektoparasit adalah
parasit yang menyerang bagian luar kulit,sisik,lender,dan insang. Sement ara itu
endoparasit adalah parasit yang menyerang bagian dalam Alifudin, (1996).
2.7. Parameter Kualitas Air
Kualitas air merupakan suatu peubah yang dapat mempengaruhi
pengelolaan, kelangsungan hidup, pembenihan, serta produksi ikan. Kondisi air
harus disesuaikan dengan kondisi optimal bagi kebutuhan biota yang dipelihara
(Mulyanto, 1992).
2.7.1. Suhu
Kehidupan ikan, temperatur sangat berpengaruh karena pada keadaan
umum menunjukkan bahwa reaksi biologi dan kimia meningkat dua kali, untuk
kenaikan ideal suhu sebesar 10ºC. Djarijah (2001), mengemukakan bahwa suhu
air selama penetasan telur dipertahankan pada kisaran suhu 22°C – 24°C. Susanto
dan Rochdianto (2007), mengemukakan bahwa pada suhu 23 – 26°C telur ikan
mas menetas dalam 2 hari (rata-rata 48 jam).
14
2.7.2. Dissolved Oxygen (DO)
Kandungan oksigen terlarut optimal adalah 5 mg/ L dan lebih baik jika 7
mg/L. Oksigen terlarut dalam air sebanyak 5-6 mg/L dianggap paling ideal untuk
tumbuh dan berkembang biak ikan dalam kolam (Susanto, 2003). Alabster dan
Lloyd (dalam Anha 1993), mengemukakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut
minimal untuk penetasan telur adalah 5 ppm.
2.7.3. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) optimal untuk kehidupan ikan berkisar antara 6,5-
9. Derajat keasaman air yang sangat rendah atau sangat asam dapat menyebabkan
kematian ikan. Sedangkan pH yang baik bagi perkembangan telur ikan mas adalah
pada kondisi alkalis, pH 6,5 – 9 (Alabster dan Lloyd dalam Anha 1993).
15
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai
Januari 2015, yang dimulai dari tahap persiapan sampai telur menetas menjadi
larva. Bertempat di Balai Benih Ikan (BBI) Limbung, Kelurahan Kalebajeng
Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang akan digunakan pada penelitian disajikan pada Table 1.
Table 1. Alat dan kegunaan yang akan dipergunakan selama penelitian.
No Nama Alat Kegunaan
1 Toples kaca volume 3 liter air Wadah penetasan dan perendaman telur
2 Waskom Untuk menampung air media
3 Perlengkapan Aerasi Untuk mensuplai oksigen
4 Timbangan Untuk menimbang
5 Kompor Untuk memasak larutan daun pepaya
6 Panci Untuk memasak larutan daun pepaya
7 Gelas ukur 1 L Untuk menakar jumlah air media
8 Saringan Untuk menyaring larutan daun pepaya
9 Blower Untuk mensuplai oksigen
10 DO Meter Untuk mengukur DO
11 Thermometer Untuk mengukur suhu
12 pH Meter Untuk mengukur pH
Bahan yang akan digunakan pada penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan Kegunaan yang akan dipergunakan selama penelitian.
16
No Bahan Kegunaan
1 Telur ikan mas Telur uji
2 Daun papaya Antibiotik alami
3 Akuades Untuk campuran larutan daun pepaya
4 Air tawar Media penelitian
3.3. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian yang akan dilakukan meliputi persiapan
wadah penelitian, persiapan media penetasan, persiapan larutan daun pepaya, dan
pengujian lama perendaman larutan daun pepaya.
3.3.1. Persiapan Wadah Penelitian
Penelitian ini akan mengunakan toples kaca bervolume 3 liter air sebagai
wadah penetasan. Toples akan dicuci bersih dengan menggunakan deterjen,
dibilas dengan air bersih, dan dijemur. Siapnya wadah penetasan ditandai dengan
sudah keringnya wadah tersebut. Toples berkapasitas 3 liter air sebanyak 12 buah
kemudian diisi dengan air media dari sumber air yang sama masing-masing 1 liter
air. Wadah penelitian juga akan dilengkapi aerasi untuk mensuplai oksigen pada
setiap media penetasan.
17
3.3.2. Persiapan Media Penetasan
Sumber air yang akan digunakan pada penelitian adalah air dari sumur bor.
Air tersebut kemudian ditampung dengan menggunakan waskom. Setiap toples
akan diisi masing-masing 1 liter air, kemudian dipasang perlengkapan aerasi
untuk mensuplai oksigen.
