presentasi kasus tbc
DESCRIPTION
Presentasi Kasus TBCTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
TUBERCULOSIS
Disusun oleh:
Clara Monica Sudarman
20110310033
Dokter Pembimbing
dr. Zaenab Mushlikhah Sp.PD
Bagian Pendidikan Profesi Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2016
BAB I
REKAM MEDIS PASIEN
1. Identitas Pasien
Nama : Nn. R
Alamat : Desa Sanggrahan, Banyubiru
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Penyanyi
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Masuk RS : 08 Maret 2016
No RM : 15577xx
2. SOAP (Subjek, Objek, Assesment/Penilaian, Planning/Rencana Terapi)
- Subjek
1. Keluhan utama : Batuk berdahak ±3 bulan SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak ±3 bulan SMRS dengan dahak yang sulit
keluar. Dahak keluar sedikit warna putih, adanya darah disangkal. Pasien mengaku
nyeri dada ketika batuk, rasa nyeri tersebut membuat pasien terbangun saat tidur. Pasien
mengaku nafsu makan menurun dan mengalami penurunan berat badan ±5 kg dalam 1
bulan terakhir. Sesak juga dirasakan oleh pasien. Sesak yang dialami pasien seperti
tertimpa beban yang berat. Pasien juga mengeluhkan pusing dan mual, tapi demam dan
muntah disangkal. BAK (+) dan BAB (+).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah berobat ke puskesmas dan dilakukan pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-
Pagi-Sewaktu) namun hasil menunjukan (-), (-), dan (-) dan tidak dilakukan
pemeriksaan rontgen thorax.
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondik : disangkal
c. Riwayat OAT : disangkal
d. Riwayat hipertensi : disangkal
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : kakak kandung pasien yang tinggal serumah mengalami
keluhan serupa 3 bulan yang lalu dan sedang menjalani pengobatan OAT
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat OAT : kakak kandung pasien menjalani pengobatan OAT
d. Riwayat hipertensi : disangkal
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien tidak memiliki masalah hubungan sosial, hubungan dengan keluarga dan
tetangga baik. Kakak kandung pasien yang tinggal serumah dengan pasien memiliki
gejala sama dengan pasien 3 bulan yang lalu dan saat ini sedang menjalani pengobatan
dengan OAT. Tetangga sekitar pasien tidak ada yang sering batuk-batuk yang lama dan
tidak kunjung sembuh.
b. Home
Pasien tinggal dengan orangtua dan kakak kandungnya.
c. Occupational
Pasien adalah seorang penyanyi dengan kerja sambilan di tempat makan.
d. Personal habit
Pasien mengaku semenjak keluhan yang dirasakan menjadi berkurang nafsu makan
sehingga mengalami penurunan berat badan. Pasien merasakan badannya sangat lemas
dan malas untuk melakukan aktivitas. Pasien mengaku jarang berolahraga.
6. Riwayat Medikasi
Pasien mengaku sebelum berobat ke rumah sakit pasien berobat ke puskesmas dan
dilakukan pemeriksaan dahak BTA SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) namun menunjukan
hasil (-), (-) dan (-), namun tidak dilakukan pemeriksaan rontgen thorax sebagai
pemeriksaan lanjutan. Pasien mendapatkan obat, namun pasien tidak mengetahui jenis
obat yang diberikan.
Tinjauan Sistem
Kepala leher : pusing (+)
THT : tidak ada keluhan
Respirasi : sesak napas (+), nyeri dada (+), batuk berdahak (+)
Gastrointestinal : mual (+)
Kardiovaskular : nyeri dada (+)
Perkemihan : tidak ada keluhan
Sistem Reproduksi : tidak ada keluhan
Kulit dan Ekstremitas : tidak ada keluhan
O (Objektif)
Keadaan Umum : Compos Mentis, GCS 15, E4M6V5
Kesan : Sedang, tampak sesak
BB : Awal 42 kg turun menjadi 37 kg
TB : 155 cm
Vital Sign
Tekanan Darah : 150/102 mmHg
Nadi : 101 x/menit
Frekuensi Napas : 26 x/menit, napas dalam
Suhu : 36o C
Kepala dan Leher
Conjungtiva anemis: (+/+)
Sklera Ikterik: (-/-)
Pembesaran Limfonodi: (+), pada leher kanan kiri membentuk rangkaian tasbih
Peningkatan JVP (-)
Thorax
Cor
Inspeksi: Pericardium dalam batas normal , ictus cordis di area mid clavicularis
Sn SIC V
Palpasi: Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi:
Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah : SIC V LPSD
Batas jantung kiri bawah : SIC V LMCS
Auskultasi: S1-S2 melemah dan terdengar bising sistolik
Pulmo
Bentuk paru simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk.
Tidak ada ketinggalan gerak, vocal fremitus meningkat
Tidak ada nyeri tekan pada lapang paru.
