modul 4: manajemen bencana bahaya gerakan tanah
Post on 26-Jan-2022
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MODUL 4: MANAJEMEN BENCANA – BAHAYA GERAKAN TANAH
University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung
Djoko Santoso Abi Suroso, Ph. D.
Kepala Pusat Perubahan Iklim
Institut Teknologi Bandung
Disampaikan dalam Pelatihan Pengurangan Risiko Bencana
dan Adaptasi Perubahan Iklim
Juli-Agustus 2016
MANAJEMEN BENCANA DI INDONESIA :
BAHAYA GERAKAN TANAH
Pusat Perubahan Iklim Project funded by USAID/OFDA
MATERI 1 PENGENALAN BENCANA GERAKAN TANAH
MATERI 2 PENDEKATAN ANALISIS GERAKAN TANAH
DEFINISI GERAKAN TANAH
PENYEBAB GERAKAN TANAH
KLASIFIKASI GERAKAN TANAH
FENOMENA GERAKAN TANAH DI INDONESIA
• Gerakan Tanah adalah istilah umum yang digunakan
untuk menjelaskan pergerakan tanah, batuan, dan bahan
organik menuruni lereng akibat pengaruh gravitasi, serta
tanah bentukan yang dihasilkan oleh pergerakan tersebut.
• Gerakan Tanah adalah pergerakan massa bebatuan,
puing-puing atau tanah menuruni lereng (Cruden, 1991).
• Gerakan Tanah merupakan kejadian pergerakan lereng
sebagai konsekuensi dari gaya-gaya bidang kompleks
(tegangan (stress) adalah gaya per satuan luas) yang
aktif pada massa batuan atau tanah di lereng.
• Pergerakan terjadi ketika tegangan melebihi kekuatan
materi. Perbedaan dengan erosi tanah.
• Konsekuensi dari gaya-gaya ini berhubungan dengan
morfologi kemiriningan dan parameter-parameter dari
materi yang menentukan jenis spesifik gerakan tanah
yang dapat terjadi.
• Gerakan Tanah didefinisikan sebagai pergerakan massa
bebatuan, puing-puing atau tanah menuruni lereng ketika
tegangan melebihi kekuatan materi.
DEFINISI GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 1: Pengenalan
Bencana Gerakan Tanah
PENYEBAB GERAKAN TANAH
Penyebab Geologis Penyebab Morfologis Penyebab Manusia
►Bahan rapuh) atau sensitif
►Bahan lapuk
►Diskontinuitas berorientasi
negatif (bedding,
schiostosity, sesar,
ketidakselarasan, kontak/
bersinggungan, dan
sebagainya)
►Kontras dalam
permeabilitas dan / atau
kekakuan bahan
►Uplift tektonik atau
vulkanis
►Glacial rebound
►Gelombang Fluvial /
glacial erosion of slope toe
/ lateral margins
►Subterranean erosion
(solution, piping)
►Deposition loading slope
or its crest
►Penghapusan vegetasi
(karena kebakaran,
kekeringan)
►Thawing
►Freeze-and-thaw
weathering
►Shrink-and-swell
weathering
►Penggalian lereng atau
kakinya
►Pembebanan lereng atau
crest
►Drawdown (dari waduk-
waduk)
►Deforestasi
► Irigasi
►Pertambangan
►Vibrasi buatan
►Kebocoran air dari
prasarana
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 1: Pengenalan
Bencana Gerakan Tanah
Sumber : US – Geological Survey (GS), 2004
KLASIFIKASI GERAKAN TANAH
Sumber: Varnes (1978); Cruden. Varnes (1996)
TIPE PERGERAKAN
TIPE MATERIAL
BEDROCK
ENGINEERING SOILS
Predominantly
coarse
Predominantly
fine
FALLS Rockfall Debris fall Earth fall
TOPPLES Rock topple Debris topple Earth topple
SLIDES ROTATIONAL
Rock slide Debris slide Earth slide TRANSLATIONAL
LATERAL SPREADS Rock spread Debris spread Earth spread
FLOWS Rock flow Debris flow Earth flow
(deep creep) (soil creep)
COMPLEX (Combination of two or more principal types of movement)
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 1: Pengenalan
Bencana Gerakan Tanah
DI INDONESIA
FENOMENA GERAKAN TANAH
Sumber: BNPB, 2016
GERAKAN TANAH menjadi
salah satu bahaya yang
mendominasi kejadian
bencana di Indonesia.