3.3.3. Pembuatan Larutan Daun Pepaya
Untuk membuat larutan daun pepaya, akan diawali dengan pencucian daun
pepaya hingga bersih, kemudian daun pepaya direbus kedalam 1 liter air, setelah
mendidih diangkat dan didinginkan. Air rebusan tersebut disaring dengan
menggunakan saringan, lalu diisi kedalam media perendaman sebanyak 12
wadah. Hal ini dikarenakan wadah perendaman yang berjumlah 12 buah dan diisi
larutan masing-masing 4 ml llter . Hal ini lakukan untuk mempermudah
penentuan dosis, dan meningkatkan konsentrasi zat aktif pada bahan obat
(Yuliani, 1992).
3.3.4. Pengujian Larutan Daun Pepaya
Telur dihitung sebanyak 50 butir/wadah dengan cara menggunting kakaban
tempat telur menempel tanpa menyentuh telut tersebut. Telur kemudian direndam
dengan larutan daun pepaya 4 ml sesuai dengan konsentrasi 4000 ppm. Wadah
perendaman berjumlah 12 buah. Jumlah wadah perendaman adalah berasal 4
perlakuan dan 3 ulangan. Perendaman larutan daun pepaya dari semua perlakuan
dilakukan secara bertahap. telur yang telah direndam dengan waktu perendaman
berbeda, selanjutnya dipindahkan ke wadah penetasan yang telah disiapkan
18
sebelumnya. Wadah penetasan diisi air sebanyak 1 liter air dan masing-masing
wadah penetasan dilengkapi aerasi untuk mensuplai oksigen.
3.4. Perlakuan dan Penempatan Wadah Penelitian
Rancangan percobaan akan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan sehingga berjumlah 12 unit
(Gazper, 1991).
Adapun perlakuan lama perendaman dengan menggunakan konsentrasi
4000 ppm yang akan diuji pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Perlakuan A : Lama perendaman 5 menit
Perlakuan B : Lama perendaman 10 menit
Perlakuan C : Lama perendaman 15 menit
Perlakuan D : Lama perendaman 20 menit
Penempatam setiap wadah penelitian dilakukan secara acak dengan cara
lotre atau undian (Gazper, 1991) seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Penempatan wadah penelitian
A3 D3 A1
C2
C3 D1 D2
B1 A2 B3 C1 B2
19
3.5. Peubah Yang di Amati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah daya tetas telur ikan mas
dan analisa kualitas air.
3.5.1. Daya Tetas Telur Ikan Mas
Pengamatan dilakukan terhadap telur-telur yang menetas dan telur yang
tidak menetas. Setelah 48 jam telur menetas menjasi larva, hasil tersebut sesuai
pernyataan Santoso (2005) yang menyatakan bahwa telur menetas menjadi larva
dalam waktu kurang lebih 2-3 hari. Untuk menghitung jumlah telur yang
menetas dilakukan dengan cara menghitung larva satu per satu pada setiap wadah
penetasan.
Menurut Suseno (1983) dalam (Putra, 2010), daya tetas telur ikan dapat
dihitung dengan cara menghitung larva satu persatu kemudian dinyatakan dalam
persen dengan rumus:
Daya tetas telur (HR) = x 100%
Dimana :
HR = Daya tetas telur (Hatching rate).
3.5.2. Analisa Kualitas Air
Pengamatan tidak hanya dilakukan pada telur-telur dan jumlah larva, akan
tetapi pengamatan juga mencakup kualitas air seperti, pH, suhu, dan oksigen
terlarut (DO). Pengukuran kualitas air akan dilakukan 2 kali dalam sehari, yaitu
jam 07.00 pagi, dan jam 5.00 sore.
20
3.6. Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan lama waktu perendaman larutan
temulawak yang berbeda dengan konsentarsi 4000 ppm terhadap jumlah telur
yang berhasil menetas menjadi larva, maka akan dilakukan analisis dengan
menggunakan analisis sidik ragam. Apabila hasilnya menunjukkan adanya
pengaruh, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk
mengetahui perbedaan diantara perlakuan (Gasper, 1991).
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Daya Tetas Telur Ikan Mas.
Presentase daya tetas telur ikan mas dapat diketahui dengan menghitung
jumlah larva yang terdapat pada media penetasan, hasil perhitungan secara manual
kemudian dibagi dengan jumlah telur yang tebar yaitu 50 butir/wadah dikali 100%
(Suseno, 1983 dalam Putra, 2010). Data presentase (% ) daya tetas telur ikan mas
pada setiap perlakuan (hatching rate) disajikan pada Tabel 3.