Perkusi : sonor
Suara dasar vesikuler : +/+ (positif di lapang paru kanan dan kiri), melemah
Suara rokhi : ronkhi basah kasar terdengar pada kedua lapang paru
Suara wheezing : -/- (tidak terdengar di kedua lapang paru
Abdomen
Bentuk datar, tidak ada jejas
Palpasi supel (+), tes undulasi (-)
Hepar, Lien dan ginjal tidak teraba
Peristaltik usus (+) normal
Nyeri tekan (-), nyeri tekan epigastrium (+)
Extremitas
Akral hangat : (+) baik di ekstremitas atas maupun bawah
Udem : (+) minimal pada tungkai bawah Dx/Sn
CRT : <2 detik
Deformitas (-)
Pemeriksaan Penunjang
a. Tes sputum SPS (dilakukan di RS)
Sewaktu-Pagi-Sewaktu: +,1-9,-
b. Foto rontgen thorax
- Bercak opaq di apex pulmo sinistra
- Corakan bronkovaskular bertambah
- Bercak opaq di supra hiller dan para hiller dextra et sinistra
- Bercak opaq pada cardial sinistra
- Sinus dan diafragma baik
- Cor CTR < 0,50
Kesan:
Proses TB Pulmo
Hematologi
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Lekosit 9,71 4.2-9,3
Eritrosit 4.71 4.5-5.5
Hemoglobin 9,5 13.0-16.0
Hematokrit 39,6 40-48
Trombosit 479 150-450
Index
RDW 15,6 11.5-14.5
MCV 65,4 80-100
MCH 20,3 26-34
MCHC 31,0 32-35
Differential
Netrofil 77,1 50-70
Limfosit 14,5 25-40
Monosit 7,2 2-8
Eosinofil 0,1 2-4
Basofil 1,1 0-1
Glucose Sewaktu 94 120-140
Kimia Klinik
Pemeriksaan Hasil Flag Satuan Nilai normal
Ureum 9 Low mg/dl 15 – 45
Creatinin 0,44 mg/dl 0,70 – 1,36
SGOT 22 U/L 14 – 38
SGPT 16 U/L 4 - 41
Hasil Pemeriksaan Morfologi Darah Tepi
Eritrosit : Anisositosis, mikrositik, sel cigar (+), fragmentosit (+), hipokromi
Leukosit : Jumlah cukup , netrofilia negatif
Trombosit : Jumlah meningkat, penyebaran merata, trombosit besar (+)
Kesimpulan
Gambaran anemia defisiensi besi disertai dengan proses infeksi.
A (Assestment)
TB Paru dengan infeksi sekunder (BTA (+))
Anemia defisiensi Besi (proses infeksi)
P (Planning)
O2 nasal kanul 3 lpm
Inf RL 20 tpm
Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
PO:
Ambroxol 3x1 tab
Sanmol 3x1 tab
Sangobion 1x1 tab
FDC 1x3 tab
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Tuberculosa
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama
meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer, 2000).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman
mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru - paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer
(Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis (Smeltzer,
2002).
2. Epidemiologi Tuberculosa
Epidemiologi terbagi atas :
Epidemiologi Global : pada bulan maret 1993, WHO mendeklarasikan TB
sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang
penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikrobakterium TB.
Diantara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Alasan utama
munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan :
1. Kemiskinan pada berbagai penduduk tidak hanya pada Negara yang sedang
berkembangtetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu dinegara maju.
2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan dari struktur usia manusia yang hidup.
3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang
rentan terutama dinegeri-negeri miskin.
4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter.
5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan
kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.
6. Adanya epidemi HIV terutama di afrika dan asia.
Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus
TB di dunia yaitu sekitar 625.000 orang dengan angka mortaliti 39 orang per 100.000
penduduk (Sudoyo, 2009).
Epidemiologi TB di Indonesia : Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3
tertinggi di dunia setelah China dan India. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga
1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 1 penyebab
kematian tertinggi di Indonesia (Sudoyo, 2009).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 didapatkan bahwa
penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem
sirkulasi. TB merupakan penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi
dan penyebab penyakit kedua pada seluruh penyakit di Indonesia.
3. Etiologi Tuberculosa
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm dan digolongkan
dalam basil tahan asam (BTA). (Adiatama, 2000). Karakteristik kuman Mycobacterium
tuberculosis : kuman ini disebut juga basil dari Koch. Mycobacterium tuberculosis
biasanya terdapat pada manusia yang sakit tuberculosis. Penularan terjadi melalui
pernafasan. Kuman tuberculosis ini mengalami pertumbuhan secara aerob obligat,
energi kuman ini didapat dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana,
pertumbuhannya lambat,waktu pembelahan sekitar 20 jam,pada pembenihan
pertumbuhan tampak setelah 2-3 minggu. Daya tahan kuman tuberculosis lebih besar
apabila dibandingkan dengan kuman lainnya karena sifat hidrofobik permukaan sel.
Pada sputum kering yang melekat pada debu dapat tahan hidup 8-10 hari.
Mycobacterium mengandung banyak lemak seperti lemak kompleks,asam lemak dan
lilin. Dalam sel, lemak tergabung pada protein dan polisakarida. Komponen lemak ini
dianggap yang bertanggung jawab terhadap reaksi sel jaringan terhadap kuman
tuberculosis.Lemak ini berperan pada sifat tahan asam. Sedangkan protein itu sendiri
Mycobacterium mengandung beberapa protein yang menimbulkan reaksi tuberculin,
protein yang terikat pada fraksi lilin dapat membangkitkan sensitivitas tuberculin, juga
dapat merangsang pembentukan bermacam-macam antibody (Mansjoer, 2000).
Penyusun utama ialah asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat (cord
factor) dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat
merupakan asam lemak yang berantai panjang (C60-C90) yang dihubungkan dengan
arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester.
Unsur lain terdapat polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabiromanan. Komponen
antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan
protein yang karakteristik dari antigen ini dapat diidentifikasi dengan antibodi
monoklonal yang dikenal sebagai purified antigens.
4. Cara Penularan Tuberculosa
Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis Basil Tahan Asam (BTA) positif.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. Umumnya penularan terjadi 10 dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Darmanto, 2007), Daya penularan seorang
pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat kepositipan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor
yang memungkinkan seseorang terpapar kuman tuberkulosis ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI,
2007). Menurut Darmanto (2007), penularan TB Paru dapat terjadi jika seseorang
penderita TB Paru berbicara, meludah, batuk, atau bersin, maka kuman-kuman TB Paru
berbentuk batang (panjang 1-4 mikron, diameter 0,3-0,6 mikron) yang berada di dalam
paru-parunya akan menyebar ke udara sebagai partikulat melayang (suspended
particulate matter) dan menimbulkan droplet infection. Basil TB Paru tersebut dapat
terhirup oleh orang lain yang berada di sekitar penderita. Basil TB Paru dapat menular
pada orang-orang yang secara tak sengaja menghirupnya. Dalam waktu satu tahun, 1
orang penderita TB Paru dapat menularkan penyakitnya pada 10 sampai 15 orang
disekitarnya.