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 1: Pengenalan
Bencana Gerakan Tanah
DI INDONESIA
FENOMENA GERAKAN TANAH
274 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari gerakan tanah di Indonesia
Jumlah penduduk terpapar dari bahaya sedang-tinggi gerakan tanah 40,9 Juta jiwa.
Sumber: BNPB, 2016 Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 1: Pengenalan
Bencana Gerakan Tanah
DI INDONESIA
FENOMENA GERAKAN TANAH
Gerakan Tanah di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah
Selain akibat curah hujan yang tinggi, kondisi tanah di wilayah tersebut juga masuk dalam zona kuning
atau merah (bahaya gerakan tanah). Tanah di lereng berbukitan tersebut tersusun atas timbunan tanah
gembur yang menumpang di atas batuan keras atau yang disebut tanah aluvial. Wilayah tersebut
seharusnya tidak untuk budi daya seperti permukiman.
BNPB mencatat, 47 orang korban tewas dan 15 orang dinyatakan hilang akibat gerakan tanah tersebut
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/06/160622_indonesia_update_jateng
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/06/160620_indonesia_longsor_purworejo
Sumber :
DI INDONESIA
FENOMENA GERAKAN TANAH
Gerakan Tanah di Jalur Soreang-Ciwidey, Jawa Barat (2012)
Hujan yang mengguyur Bandung Raya sejak Sabtu (17/11/2012) hingga Minggu (18/11/2012)
menyebabkan gerakan tanah di Kelurahan Sadu, Soreang. Akibatnya, badan jalan raya Soreang-
Ciwidey tertimbun longsoran sepanjang 100 meter sehingga akses transporasi terputus. Setelah
30 jam, badan jalan ini bisa dilalui kendaraan.
Sumber:
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/368301-longsor-akses-soreang-ciwidey-terputus
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/368405-30-jam-terputus-jalur-soreang-ciwidey-dibuka
MATERI 2 PENDEKATAN ANALISIS GERAKAN TANAH
EVALUASI BAHAYA DAN RISIKO GERAKAN TANAH
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
EVALUASI BAHAYA DAN RISIKO GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
SKEMA PENDEKATAN EVALUASI BAHAYA DAN RISIKO GERAKAN TANAH
Sumber : UN – The international Strategy for Disaster Reduction (ISDR 2009)
Sumber :
Abella dan Westen (2007)
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH DALAM KONDISI BASELINE
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Pengumpulan
Data Historis
Pengumpulan terhadap 2 jenis data yaitu:
Data masukan: untuk analisis baseline harus melingkupi wilayah kajian dengan spasi data tergantung
pada ketersediaan data dan skala kajian. Pada analisis bersifat spasial dalam lingkup yang relatif luas,
data yang perlu dikumpulkan meliputi data kondisi geologi, topografi, dan guna lahan.
Data verifikasi: untuk verifikasi hasil kajian bahaya longsor dapat menggunakan beberapa alternatif
data historis, antara lain catatan historis mengenai kejadian gerakan tanah di wilayah kajian dan juga
peta kerentanan gerakan tanah yang diterbitkan oleh instansi terkait. 1
Pelingkupan
Analisis
Lingkup spasial analisis disesuaikan dengan lingkup kajian dan tidak dibatasi oleh baik wilayah
administratif maupun wilayah hidrogeologis. Lingkup spasial tersebut disajikan dalam peta yang
memiliki skala sesuai dengan tingkatan tata ruang yang dikaji. Sehingga data spasial yang diperlukan
memiliki resolusi yang sesuai dengan skala peta tersebut.
2
Analisis
Indikator Baseline
Data yang digunakan dalam menghasilkan indeks bahaya gerakan tanah , yaitu:
1. Kondisi fisik, dihitung menggunakan tingkat sudut kemiringan, pengaturan geologi, dan indikator
penggunaan lahan. Kombinasi faktor-faktor tersebut disebut indeks kerentanan.
2. Faktor pemicu, dihitung menggunakan indikator gempa bumi dan indikator curah hujan. Setiap
indikator dikalikan dengan faktor bobot untuk menjelaskan sejauh mana kontrol indikator ini
terhadap bahaya gerakan tanah yang disebabkan.