Perlakuan
Ulangan
Jumlah Rata-rata
1 2 3
A= Waktu perendaman 5 menit
90 90 62 242 80,67
B= Waktu perendaman 10 menit 100 100 86 286 95,33
C= Waktu perendaman 15 menit 80 80 78 238 79,33
D= Waktu perendaman 20 menit 78 82 64 224 74,67
Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan lama
waktu perendaman yang berbeda pada larutan daun papaya diperoleh rata-rata
presentase daya tetas telur tertinggi pada perlakuan B (10 menit) sebesar 95,33%,
disusul perlakuan A (5 menit) sebesar 80,67%, kemudian perlakuan C (15 menit)
sebesar 79,33%, dan terendah pada perlakuan D (20 menit) sebesar 74,67%.
22
Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan perendaman larutan daun pepaya
dengan lama perendaman yang berbeda, berpengaruh nyata (p>0,5) terhadap daya
tetas telur ikan mas.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan
perendaman larutan daun papaya (Carica papaya) dengan waktu perendaman
berbeda, berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap daya tetas telur ikan mas (hatching
rate). Sedangkan dari hasil uji beda nyata terkecil (BNT), menunjukkan bahwa
perlakuan A tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, perlakuan C, dan
perlakuan D. Pada perlakuan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan A dan
perlakuan C, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan D. Selanjutnya perlakuan C
tidak berbeda nyata dengan perlakuan A, perlakuan B, dan perlakuan D.
Perlakuan D tidak berbeda nyata dengan perlakuan A, dan perlakuan C, tetapi
berbeda nyata pada perlakuan B. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada
Gambar 10.
Gambar 10. Histogram presentase daya tetas telur ikan mas
23
Berdasarkan Gambar 10, menunjukkan bahwa presentasi daya tetas telur
tertinggi diperoleh pada perlakuan B (10 menit), disusul perlakuan A (5 menit),
perlakuan C dan terendah pada perlakuan D.
Tingginya daya tetas telur yang diperoleh pada perlakuan B (10 menit)
disebabkan karena larutan daun pepaya yang mengandung Tocophenol,
Flavonoid, enzim papain yang memiliki daya antimikroba, serta alkaloid carpain
yang berfungsi sebagai antibakteri, sehingga mampu menekan perkembangan jamur
(Ardina, 2007). Menurut Amadioha (1998) larutan daun pepaya dapat menjadi
antifungal bagi powdery mildew fungsi (Erysiphe cichoracearum DC).
Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya.
Senyawa fenol memberikan rasa dan warna pada tanaman, buah, dan sayuran,
fungsinya melindungi tanaman dari serangan mikroorganisme, serangga, dan
herbivora (Roller,2003). Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan
menyebabkan lisisnya sel bakteri (Nogrady, 1992 dalam Rahman, 2008). Sisi dan
jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas
relatif terhadap mikroorganisme sehinga dapat dibukti bahwa hidroksilasi yang
meningkat juga menyebabkan tingginya toksisitas zat tersebut (Naim, 2004).
Kepolaran gugus hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang larut
dalam air sehingga efektif sebagai desinfektan (Nogrady, 1992 dalam Rahman,
2008).
Rendahnya daya tetas yang diperoleh pada perlakuan A dengan lama
perendaman 5 menit disebabkan karena lama perendaman terlalu singkat,
sehingga Tocophenol, Flavonoid yang dikandung daun papaya belum mampu
24
menekan perkembangan jamur Saprolegnia. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Nogrady, 1992 dalam Rahman, 2008), bahwa Tocophenol merupakan senyawa
fenol yang khas pada tanaman pepaya dan senyawa fenol memberikan rasa dan
warna pada tanaman, buah, dan sayuran, fungsinya melindungi tanaman dari
serangan mikroorganisme, serangga, dan herbivora (Roller,2003). Fenol dapat
merusak membran sel bakteri dan menyebabkan lisisnya sel bakteri
Sedangkan pada perlakuan C (15 menit) dan perlakuan D (20 menit)
diperoleh daya tetas rendah disebabkan karena waktu perendaman terlalu lama,
sehingga larutan daun papaya menyebabkan lapisan corion telur mengkerut
sehingga telur tidak menetas, kemudian larutan daun papaya juga menyebabkan
jamur resisten terhadap kandungan antiobik pada larutan daun papaya. Jamur
Saprolegnia sp yang menempel pada lendir akan mengahalangi masuknya air
yang mengandung oksigen dalam telur, sehingga mengganggu pernapasan dan
membuat telur mati sebelum menjadi larva (Bauer, et al, dalam Wahyuningsih
(2006)).