5. Tanda dan Gejala Tuberculosa
Gambaran klinis Tuberkulosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan
mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif. Bila timbul infeksi
aktif klien biasanya memperlihatkan gejala :batuk purulen produktif disertai nyeri dada,
demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah,
kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan (Corwin, 2009).
Menurut Mansjoer, (2000). Gejala klinik Tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2
golongan, yaitu
a. Gejala respiratorik
1) Batuk ≥ 3 minggu
2) Batuk darah
3) Sesak napas
4) Nyeri dada
b. Gejala sistemik
1) Demam
2) Rasa kurang enak badan (malaise)
3) keringat malam, nafsu makan menurun (anoreksia)
4) Berat badan menurun
6. PATOFISIOLGI
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam
paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang
adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
• Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak
setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
• Meninggal
B. TUBERKULOSIS POST-PRIMER
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis
post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai
nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,
tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di
segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti
salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri
menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Nasib kaviti ini :
• Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas
• Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula
aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
• Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed
cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga
kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
7. PATOLOGI TUBERCULOSA
Batuk yang merupakan salah satu gejala tuberkulosis paru, terjadi karena
kelainan patologik pada saluran pernapasan akibat kuman M.tuberculosis. Kuman
tersebut bersifat sangat aerobik, sehingga mudah tumbuh di dalam paru, terlebih di
daerah apeks karena pO2 alveolus paling tinggi. Kelainan jaringan terjadi sebagai
respons tubuh terhadap kuman. Reaksi jaringan yang karakteristik ialah terbentuknya
granuloma, kumpulan padat sel makrofag. Respons awal pada jaringan yang belum
pernah terinfeksi ialah berupa sebukan sel radang, baik sel leukosit polimorfonukleus
(PMN) maupun sel fagosit mononukleus. Kuman berproliferasi dalam sel, dan akhirnya
mematikan sel fagosit. Sementara itu sel mononukleus bertambah banyak dan
membentuk agregat. Kuman berproliferasi terus, dan sementara makrofag (yang berisi
kuman) mati, sel fagosit mononukleus masuk dalam jaringan dan menelan kuman yang
baru terlepas. Jadi terdapat pertukaran sel fagosit mononukleus yang intensif dan
berkesinambungan. Sel monosit semakin membesar, intinya menjadi eksentrik,
sitoplasmanya bertambah banyak dan tampak pucat, disebut sel epiteloid. Sel-sel
tersebut berkelompok padat mirip sel epitel tanpa jaringan diantaranya, namun tidak ada
ikatan interseluler dan bentuknya pun tidak sama dengan sel epitel. Sebagian sel
epiteloid ini membentuk sel datia berinti banyak, dan sebagian sel datia ini berbentuk
sel datia Langhans (inti terletak melingkar di tepi) dan sebagian berupa sel datia benda
asing (inti tersebar dalam sitoplasma). Lama kelamaan granuloma ini dikelilingi oleh
sel limfosit, sel plasma, kapiler dan fibroblas. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis
yang disebut perkijuan, dan jaringan di sekitarnya menjadi sembab dan jumlah mikroba
berkurang. Granuloma dapat mengalami beberapa perkembangan , bila jumlah mikroba
terus berkurang akan terbentuk simpai jaringan ikat mengelilingi reaksi peradangan.
Lama kelamaan terjadi penimbunan garam kalsium pada bahan perkijuan. Bila garam
kalsium berbentuk konsentrik maka disebut cincin Liesegang . Bila mikroba virulen
atau resistensi jaringan rendah, granuloma membesar sentrifugal, terbentuk pula
granuloma satelit yang dapat berpadu sehingga granuloma membesar. Sel epiteloid dan
makrofag menghasilkan protease dan hidrolase yang dapat mencairkan bahan kaseosa.
Pada saat isi granuloma mencair, kuman tumbuh cepat ekstrasel dan terjadi perluasan
penyakit. Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara individu yang belum pernah
terinfeksi dan yang sudah pernah terinfeksi. Pada individu yang telah terinfeksi
sebelumnya reaksi jaringan terjadi lebih cepat dan keras dengan disertai nekrosis
jaringan. Akan tetapi pertumbuhan kuman tretahan dan penyebaran infeksi terhalang.
Ini merupakan manifestasi reaksi hipersensitiviti dan sekaligus imuniti.
8. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
A. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru)
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
• Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan
pemberian antibiotik spektrum luas
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
• Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
2. Berdasarkan Tipe Penderita Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif
kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan : • Infeksi sekunder • Infeksi jamur •
TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih,
kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir
bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
Penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif
pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya
perburukan
f. Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan gambaran
radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan
lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran
radiologik.
B. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU
Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas
kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB
ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat
anti tuberkulosis siklus penuh.
TB di luar paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu :
1. TB di luar paru ringan
Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2. TB diluar paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB
tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
Catatan :
1. Yang dimaksud dengan TB paru adalah TB pada parenkim paru. Sebab itu TB pada
pleura atau TB pada kelenjar hilus tanpa ada kelainan radiologik paru, dianggap sebagai
penderita TB di luar paru.
2. Bila seorang penderita TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk
kepentingan pencatatan penderita tersebut harus dicatat sebagai penderita TB paru.
3. Bila seorang penderita ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai ekstra
paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
9. DIAGNOSIS TUBERCULOSA
A. GAMBARAN KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya
Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik
(atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik
• batuk ≥ 3 minggu
• batuk darah
• sesak napas
• nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin
tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra
paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan
terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada
meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.
b. Gejala sistemik
• Demam
• gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
Pemeriksaan Jasmani Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai
tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior.