3
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
DALAM KONDISI BASELINE
Sumber :
Abella dan Westen (2007)
Sumber :
Abella dan Westen (2007)
Perhitungan indeks menggunakan data curah hujan yang diolah dengan cara downscaled dari data
dasar dari tahun 1981 ke 2010.
Frekuensi curah hujan yang berada di atas ambang batas dihitung berdasarkan data dasar.
Metode linear maksimum digunakan untuk standarisasi nilai input dengan membagi mereka dengan
frekuensi maksimum
Penghitungan indeks
curah hujan akibat faktor
pemicu kondisi baseline
5
Penghitungan indeks
kerentanan akibat
faktor kondisi
4
Penghitungan untuk indeks kerentanan menggunakan faktor-faktor kondisi fisik, antara lain:
1. Tingkat sudut kemiringan lereng : dihitung dari peta topografi digital dengan resolusi spasial 25m.
2. Kondisi Geologi : dasar untuk menentukan bobot dalam faktor geologi adalah estimasi uniaxial
compressive strength yang memiliki hubungan yang kuat dengan kekuatan kohesif dalam mekanika
batuan (Hoek, et al 1998).
3. Guna Lahan : bobot untuk indikator penggunaan lahan dan kelas disesuaikan menurut kerentanan
masing-masing guna lahan terhadap gerakan tanah.
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
DALAM KONDISI BASELINE
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
DALAM KONDISI BASELINE
INDIKATOR (MIRING) DAN FAKTOR PEMBOBOTAN SERTA METODA PEMBAKUAN
0.8
Faktor Pembobotan Kondisi Metoda Pembakuan
0.5 Lerengan Cekung (concave)
0.2 Pemanfaatan Lahan Pemeringkatan
0.3 Tataan Geologi Pemeringkatan
0.2
Faktor pembobotan Faktor Pemicu Metoda Pembakuan
1 : di peta dasar
0.5 : di peta proyeksi Frekuensi munculnya ambang curah hujan di periode baseline Maksimum
0.0 : di peta dasar
0.5 : di peta proyeksi
Persentase peningkatan ambang curah hujan yang dihasilkan
oleh pemodelan proyeksi Maksimum
Sumber : Abella dan Westen (2007)
Penghitungan indeks bahaya dilakukan dengan cara analisis tumpang tindih berbasis GIS antara
faktor kondisi dan juga faktor pemicu yang sudah dibobotkan sebelumnya. Bahaya gerakan tanah
realistis pada 0o lereng datar - 10o dihilangkan dengan mengusulkan fungsi filter. Metode standardisasi
dan faktor bobot dirangkum dalam tabel dengan rincian dijelaskan secara terpisah di bawah ini: Penghitungan
INDEKS BAHAYA
gerakan tanah
6
Sumber :
Abella dan Westen (2007)
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
DALAM KONDISI BASELINE
Hasil perhitungan tumpang tindih berbasis GIS yang didapatkan dalam proses penghitungan indeks
bahaya gerakan tanah kemudian distandarisasi dari nilai awal ke kisaran nilai 0-1 kemudian nilai
masing-masing indikator yang telah distandarisasi akan dikategorikan dalam 5 kelas (sangat rendah,
rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi)
Luaran peta bahaya
gerakan tanah pada
periode baseline
7
Penghitungan indeks bahaya dilakukan dengan cara analisis tumpang tindih berbasis GIS antara
faktor kondisi dan juga faktor pemicu yang sudah dibobotkan sebelumnya. Bahaya gerakan tanah
realistis pada 0o lereng datar - 10o dihilangkan dengan mengusulkan fungsi filter. Metode standardisasi
dan faktor bobot dirangkum dalam tabel dengan rincian dijelaskan secara terpisah di bawah ini: Penghitungan
INDEKS BAHAYA
gerakan tanah
6
Sumber :
Abella dan Westen (2007)
Iterasi setiap
komponen model-
skenario
Peningkatan
Curah Hujan
Indeks Curah Hujan Proyeksi
50% 50%
1. Pengumpulan
Data Historis
2. Pelingkupan
Analisis
(Spasial, Skala,
Proyeksi)
Indeks
Geologi
Indeks
Kelerengan
Data Curah
Hujan Baseline
Penjumlahan
Bobot
Indeks
Kerentanan
Longsor
Indeks
Guna Lahan
Indeks Curah
Hujan Baseline
6. Indeks Bahaya
Longsor Proyeksi
7. Peta Bahaya
Longsor Proyeksi
4. Faktor Kondisi 5. Faktor Pemicu
0.8 0.2
30x
3. Analisis Indikator
DALAM KONDISI PROYEKSI
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Sumber :
Abella dan Westen (2007)
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Pengumpulan
Data Historis
• Peta geologi dari Badan Geologi - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia.