4.2. Prevalensi Serangan Jamur
Presentase prevalensi serangan jamur pada telur ikan mas dapat
diketahui dengan menghitung jumlah telur yang terinfeksi kemudian dibagi
dengan jumlah telur yang diamati (sample). Data presentase (%) prevalensi
serangan jamur pada telur ikan mas (Cyprinus carpio linn) disajikan pada
Tabel 3.
25
Perlakuan
Ulangan
Jumlah Rata-rata
1 2 3
A= Waktu perendaman 5 menit
16 12 25 53 17,67
B= Waktu perendaman 10 menit 12 10 9 31 10,33
C= Waktu perendaman 15 menit 16 33 25 74 24,67
D= Waktu perendaman 20 menit 25 42 33 100 33,33
Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan lama
waktu perendaman yang berbeda pada larutan daun papaya diperoleh rata-rata
prevalensi serangan jamur pada telur terendah pada perlakuan B (10 menit)
sebesar 10,33%, disusul perlakuan A (5 menit) sebesar 17,67%, kemudian
perlakuan C (15 menit) sebesar 24,67%, dan pada perlakuan D (20 menit) sebesar
33, 33%.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan
perendaman larutan daun papaya (Carica papaya) dengan waktu perendaman
berbeda, berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap prevalensi serangan jamur pada
telur ikan mas. Sedangkan dari hasil uji LSD, menunjukkan bahwa perlakuan A
tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, dan perlakuan C, tetapi berbeda nyata
pada perlakuan D. Pada perlakuan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan A,
tetapi berbeda nyata pada perlakuan C dan perlakuan D. Selanjutnya perlakuan C
tidak berbeda nyata dengan perlakuan A dan perlakuan D, tetapi berbeda nyata
26
pada perlakuan B. Perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan A, dan perlakuan
B, tetapi tidak berbeda dengan perlakuan C.
Gambar 5. Histogram Tingkat Prevalensi Serangan Jamur
Berdasarkan Gambar 5, menunjukkan bahwa tingkat prevalensi serangan
jamur pada telur terendah diperoleh pada perlakuan B (10 menit), disusul
perlakuan A (5 menit), perlakuan C dan tertinggi pada perlakuan D.
Rendahnya prevalensi serangan jamur pada telur ikan mas pada perlakuan
B (10 menit) disebabkan karena larutan daun pepaya yang mengandung
Tocophenol, Flavonoid, enzim papain yang memiliki daya antimikroba, serta
alkaloid carpain yang berfungsi sebagai antibakteri, sehingga mampu menekan
perkembangan jamur (Ardina, 2007). Menurut Amadioha (1998) ekstrak daun
pepaya dapat menjadi antifungal bagi powdery mildew fungsi (Erysiphe
cichoracearum DC).
27
Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya.
Senyawa fenol memberikan rasa dan warna pada tanaman, buah, dan sayuran,
fungsinya melindungi tanaman dari serangan mikroorganisme, serangga, dan
herbivora (Roller,2003). Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan
menyebabkan lisisnya sel bakteri (Nogrady, 1992 dalam Rahman, 2008). Sisi dan
jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas
relatif terhadap mikroorganisme sehinga dapat dibukti bahwa hidroksilasi yang
meningkat juga menyebabkan tingginya toksisitas zat tersebut (Naim, 2004).
Kepolaran gugus hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang larut
dalam air sehingga efektif sebagai desinfektan (Nogrady, 1992 dalam Rahman,
2008).
Tingginya prevalensi serangan jamur ada telur ikan mas yang diperoleh
pada perlakuan A dengan lama perendaman 5 menit disebabkan karena lama
perendaman terlalu singkat, sehingga Tocophenol, Flavonoid yang dikandung
daun papaya belum mampu menekan perkembangan jamur Saprolegnia. Hal ini
sesuai dengan pernyataan (Nogrady, 1992 dalam Rahman, 2008), bahwa
Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya dan
senyawa fenol memberikan rasa dan warna pada tanaman, buah, dan sayuran,
fungsinya melindungi tanaman dari serangan mikroorganisme, serangga, dan
herbivora (Roller,2003). Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan
menyebabkan lisisnya sel bakteri
Sedangkan pada perlakuan C (15 menit) dan perlakuan D (20 menit)
diperoleh tingkat serangan jamur yang lebih tinggi dari perlakuan A disebabkan
28
karena waktu perendaman terlalu lama, sehingga larutan daun papaya
menyebabkan lapisan corion telur mengkerut sehingga telur tidak menetas,
kemudian larutan daun pepaya juga menyebabkan jamur resisten terhadap
kandungan antiobik pada larutan daun pepaya. Jamur Saprolegnia sp yang
menempel pada lendir akan mengahalangi masuknya air yang mengandung
oksigen dalam telur, sehingga mengganggu pernapasan dan membuat telur mati
sebelum menjadi larva (Bauer, et al, dalam Wahyuningsih (2006)).