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada
limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”
Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik
ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,
bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces
dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara:
• Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
• Dahak Pagi ( keesokan harinya )
• Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot
yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus
pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil
BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan
uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak
sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas
penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila
lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan penderita,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
• Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya
• Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas
saring sebanyak + 1 ml
• Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang
tidak mengandung bahan dahak
• Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di
dalam dus
• Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil
• Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi
kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
• Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal pengambilan dahak
• Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
• Mikroskopik
• biakan
Pemeriksaan mikroskopik: Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan
Kinyoun Gabbett Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya
untuk screening) Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak dipekatkan lebih
dahulu dengan cara sebagai berikut :
• Masukkan dahak sebanyak 2 – 4 ml ke dalam tabung sentrifuge dan tambahkan sama
banyaknya larutan NaOH 4%
• Kocoklah tabung tersebut selam 5 – 10 menit atau sampai dahak mencair sempurna
• Pusinglah tabung tersebut selama 15 – 30 menit pada 3000 rpm
• Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes indicator fenol-merahpada sediment
yang ada dalam tabung tersebut, warnanya menjadi merah
• Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati meneteskan larutan HCl 2n ke dalam
tabung sampai tercapainya warna merah jambu ke kuning-kuningan
• Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan pulasan (boleh juga dipakai
untuk biakan M.tuberculosis ) lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali
pemeriksaan ialah bila : 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif 1 kali
positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif
→ Mikroskopik positif bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif Interpretasi
pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau IUATLD
Catatan : Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali negatif tidak
perlu diulang. Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan
metode konvensional ialah dengan cara : • Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa,
Kudoh) • Agar base media : Middle brook Melakukan biakan dimaksudkan untuk
mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan
juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat
digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji
nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat
pigmen yang timbul
Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa
foto lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
• Bayangan bercak milier
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologik yang
dicurigai lesi TB inaktif
• Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
• Kalsifikasi atau fibrotik
• Kompleks ranke • Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ) :
• Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari
atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
• Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
• Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua
depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5
(sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti
• Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
10. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Dahak (Spuntum)
Pemeriksaan dahak atau pemeriksaan spuntum ini merupakan salah satu dari
pemeriksaan laboratorium yang sangat berguna untuk menegakan diagnosa tuberkulosis
paru, karena dengan ditemukannya kuman BTA (basil tahan asam) yang terdapat dalam
spuntum, diagnosa tuberkulosis sdh dapat dipastikan. Selain itu, pemeriksaan ini juga
bertujuan untuk mengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan.
Kadang-kadang spuntum sulit untuk didapatterutama bagi pasien yang tidak
batuk atau yang batuk produktif. Oleh karena itu :
1. Satu hari sebelum pemeriksaan spuntum, pasien dianjurkan minum air putih
sebanyak ± 2 liter.
2. Dianjurkan agar pasien melakuakan reflek batuk.
3. Dapat juga dengan memberi obat-obatan mukolitik dan ekspektoran atau dengan
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit.
a. Obat Mukolitik
Adalah obat yang bisa mengencerkan sekret saluran napas dengan jealn memecahkan
benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari spuntum sehingga, spuntum
mudah untuk dikeluarkan.
Contoh : bromheksin, asetilsistein, dan ambroksol.
b. Obat ekspektoran
Adalah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas. Mekanisme
kerjanya diduga berdasarkan stimulus mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks
merangsang sekresi kelenjar saluran napas melalui N. Vagus, sehingga menurunkan
viskositas spuntum dan mempermudah pengeluarannya.
Contoh : amonium klorida, gliseril guaiakolat dll.
c. Larutan garam hipertonik
Larutan garam hipertonik bersifat lebih iritan sehingga menimbulkan batuk. Karena
sifatnya yang hipertonik, larutan ini merangsang pengeluaran cairan dari mukosa
saluran napas sehingga digunakan untuk merangsang pengeluaran sputum pada
penderita batuk yang tidak produktif
4. Bila masih sulit untuk mendapatkan spuntum bisa dilakukan bronkoskopi
diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage).
5. Bisa juga dengan didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini biasanya
dilakukan pada anak-anak karena mereka sulit untuk mengeluarkan dahak.
Adapun kriteria spuntum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan (diperlukan 5.000 kuman dalam 1mL spuntum).
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok (modifikasi
gabungan cara pulasan kinyoun dan gabbet).
Cara pemeriksaan spuntum yang dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
b. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense (pewarnaan khusus)
Pemeriksaan ini dengan mengunakan sinar ultraviolet dengan sensitivitas yang
tinggi namun jarang digunakan karena pewarnaan yang dipakai (auramin-rho-damin)
dicurigai bersifat karsinogen.
c. Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
Setelah 4-6 minggu penanaman spuntum pada media pembiakan, dan koloni kuma
tuberkolosis mulai nampak makan dinyatakan positif. Tetapi bila setelah 8 minggu
koloni kuman tuberkolosis belum juga tampak maka dinyatakan negatif.
d. Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopik biasa terdapat kuman BTA (positif), tetapi
pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomenadead bacilli atau non culturable
bacili yang disebabkan karena keampuhan paduan obat antituberkulosis jangka pendek
yang cepat mematikan kuman BTA dalama waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sedian biakan, bahan-bahan
selain spuntum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan
serebrospinal urin dan tinja. [1]
2. Tuberkulin
Tuberkulin Adalah Cairan steril yang mengandung produk pertumbuhan dari basilus
tuberkel, atau substansi spesifik yang diekstrak dan digunakan dalam berbagai bentuk
pada diagnosis tuberculosis[1]
Tes Tuberkulin merupakan Sejumlah besar uji kulit untuk tuberkulosis yang
menggunakan berbagai jenis tuberkulin dan metode pemakaian yang
berbeda.Disuntikan sejumlah kecil protein yang berasal dari bakteri tuberkulosis ke
dalam lapisan kulit (biasanya di lengan). 2 hari kemudian dilakukan pengamatan pada
daerah suntikan, jika terjadi pembengkakan dan kemerahan, maka hasilnya adalah
positif TB. Jika Pemeriksaan atau tes tuberculin ini negatif, maka belum tentu hasilnya
adalah TB negatif tapi malah TB Positif. Alasannya karena Tes tuberculin ini
fungsinya untuk mengetahui apakah terjadi infeksi bakteriMycobacterium
Tuberculosis atau tidak. Bisa saja Bakteri ini terpapar tapi tidak menginfeksi, karena
respon imun tubuh yang lebih kuat dari pada bakteri tersebut (dorman). Itulah mengapa
bisa hasil Tes tuberculin negatif tapi ternyata penderitanya positif TB. [1, 2]
3. Tes Darah
Tes darah pada TB juga disebut Disebut juga “interferon-gamma release
assays”(IGRA). Tes ini tujuannya untuk mengukur reaktivitas imun seseorang
terhadap M. tuberkulosis . di mana sel darah putih dari orang yang telah terinfeksi
M. tuberkulosis akan merilis interferon-gamma (IFN-g) bila dicampur dengan antigen
yang berasal dari M. tuberculosis.
FDA telah menyetujui dua tes interferon gamma release assay (IGRA) untuk infeksi
TB:
• QuantiFERON®-TB Gold In-Tube test (QFT-GIT)
• T-SPOT®. TB test (T-Spot)
Perbedaan dari kedua tes ini adalah:
QFT-GIT T-Spot
Awal Proses Proses seluruh darah dalam waktu
16 jam
Proses sel mononuklear darah
perifer (PBMC) dalam waktu 8 jam,
atau jika T-Cell Xtend ®digunakan,
dalam waktu 30 jam
Kemungkinan
Hasil
Positif, negatif, tak tentu Positif, negatif, tak tentu, batas
(borderline)
Adapun beberapa hasil dari kedua tes ini:
• Positif: Ada respon imun yang menunjukkan adanya bakteri M. tuberkulosis.
• Negatif: Belum ada reaksi kekebalan yang menunjukkan adanya
bakteriM. tuberkulosis.
• Tak tentu: Hasil tidak jelas. Pada pengujian mungkin terjadi kesalahan atau hasilnya
tidak konklusif.
• Borderline (T-SPOT ® TB saja.): Hasil di zona perbatasan dan tidak dapat
mengetahui apakah benar-benar positif atau negatif. [4]
11. DIAGNOSA DIFERENSIAL
1. Asma Bronkial
Penyakit asma (Bronchial asthma; Exercise-induced asthma) adalah suatu
keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap
rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat
sementara.
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala asma dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang
singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu
mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah
menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun
iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang
berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama
terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan
asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk.
Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma
adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam
beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa
hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk
kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya
gejala. Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul
rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan
banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena
sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana
penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan
oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipin
telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan
udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar
organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita. [5]
2. Rhinitis alergi
Penderita rhinitis alergika mengalami hidung tersumbat berat, dan dapat
melaporkan sekresi hidung yang berlebihan (rinore), serta bersin yang terjadi berulan
dan cepat. Pruritis pada mukosa hidung, tenggorokan, dan telinga sering mengganggu
dan disertai kemerahan pada konjungtiva, pruritis mata, dan lakrimasi. Selaput lendir
yang terserang menunjukan dilatasi pembuluh darah (khususnya venula) dan adema
yang menyeluruh dengan gambaran mencolok dari eosinofil dalam jaringan maupun
dalam sekresi. Preuritis dapat ditimbulkan dengan hanya meletakan histamin pada
mukosa normal, rhinitis alergika dapat mengambarkan pengaruh jaringan pada zat-zat
mediator yang berasal dari sel mast yang dikenal. Pelepasan histamin, leukotrien,
prostalglandin D, dan sebagainya, dari mukosa dapat terlihat setelah kontak langsung
hidung orang yang peka dengan alergen serbuk sari.
Rhinitis alergika terbagi menjadi bentuk “musiman” dan bentuk “perineal”.
Rinitis alergika musiman, atau “hay faver”, biasanya menimbulkan satu periode dengan
gejala tertentu pada tahun-tahun berikutnya, keadaan ini mencerminkan adanya
kepekaan terhadap serbuk sari dan spora jamur yang berterbangan di udara dengan
jadwal prevalensi pasti. Rinitis musiman biasanya ringan pada banyak orang dan
mereka tidak berobat ke dokter, tetapi dapat merupakan penyakit yang melelahkan pada
beberapa orang karena penderita terus menerus bersin, rinore yang banyak, dan preuritis
yang tidak sembuh-sembuh. Selaput lendir yang sangat pucat dan bengkak biasanya
menyertai gejala-gejala ini, dan banyak sekali eusinofil dalan sekret hidung.
Rhinitis perineal jarang menunjukan perubahan besar dalam beratnya penyakit
sepanjang tahun, dan gejala-gejala sering didominasi oleh obstruksi hidung kronik;
penyebab yang mencolok mencakup debu rumah tangga, dan bahan-bahan yang berasal
dari hewan, sehingga pasien akan terpapar bahan-bahan tersebut setiap hari. Rhinitits
alergika perineal jarang langsung menjadi sumber gejala yang mendadak, tetapu
obstruksi parsial hidung yang menetap dan dapat menimbulkan komplikasi yang tidak
menyenangkan, seperti bernapas melalui mulut, dengan akibat pasien mengeluh karena
mendengkur dan rasa kering pada orofaring.