Skala peta 1: 100.000.
• Digital Elevation Model (DEM), sebagai data topografi dari Badan Informasi Geospasial (BIG)
Indonesia. Resolusi awal DEM adalah 10 meter dan diubah menjadi 25 meter.
• Rekaman sejarah tanah longsor yang dapat diunduh dari www.bnpb.go.id dan data
pengamatan di Kabupaten Wonogiri untuk tahun 2013-2014 dari Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana (PVMBG-ESDM).
• Peta pemanfaatan lahan DAS Bengawan Solo dari BIG Indonesia. Skala peta 1:100.000.
• Data dari satelit penelitian Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) dengan resolusi 0.25o,
yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman mengenai sebaran dan keberubahan curah
hujan. Data satelit ini merupakan hasil kerjasama antara National Aeronautics and Space
Administrasion (NASA) di Amerika Serikat dengan Japan Aerospace Exploration Agency
(JAXA). Data dapat diunduh dari http://pmm.nasa.gov
• Data curah hujan dengan skala yang telah diperkecil diperoleh dari pemodelan proyeksi
perubahan iklim. Data ini merupakan keluaran Climate Team dengan skala yang sesuai
dengan TRMM.
• Peta kerentanan tanah longsor wilayah Jawa Timur yang diperoleh dari PVMBG (2013). Skala
peta 1:500.000.
1
Studi Integrasi Adaptasi Perubahan Iklim ke dalam Kebijakan Perencanaan Tata Ruang (Fase 1)
Komponen 1 Kajian Risiko Iklim ditinjau dari sisi Perencanaan Tata Ruang di Daerah Studi Terpilih
Kajian Bahaya Tanah Longsor Wilayah 1 (Daerah Studi DAS Bengawan Solo)
Sumber: LAPI ITB, 2014
Sumber: LAPI ITB, 2014
Pelingkupan
Analisis
Lingkup spasial analisis : DAS Bengawan Solo mencakup 16 daerah administrasi. Kabupaten Wonogiri, Ponorogo,
Karanganyar, Boyolali, Sragen, dan Klaten terletak di hulu, di bagian selatan DAS. Kabupaten
Sukoharjo, Surakarta, Ngawi, Madiun, Magetan, dan Blora berada di tengah DAS, sementara
Bojonogero, Tuban, Lamongan, dan Gresik terletak di wilayah hilir di bagian selatan
2
PETA
LOKASI WILAYAH
DAS BENGAWAN SOLO
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Analisis
Indikator
Baseline
KONDISI FISIK: TINGKAT SUDUT KEMIRINGAN LERENG
3
Penghitungan indeks
kerentanan akibat
faktor kondisi
4
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 1 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Stan
dar
diz
ed
Val
ud
e
Slope Angel (degree)
Derajat lerengan hasil
perhitungan dari
peta topografi DEM
Nilai baku sudut lerengan
Sumber: LAPI ITB, 2014
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Analisis
Indikator
Baseline
KONDISI FISIK: TINGKAT SUDUT KEMIRINGAN LERENG
3
Penghitungan indeks
kerentanan akibat
faktor kondisi
4
Sumber: LAPI ITB, 2014
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Analisis
Indikator
Baseline
KONDISI FISIK: TATANAN GEOLOGI
3
Penghitungan indeks
kerentanan akibat
faktor kondisi
4
Sumber: LAPI ITB, 2014
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Analisis
Indikator
Baseline
KONDISI FISIK: PEMANFAATAN LAHAN
3
Penghitungan indeks
kerentanan akibat
faktor kondisi
4
Sumber: LAPI ITB, 2014
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Analisis
Indikator
Baseline
KONDISI FISIK: PEMANFAATAN LAHAN
3
Penghitungan indeks
kerentanan akibat
faktor kondisi
4
Sumber: LAPI ITB, 2014
NILAI BAKU PEMANFAATAN LAHAN
Pemanfaatan Lahan Nilai Baku
Rawa 0.020
Badan air 0.042
Hutan 0.065
Ladang semak tak tergarap 0.181
Padang rumput 0.181
Tanah pertanian 0.219
Ladang 0.219
Sawah 0.372