4.3. Intensitas Serangan Jamur
Intensitas serangan jamur pada telur ikan mas dapat diketahui dengan
menghitung jumlah parasit yang menyerang kemudian dibagi dengan jumlah telur
yang terinfeksi (sample).
Data intensitas serangan jamur pada telur ikan mas disajikan pada Tabel
4. Intensitas Serangan Jamur pada telur ikan mas (Cyprinus carpio) pada setiap
perlakuan selama penelitian.
Perlakuan
Ulangan
Jumlah
Rata-rata
(sel/ind) 1 2 3
A= Waktu perendaman 5 menit
1 2 1 5 1,33
B= Waktu perendaman 10 menit 1 1 1 2 1
C= Waktu perendaman 15 menit 1 2 2 4 1,67
D= Waktu perendaman 20 menit 3 3 2 8 2,67
29
Berdasarkan pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan lama
waktu perendaman yang berbeda pada larutan daun papaya diperoleh rata-rata
intensitas serangan jamur pada telur terendah pada perlakuan B (10 menit)
sebesar 1 sel/ind, disusul perlakuan A (5 menit) sebesar 1,33 sel/ind, kemudian
perlakuan C (15 menit) sebesar 1,67 sel/ind, dan pada perlakuan D (20 menit)
sebesar 2, 67 sel/ind.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan
perendaman larutan daun papaya (Carica papaya) dengan waktu perendaman
berbeda, berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap intensitas serangan jamur pada
telur ikan mas. Sedangkan dari hasil uji LSD, menunjukkan bahwa perlakuan A
tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, dan perlakuan C, tetapi berbeda nyata
pada perlakuan D. Pada perlakuan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan A,
tetapi berbeda nyata pada perlakuan C dan perlakuan D. Selanjutnya perlakuan C
tidak berbeda nyata dengan perlakuan A, tetapi berbeda nyata pada perlakuan B,
dan perlakuan D. Perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan A, perlakuan B,
dan perlakuan C.
Berdasarkan perlakuan, menunjukkan bahwa intensitas serangan jamur
pada telur ikan mas terendah diperoleh pada perlakuan B (10 menit), disusul
perlakuan A (5 menit), perlakuan C dan tertinggi pada perlakuan D.
Rendahnya tingkat serangan jamur pada telur ikan mas yang diperoleh
pada perlakuan B (10 menit) disebabkan karena larutan daun pepaya yang
mengandung Tocophenol, Flavonoid, enzim papain yang memiliki daya
antimikroba, serta alkaloid carpain yang berfungsi sebagai antibakteri, sehingga
30
mampu menekan perkembangan jamur (Ardina, 2007). Menurut Amadioha (1998),
ekstrak daun pepaya dapat menjadi antifungal bagi powdery mildew fungsi
(Erysiphe cichoracearum DC).
Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya.
Senyawa fenol memberikan rasa dan warna pada tanaman, buah, dan sayuran,
fungsinya melindungi tanaman dari serangan mikroorganisme, serangga, dan
herbivora (Roller,2003). Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan
menyebabkan lisisnya sel bakteri (Nogrady, 1992 dalam Rahman, 2008). Sisi dan
jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas
relatif terhadap mikroorganisme sehinga dapat dibukti bahwa hidroksilasi yang
meningkat juga menyebabkan tingginya toksisitas zat tersebut (Naim, 2004).
Kepolaran gugus hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang larut
dalam air sehingga efektif sebagai desinfektan (Nogrady, 1992 dalam Rahman,
2008).
Tingginya tingkat intensitas serangan jamur pada telur ikan mas yang
diperoleh pada perlakuan A dengan lama perendaman daun papaya 5 menit
disebabkan karena lama perendaman terlalu singkat, sehingga Tocophenol,
Flavonoid yang dikandung daun papaya belum mampu menekan perkembangan
jamur Saprolegnia. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Nogrady, 1992 dalam
Rahman, 2008), bahwa Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada
tanaman pepaya dan senyawa fenol memberikan rasa dan warna pada tanaman,
buah, dan sayuran, fungsinya melindungi tanaman dari serangan mikroorganisme,
31
serangga, dan herbivora (Roller,2003). Fenol dapat merusak membran sel bakteri
dan menyebabkan lisisnya sel bakteri
Sedangkan pada perlakuan C (15 menit) dan perlakuan D (20 menit)
diperoleh tingkat serangan jamur lebih tinggi dibandingkan perlakuan A
disebabkan karena waktu perendaman terlalu lama, sehingga larutan daun papaya
menyebabkan lapisan corion telur mengkerut sehingga telur tidak menetas,
kemudian larutan daun papaya juga menyebabkan jamur resisten terhadap
kandungan antiobik pada larutan daun papaya. Jamur Saprolegnia sp yang
menempel pada lendir akan mengahalangi masuknya air yang mengandung
oksigen dalam telur, sehingga mengganggu pernapasan dan membuat telur mati
sebelum menjadi larva (Bauer, et al, dalam Wahyuningsih (2006)).