Sering timbul lingkaran gelap dan jaringan berlebihan di bawah mata. Istilah
populernya “mata bengkan alergik”, perubahan-perubahan ini terjadi dengan obstruksi
hidung yang lama oleh sebab apa pun. Mukosa yang bengkak mudah terinfeksi bakteri
dan sering dijumpai obstruksi sinus paranasal, mengakibatkan sinusitis rekuren atau
kronik.
Pengeluaran sekret dari fokus-fokus infeksi dalam hidung mempermudah
timbulnya sakit tenggorokan dan bronkus menjadi kotor sehingga timbul infeksi.
Khususnya pada infeksi rekuren, mukosa hidung yang bengkak dapat membentuk
tonjolan lokal, tau polip,yang nantinya akan menyumbat jalan napas.
Khususnya pada anak-anak , muara tuba eustasius dalam faring dapat tersumbat
oleh pembengkakkan mukosa, pembesaran jaringan limfoid, atau eksudat. Tanpa
adanya hubungan udara, tekannan telinga bagian tengah menjadi negatif dan berisi
cairan, menimbulkan otitis serosa kronik dengan sekurang-kurangnya trjadi kehilangan
pendengaran sementara, dapat mengganggu kemampuan bicara dan pada banyak kasus,
sering terjadi infeksi telinga tengah rekuren.
12. PENATALAKSANAAN
1) Terapi Non-medikamentosa (Edukasi pasien dan keluarga)
Adalah dalam bentuk Edukasi untuk setiap pasien Tb. Diantaranya yang dapat
dilakukan adalah :
Menjelaskan bahwa batuk berdahak yang dirasakan berasal dari gangguan paru dan
kekhawatiran mengenai komplikasi penyakitnya dapat dicegah bila pasien berobat dan
kontrol secra teratur,dan tidak putus obat. Menjelaskan pentingnya penatalaksanaan
secara holistic (terutama preventif dan kuratif) untuk keluhannya itu agar harapan
pasien tercapai.
Edukasi tentang penyakit tuberculosis (etiologi, gejala, terapi, pencegahan dan
penularan).
Edukasi mengenai hipertensi dan modifikasi gaya hidup dengan diet rendah
garam, mengurangi konsumsi kopi, olahraga dan berhenti merokok.
Edukasi bahaya dari prilaku self-medication kepada kesehatan.
Edukasi tentang pentingnya ventilasi dan pencahayaan yang baik untuk menciptakan
rumah yang sehat.
Edukasi tentang lingkungan sehat dan bersih untuk meningkatkan taraf
kesehatan. [7]
2) Terapi Medikamentosa
Pengobatan TB didakan atas 2 macam. Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat
kontak, tidak menderita TB) dan II (Terinfeksi TB/test tuberkulin (+), tetapi tidak
menderita TB (gejala TB tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi
negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
1. Pencegahan (profilaksis) primer
Pasien yang berkontak erat dengan penderita TB BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-).
2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Pasien dengan infeksi TB yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit
TB.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TB digolongkan atas dua kelompok yaitu :
Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin
dan Kanamisin. [8]
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks 300 mg)15-40 (maks. 900
mg)15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg)10-20 (maks. 600
mg)15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)
Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TB di Indonesia mengalami perubahan
manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan
oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjutiIndonesia – WHO joint
Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam
program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat
yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi
kuman TB di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam
menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan
kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat
mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan
langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan
cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau
dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah,
identifikasi dan pengobatan TB melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA
positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan
Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam
kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TB dan lemahnya
implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap
OAT akan menyebarkan infeksi TB dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs
Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan
TB yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya
sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa
pertumbuhan).
Pengobatan TB pada orang dewasa
1. Kategori 1 :
2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada: Penderita baru TB paru BTA positif dan Penderita TB ekstra paru
(TB di luar paru-paru) berat.
2. Kategori 2 :
HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada: Penderita kambuh, Penderita gagal terapi dan Penderita dengan
pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3 :
2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada: Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TB pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TB jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan
pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TB pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb. [1, 8]
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TB)
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis
prednison: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg) [1]
13. PROGNOSIS TB
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi yang menyerang paru-paru. Hal ini menyebar
dari orang ke orang melalui udara. Setiap tahun TB bertanggung jawab atas kematian
sekitar dua juta orang di seluruh dunia.
Lihat Dokter Segera
Seseorang menunjukkan tanda-tanda dan gejala TB harus melihat seorang dokter
sesegera mungkin. Pengobatan awal secara signifikan meningkatkan kemungkinan
prognosis jangka panjang positif.
Manfaat
Untuk memastikan prognosis jangka panjang positif, pasien TB ketat harus mematuhi
rejimen obat yang diresepkan oleh dokter mereka. Mengubah jadwal pengobatan, dosis
dilewatkan atau tidak memakai obat yang akan meningkatkan risiko kematian.
Kesalahpahaman
Banyak orang mulai merasa lebih baik beberapa minggu setelah memulai pengobatan,
namun bakteri TB masih sangat aktif dalam tubuh mereka. Penghentian pengobatan saat
ini dapat mengakibatkan resistan terhadap obat TB. Resistan terhadap obat TB adalah
jauh lebih sulit untuk mengobati dan membawa risiko kematian yang lebih tinggi
dibandingkan non-resistan terhadap obat TB.
Time Frame
Prognosis jangka panjang untuk pasien yang diobati untuk TB umumnya baik. Dengan
pengobatan yang tepat, 90 persen pasien TB akan bertahan penyakit.
Peringatan
TB tidak akan hilang dengan sendirinya. Orang dengan TB yang tidak diobati memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk daripada mereka yang mencari pengobatan. Hampir 50
persen orang dengan TB yang tidak diobati meninggal dalam waktu 5 tahun.