Tanaman kecil/huma 0.699
Daerah perkotaan 1.000
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Analisis
Indikator
Baseline
FAKTOR PEMICU: CURAH HUJAN
3
Ambang Curah Hujan
Penghitungan indeks
curah hujan akibat faktor
pemicu kondisi baseline
5
Sumber: LAPI ITB, 2014
Curah hujan puncak dan jeda
basah dalam sejarah kasus
gerakan tanah
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Analisis
Indikator
Baseline
FAKTOR PEMICU: CURAH HUJAN
3
Analisis Data Baseline
Penghitungan indeks
curah hujan akibat faktor
pemicu kondisi baseline
5
Sumber: LAPI ITB, 2014
Frekuensi curah hujan TRMM di atas ambang untuk periode baseline
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Analisis
Indikator
Baseline
FAKTOR PEMICU: CURAH HUJAN
3
Analisis Data Baseline
Penghitungan indeks
curah hujan akibat faktor
pemicu kondisi baseline
5
Sumber: LAPI ITB, 2014
Indikator
Curah Hujan
yang
Dibakukan
untuk Periode
Baseline
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Analisis
Indikator
Baseline
FAKTOR PEMICU: CURAH HUJAN
3
Analisis Data Proyeksi
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO)
Penghitungan indeks
curah hujan akibat faktor
pemicu kondisi baseline
5
Sumber: LAPI ITB, 2014
Persentase anggota yang
menunjukkan kenaikan frekuensi
ambang curah hujan yang memicu
tanah longsor untuk a) 2021-2030,
b) 2031-2040 dan c) 2041-2050
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
Analisis
Indikator
Baseline
FAKTOR PEMICU: CURAH HUJAN
3
Analisis Data Proyeksi
Penghitungan indeks
curah hujan akibat faktor
pemicu kondisi baseline
5
Sumber: LAPI ITB, 2014
Indikator curah hujan yang telah
dibakukan untuk periode proyeksi
a) 2021-2030, b) 2031-2040 dan
c) 2041-2050
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
INDEKS KERENTANAN
Sumber: LAPI ITB, 2014
Penghitungan
INDEKS BAHAYA
gerakan tanah
6
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
INDEKS BAHAYA PADA PERIODE BASELINE
Sumber: LAPI ITB, 2014
Penghitungan
INDEKS BAHAYA
gerakan tanah
6 Luaran peta bahaya
gerakan tanah pada
periode baseline
7
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
INDEKS BAHAYA PADA PERIODE BASELINE
Sumber: LAPI ITB, 2014
Penghitungan
INDEKS BAHAYA
gerakan tanah
6
Peta Bahaya untuk Kabupaten Ponorogo, Magetan, dan Madiun
Luaran peta bahaya
gerakan tanah pada
periode baseline
7
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
INDEKS BAHAYA PADA PERIODE BASELINE
Sumber: LAPI ITB, 2014
Penghitungan
INDEKS BAHAYA
gerakan tanah
6 Luaran peta bahaya
gerakan tanah pada
periode baseline
7
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
INDEKS BAHAYA PADA PERIODE BASELINE
Sumber: LAPI ITB, 2014
Penghitungan
INDEKS BAHAYA
gerakan tanah
6
Peta Tindih antara Indeks Bahaya dan Data Peristiwa Gerakan Tanah di Kab. Wonogiri
Luaran peta bahaya
gerakan tanah pada
periode baseline
7
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
Modul Manajemen Bencana di Indonesia :
Hazard Gerakan Tanah Materi 2: Pendekatan
Analisis Gerakan Tanah
INDEKS BAHAYA PADA PERIODE PROYEKSI
Sumber: LAPI ITB, 2014
Penghitungan
INDEKS BAHAYA
gerakan tanah
6
Indeks bahaya tanah longsor
pada periode proyeksi a) 2020-2030,
b) 2030-2040, and c) 2040-2050
Luaran peta bahaya
gerakan tanah pada
periode PROYEKSI
7
STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014
ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH
TERIMA KASIH
top related