4.4. Kualitas Air
Kualitas air mempunyai peranan penting dalam menunjang pertumbuhan
dan kelangsungan hidup ikan uji selama penelitian. Hasil pengukuran beberapa
parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kisaran parameter Kualitas air pada semua perlakuan selama penelitian.
Parameter Perlakuan
A B C B
pH 6,11 - 7,80 6,8 - 7,7 6,10 - 7,62 6,15 - 7,67
Suhu (°C) 23-26 23-26 23-26 23-26
DO (ppm) 4,04 - 4,50 4,10 - 4,43 4,05 - 4,50 4,05 – 6,0
Sumber: Data hasil olahan, 2015
Parameter kualitas air yang mempengaruhi perkembangan sel telur sejak
pembuahan sampai telur menetas antara lain adalah kandungan suhu, pH, dan
32
oksigen terlarut (Suseno dalam Martini (2005)). Kualitas air sangat mendukung
dalam keberhasilan telur untuk menetas. Jika kualitas air baik maka proses
penetasan akan terjadi antara 24 – 48 jam.
Berdasarkan Tabel 4 suhu yang diperoleh selama penelitian setiap media
penetasan berkisar antara 23-26°C. Suhu media penetasan tersebut masih dalam
kondisi layak untuk penetasan telur ikan mas. Hal ini sesuai pernyataan Djarijah
(2001), yang menyatakan bahwa suhu air selama penetasan telur dipertahankan
pada kisaran suhu 22°C-24°C. Susanto dan Rochdianto (2007), mengemukakan
bahwa pada suhu 23-26°C telur ikan mas menetas dalam 2 hari (rata-rata 48 jam).
Berdasarkan hasil pengukuran pH diperoleh berkisar antara 6,1 - 7,8 pada
wadah penetasan masih dalam kondisi layak. Hasil pengukuran tersebut sesuai
pernyataan Alabster dan Lloyd dalam Anha (1993), yang menyatakan bahwa pH
yang baik bagi perkembangan telur ikan mas adalah pada kondisi alkalis, pH 6,5-
9. Rata-rata oksigen terlarut (DO) yang diperoleh selama penelitian adalah 4,04 –
6. Hal ini sesuai dengan pendapat Djariyah (2007), bahwa konsentrasi oksigen
terlarut optimal untuk penetasan telur ikan mas adalah 5-6 ppm.
33
34
V. PENUTUP
4.3. Kesimpulan
Pada penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
perendaman larutan daun pepaya dapat meningkatkan daya tetas telur ikan mas
(Cyprinus carpio L). Selain itu perendaman larutan daun pepaya juga
menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap daya tetas telur ikan mas.
Perendaman larutan daun pepaya dengan dosis 4000 ppm selama 5 menit, 10
menit, 15 menit, dan 20 menit memperoleh presentase daya tetas telur tertinggi
yaitu pada perlakuan B (10 menit) 95,33% . sedangkan lama perendaman larutan
daun pepaya terhadap prevalensi dan intensitas serangan jamur pada telur ikan
mas maka dapat disimpulkan bahwa, tingkat prevalensi terendah diperoleh pada
perlakuan B sebesar 10,33% sedangkan tingkat intensitas terendah diperoleh pada
perlakuan B sebesar 0,67%. Analisa kualitas air pada penelitian masih dalam
kondisi layak untuk penetasan telur ikan mas sampai menjadi larva.
4.4 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang lama perendaman yang
berbeda dengan jumlah penebaran yang lebih tinggi serta menggunakan lama
perendaman sesuai penelitian. Disarankan pula, dalam melakukan penelitian
perlu menjaga kualitas air agar masih dalam kondisi stabil untuk penetasan
telur dan pemeliharaan larva.
35
DAFTAR PUSTAKA
Anha. M, 1993. Pengaruh Betadine Terhadap Keberhasilan Penetasan Telur Ikan
Mas (Cyprinus carpio L). Karya Ilmiah (Tidak diterbitkan). Fakultas
Perikanan Universitas Dharmawangsa. Medan.