14. PENCEGAHAN TB
Pencegahan dan pengendalian TB membutuhkan dua pendekatan paralel. Pada yang
pertama, orang dengan TB dan kontak mereka diidentifikasi dan kemudian diobati.
Identifikasi infeksi sering melibatkan pengujian kelompok berisiko tinggi untuk TB.
Dalam pendekatan kedua, anak-anak yang divaksinasi untuk melindungi mereka dari
TB. Tidak ada vaksin yang tersedia yang memberikan perlindungan yang handal untuk
orang dewasa. Namun, di daerah tropis dimana tingkat spesies lain dari mikobakteri
yang tinggi, paparan mikobakteri nontuberculous memberikan beberapa perlindungan
terhadap TB.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan TB keadaan darurat kesehatan global
pada tahun 1993, dan Stop TB Partnership mengembangkan Global Plan to Stop TB
yang bertujuan untuk menyelamatkan 14 juta jiwa antara tahun 2006 dan 2015. Karena
manusia adalah host hanya''''Mycobacterium tuberculosis, pemberantasan akan
mungkin: sebuah tujuan yang akan dibantu oleh vaksin sangat efektif.
Vaksin
Banyak negara menggunakan Bacillus Calmette-Guerin (BCG) vaksin sebagai bagian
dari program pengendalian TB mereka, terutama untuk bayi. Menurut WHO, ini adalah
vaksin yang paling sering digunakan di seluruh dunia, dengan 85% dari bayi di 172
negara diimunisasi pada tahun 1993. Ini adalah vaksin pertama untuk TB dan
dikembangkan di Institut Pasteur di Prancis antara 1905 dan 1921. Namun, massa
vaksinasi dengan BCG tidak mulai sampai setelah Perang Dunia II. Efektivitas
pelindung dari BCG untuk mencegah bentuk serius TB (misalnya meningitis) pada
anak-anak lebih besar dari 80%; efikasi protektif untuk mencegah TB paru pada remaja
dan orang dewasa adalah variabel, mulai dari 0 hingga 80%.
Di Afrika Selatan, negara dengan prevalensi TB tertinggi, BCG diberikan untuk semua
anak di bawah usia tiga tahun. Namun, BCG kurang efektif di daerah di mana
mikobakteri kurang lazim, sehingga BCG tidak diberikan kepada seluruh penduduk di
negara-negara. Di Amerika Serikat, misalnya, vaksin BCG tidak dianjurkan kecuali
untuk orang-orang yang memenuhi kriteria tertentu.
Beberapa vaksin baru untuk mencegah infeksi TB yang sedang dikembangkan. Vaksin
TB pertama rekombinan rBCG30, memasuki uji klinis di Amerika Serikat pada tahun
2004, disponsori oleh Institut Nasional Penyakit Alergi dan Infeksi (NIAID). Sebuah
studi 2005 menunjukkan bahwa TB DNA vaksin yang diberikan dengan kemoterapi
konvensional dapat mempercepat hilangnya bakteri serta melindungi terhadap infeksi
ulang pada tikus, mungkin diperlukan waktu empat sampai lima tahun akan tersedia
pada manusia. Sebuah vaksin TB yang sangat menjanjikan, MVA85A, saat ini sedang
dalam uji coba fase II di Afrika Selatan oleh sebuah kelompok yang dipimpin oleh
Oxford University, dan didasarkan pada virus vaccinia rekayasa genetika. Banyak
strategi lain juga digunakan untuk mengembangkan vaksin baru, termasuk vaksin
subunit (fusi molekul terdiri dari dua protein rekombinan disampaikan dalam ajuvan)
seperti Hybrid-1, HyVac4 atau M72, dan adenovirus rekombinan seperti Ad35.
Beberapa vaksin dapat diberikan secara efektif tanpa jarum, membuat mereka lebih baik
untuk daerah-daerah dimana HIV sangat umum. Semua vaksin ini telah berhasil diuji
pada manusia dan sekarang dalam pengujian diperpanjang di daerah endemik TB.
Dalam rangka mendorong penemuan lebih lanjut, para peneliti dan pembuat kebijakan
ekonomi baru mempromosikan model pengembangan vaksin, termasuk hadiah, insentif
pajak dan komitmen memajukan pasar.
Bill dan Melinda Gates Foundation telah menjadi pendukung kuat dari pengembangan
vaksin TB baru. Baru-baru ini, mengumumkan hibah $ 200 juta untuk Yayasan Aeras
TB Vaksin Global untuk uji klinis pada hingga enam kandidat vaksin TB yang berbeda
saat ini di dalam pipa (News Medical, 2012).
BAB III
PEMBAHASAN
Pembahasan klinis pada pasien mencakup keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial dan
riwayat medikasi dapat difikirkan bahwa pasien mengalami infeksi kuman TB terlebih
pada pasien yang memiliki riwayat kontak langsung dengan pasien dengan pengobatan
OAT yaitu kakak kandung yang tinggal satu rumah dengan pasien. Pemeriksaan
penunjang yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan BTA SPS. Pemeriksaan yang
dilakukan oleh pasien di puskesmas dengan hasil negatif tidak menutup kemungkinan
bahwa pasien negatif TB sehingga dilakukan pemeriksaan ulang di rumah sakit dan
ditunjang dengan pemeriksaan rontgen. Pemeriksaan dahak negatif bisa merupakan
keadaan negatif palsu dimana sampel dahak yang diperiksa tidak memenuhi syarat.
Pasien yang setelah dicek BTA dan dengan hasil positif menunjukan pasien
kasus baru TB karena sebelumnya belum pernah mendapatkan OAT. Pasien akan
mendapatkan pengobatan OAT yang sebelumnya perlu dilakukan pengecekan fungsi
hepar mengingat obat OAT memiliki efek samping pada fungsi liver. Pasien akan
mendapatkan OAT dengan tahap intensif selama 2 bulan, kemudian tahap lanjutan
selama 4 bulan.