Backer dan Bakhuizen van den Brink., 1968. Flora pof Java. Vol. III. Wolters –
Noordhoff, Groningen, The Netherland. Hal. 199 – 226..
Cronquist, A., 1981, An Integrated System of Classification of Flowering Plants,
Columbia University Press, New York.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Larutan Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Depkes RI. Jakarta. Hal. 13-31.
Djarijah. A, S. 2001. Pembenihan Ikan Mas. Kanasius. Yogyakarta.
Espeland. S. & P.E. Hansen, 2004. BSC Thesis Faculty of Science and
Technology University of The Faroe. Islands.
Gasperz, V., 1991. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-Ilmu Pertanian
Teknik dan Biologi. CV Armico. Bandung.
Herbert, R, B. 1995. Biosintesis metabolit sekunder. Edisi ke-2, cetakan ke-1.
Terjemahan bambang srigandono. IKIP Press. Semarang.
Herupradoto, B. A, dan Gandul Atik Yuliani. 2010. Karakterisasi Protein Spesifik
Aeromonas hydrophila Penyebab Penyakit Ulser Pada Ikan Mas. Jurnal
Veteriner Vol. 11 No. 3: 158 – 162.
Martini. A, 2005. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih Untuk Mencegah Serangan
Saprolegnia sp Pada Telur Ikan Gurami. Karya Ilmiah (Tidak diterbitkan)
Fakultas Pertanian Jurusan Perikanan Universitas Padjajaran. Bandung.
Muhajir. 2004. Efek Pemberian Malachyte Green Sebagai Desinfektan Pada
Saprolegnia sp.Terhadap Prevalensi dan Daya Tetas Telur Ikan Mas
(Cyprinus carpio L). Penelitian Eksperimental Laboratoris Universitas
Airlangga. Surabaya.
Mulyanto, 1992. Lingkungan Hidup untuk Ikan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta: 138
36
Nur,s,w. 2006. Perbendingan System Ekstraksi dan Validasi Penetuan
Xanthorrhizol dari Temulawak Secara Krimatografi Cair Kinerja Tinggi.
Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Pandiangan, D. Esyanti, R.R., & Astuti, D.P. 2009. Pola pertumbuhan dan
produksi katarantin kultur agregat sel C.roseus yang diberi perlakuan
triptofan. Prosiding Seminar Nasional Biologi di Bandung. ISBN: 978-
602-95207-0-5. Juli 2009, hlm.47-56.
Putranto. A, 1995. Budidaya Ikan Produktif. Karya Anda. Surabaya.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta : Bina Cipta.
Susanto, H. 2003. Budidaya Ikan Koi Secara Intensif. Agromedia Pustaka.
Jakarga. 154 hal.
Susanto. H, dan A. Rochdianto. 2007. Kiat Budidaya Ikan Mas Di Lahan Kritis.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Suseno. 1983. Suatu perbandingan antara pemijahan alami dengan pemijahan
stipping ikan mas (Cyprinus caprio. L) terhadap derajat fertilitas dan
penetasan telurnya. Tesis magister Fakultas Pasca Sarjana Perikanan.
UGM, Yogyakarta.
Wahyuni. 2004. Pengaruh Pemberian Getah Kamboja (Plumeria acuminata)
Sebagai Desinfektan Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelangsungan Hidup
Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Karya Ilmiah (Tidak diterbitkan). Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia. Makasar.
37
Lampran 1. Presentase (%) daya tetas telur ikan mas (Cyprinus carpio) pada
setiap perlakuan selama penelitian
Perlakuan
Ulangan
Jumlah Rata-rata
1 2 3
A= Waktu perendaman 5 menit
90 90 62 242 80,67
B= Waktu perendaman 10 menit 100 100 86 286 95,33
C= Waktu perendaman 15 menit 80 80 78 238 79,33
D= Waktu perendaman 20 menit 78 82 64 224 74,67
Lampiran 2. Hasil Analisis Varians
ANOVA
hasil
Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
Between
Groups
718.333 3 239.444 2.295 .155
Within Groups 834.667 8 104.333
Total 1553.000 11
38
Lampiran 3. Hasil analisis uji lanjut menggunakan LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable: hasil
LSD
(I)
perlakuan
(J)
perlakuan
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error
Sig. 95% Confidence Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
a
b -14.66667 8.34000 .117 -33.8987 4.5654
c 1.33333 8.34000 .877 -17.8987 20.5654
d 6.00000 8.34000 .492 -13.2321 25.2321
b
a 14.66667 8.34000 .117 -4.5654 33.8987
c 16.00000 8.34000 .091 -3.2321 35.2321
d 20.66667* 8.34000 .038 1.4346 39.8987
c
a -1.33333 8.34000 .877 -20.5654 17.8987
b -16.00000 8.34000 .091 -35.2321 3.2321
d 4.66667 8.34000 .591 -14.5654 23.8987
d
a -6.00000 8.34000 .492 -25.2321 13.2321
b -20.66667* 8.34000 .038 -39.8987 -1.4346
c -4.66667 8.34000 .591 -23.8987 14.5654
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
39
Lampiran 4. Presentase (%) prevalensi Serangan Jamur pada telur ikan mas
(Cyprinus carpio Linn) pada setiap perlakuan selama penelitian.
Perlakuan
Ulangan
Jumlah Rata-rata
1 2 3
A= Waktu perendaman 5 menit
16 12 25 53 17,67
B= Waktu perendaman 10 menit 12 10 9 31 10,33
C= Waktu perendaman 15 menit 16 33 25 74 24,67
D= Waktu perendaman 20 menit 25 24 33 100 33,33
40
Lampiran 5. Hasil Analisis Varians Tingkat Prevalensi Serangan Jamur
ANOVA
hasil
Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
Between
Groups
868.333 3 289.444 6.051 .019
Within Groups 382.667 8 47.833
Total 1251.000 11
41
Lampiran 6. Hasil Uji Lanjut LSD pada Tingkat Prevalensi Serangan Jamur
Multiple
Compariso
ns
Dependent
Variable:
hasil
LSD
(I)
perlakuan
(J)
perlakuan
Mean
Difference (I-
J)
Std.
Error
Sig. 95%
Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
A
B 7.33333 5.64702 .230 -5.6887 20.3554
C -7.00000 5.64702 .250 -20.0221 6.0221
D -15.66667*
5.64702 .024 -28.6887 -2.6446
B
A -7.33333 5.64702 .230 -20.3554 5.6887
C -14.33333*
5.64702 .035 -27.3554 -1.3113
42
d -23.00000*
5.64702 .004 -36.0221 -9.9779
C
a 7.00000 5.64702 .250 -6.0221 20.0221
b 14.33333*
5.64702 .035 1.3113 27.3554
d -8.66667 5.64702 .163 -21.6887 4.3554
D
a 15.66667*
5.64702 .024 2.6446 28.6887
b 23.00000*
5.64702 .004 9.9779 36.0221
c 8.66667 5.64702 .163 -4.3554 21.6887
*. The
mean
difference
is
significant
at the 0.05
level.
43
Lampiran 7. Intensitas Serangan Jamur pada telur ikan mas (Cyprinus carpio)
pada setiap perlakuan selama penelitian
Perlakuan
Ulangan
Jumlah Rata-rata
1 2 3
A= Waktu perendaman 5 menit
1 2 1 5 1,33
B= Waktu perendaman 10 menit 0,5 0,5 1 2 0,67
C= Waktu perendaman 15 menit 1 2 2 4 1,67
D= Waktu perendaman 20 menit 3 3 2 8 2,67
44
Lampiran 8. Hasil Analisis Varians Tingat Intensitas Serangan Jamur
ANOVA
hasil
Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
Between
Groups
6.250 3 2.083 7.692 .010
Within Groups 2.167 8 .271
Total 8.417 11
45
Lampiran 9. Hasil uji Lanjut LSD pada Tingkat Serangan Jamur
Multiple
Compariso
ns
Dependent
Variable:
hasil
LSD
(I)
perlakuan
(J)
perlakuan
Mean
Difference (I-
J)
Std.
Error
Sig. 95% Confidence Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
A
b .66667 .42492 .155 -.3132 1.6465
c -.33333 .42492 .455 -1.3132 .6465
d -1.33333*
.42492 .014 -2.3132 -.3535
B
a -.66667 .42492 .155 -1.6465 .3132
c -1.00000*
.42492 .046 -1.9799 -.0201
d -2.00000*
.42492 .002 -2.9799 -1.0201
46
C
a .33333 .42492 .455 -.6465 1.3132
b 1.00000*
.42492 .046 .0201 1.9799
d -1.00000*
.42492 .046 -1.9799 -.0201
D
a 1.33333*
.42492 .014 .3535 2.3132
b 2.00000*
.42492 .002 1.0201 2.9799
c 1.00000*
.42492 .046 .0201 1.9799
*. The
mean
difference
is
significant
at the 0.05
level.
47
1. Proses pengeringan wadah 2. Telur yang menempel pada kakaban
3. Proses penetasan telur 4. Blower dan kelengkapan aerasi
top related