Pasien juga perlu mendapatkan edukasi mengenai penyakit, selain itu juga pada
anggota keluarga yang tinggal satu rumah perlu dilakukan skrining tes TB. Selama di
rumah sakit pasien diberikan obat untuk memperbaiki keadaan umum. Kriteria pasien
yang membutuhkan perawatan di rumah sakit apabila pasien TB mengalami kegawatan
seperti sesak napas yang berat, sehingga pengobatan OAT dapat dilanjutkan di rumah
dengan evaluasi sesuai jadwal.
DAFTAR PUSTAKA
Adiatama, T. Y 2000, Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya, Lab. Mikrobiologi RSUP Persahabatan Yakarta.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (5th.ed.). Jakarta : Rhineka Cipta.
Colson, Paul. 2010. Tuberculosis Knowledge, Attitudes, and Beliefs in Foreignborn and US-born Patients with Latent Tuberculosis Infection, Springer Science; USA.
Corwin Elizabeth J. , 2009, Buku Saku Patofisiologi. penerbit buku kedokteran Jakarta
Depkes RI, 2005. Pedoman Tehnis Penyehatan Perumahan. Direktoral Jendral PPM & PLP, Jakarta
Depkes RI. 2008. Pedoman Penyehatan Tuberkulosis dan Penanggulangan. Jakarta
Depkes RI, 2009, Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2002-2006, Jakarta
Desmon, Tutu 2006. Community health care with TB in South Africa, SAMJ: South African Medical Journal. Africa
Darmanto, Djojodibroto, 2007, Respirologi, penerbit buku kedokteran jakarta
Ermawati, Resa, 2011, Upaya penanggulangan TB Paru, http://rissachi.wordpress.com/2011/03/24/tuberculosis/
Hill, Philip, 2006. Risk factors for pulmonary tuberculosis: a clinic-based, case control study in The Gambia, BMC Public Health; France. 6;165
Isselbacher, Kurt 2009, Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam: (Harrison's Principles of Internal Medicine); Volume 1 .penerbit buku kedokteran jakarta
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Notoatmodjo, S. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rhineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta Jakarta.
Nsubuga, Peter , 2002. Gender and HIV-associated pulmonary tuberculosis: presentationand outcome at one year after beginning antituberculosis treatment in Uganda, BMC Pulmonary Medicine; France.
Nursalam. 2002 . Manajemen keperawatan, aplikasi dalam praktik keperawatan profesional. Jakarta: Salemba
Medika Reviono, 2009. Tuberkulosis Anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia
Rungngu Lucia, 2003, Analisis Beberapa Faktor Risiko Kejadian TBC paru di wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kota Samarinda, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar
Santoso, Singgih, 2012. Panduan lengkap SPSS versi 20. IKPI; Jakarta Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2000.
Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC.
Nsubuga, Peter , 2002. Gender and HIV-associated pulmonary tuberculosis: presentationand outcome at one year after beginning antituberculosis treatment in Uganda, BMC Pulmonary Medicine; France.
Sagbakken, Mette, 2008 Barriers and enablers in the management of tuberculosis treatment in Addis Ababa, Ethiopia: a qualitative study, BMC Public Health; France
Sugiharto, 2004. hubungan Kepadatan Hunian Rumah Dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Jenggot. Undip
Suprajitno, 2003, Asuhan Keperawatan Keluarga, penerbit buku kedokteran Jakarta.
Somantri, Irman , 2007. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pernafasan, Salemba medika
Sugiyono. 2005. Statistik Untuk Penelitian. Jawa Barat : IKAPI
Tambayong, Jan, 2000, Patofisiologi Untuk Keperawatan.
Penerbit buku Kedokteran Jakarta Tobing, 2009, hubungan antara Kepadatan hunian dengan penderita tuberculosis paru di Tapanuli Utara.
Universitas Tapanuli Utara WHO, 2010.Tubercholosis. Who.int.com
Sudoyo A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p;2230-1, 2232-7.
Media Informasi Obat Penyakit. Tuberkulosis. [online]. [cited 2012 maret 14]. [4 screen]. Available from:http://medicastore.com/penyakit/69/Tuberkulosis_TBC.html
Kumala P, dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed. 25. Jakarta: EGC. 1998
Centers for Disease Control and Prevention. Testing and Diagnose of Tuberculosis.[online]. 2011 Mey 25 [cited 2012 Mar 18]. [3 screen]. Available from:
URL: http://www.cdc.gov/tb/topic/testing/bloodtest.htm
Media Informasi Obat Penyakit. Asma. [online]. [cited 2012 Maret 20]. [3 screen]. Avalable from:
URL : http://medicastore.com/penyakit/2/Asma.html
Rhinitis Alergi. [online]. [cited 2012 maret 22]. [5 screen]. Available from:
URL: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21493/4/Chapter%20II.pdf
Treatment For Disease. [online]. [cited 2012 maret 20]. [1 screen ]. Available from:
URL : xa.yimg.com/kq/groups/13472721/516091898/name/bwt+lms.ppt
Apotik Online Dan Media Informasi Obat Penyakit. Obat Tuberkulosis. [online]. [cited 2012 maret 22]. [3 screen]. Available from:
URL: http://medicastore.com/apotik_online/kemoterapi_antimikroba/obat_tb.htm
eHow Health. Prognosis Of Tuberculosis. [online]. [cited 2012 maret 19]. [2 screen]. Available from:
URL: http://www.ehow.com/facts_5669721_prognosis-tuberculosis.html
News Medical. Pencegahan Tuberkulosis. [online]. [cited 2012 maret 23]. [2 screen]. Available from:
URL : http://www.news-medical.net/health/Tuberculosis-Prevention-%28Indonesian%29.aspx