presentasi kasus
DESCRIPTION
bagusTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
PENATALAKSANAAN ANESTESI REGIONAL PADA SECTIO CESAREA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam MengikutiProgram Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif
Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo
Diajukan Kepada :
dr. Totok Kristiyono, M.Kes, Sp.An
Disusun Oleh :
Yuda Arie Dharmawan
20110310195
BAGIAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
BADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
1
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui Presentasi Kasus dengan judul :
PENATALAKSANAAN ANESTESI REGIONAL PADA SECTIO CESAREA
Tanggal : Maret 2016
Tempat : RSUD Setjonegoro Wonosobo
Oleh :
Yuda Arie Dharmawan
20110310195
Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing
dr. Totok Kristiyono, M.Kes, Sp.An
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Presentasi
Kasus “PENATALAKSANAAN ANESTESI REGIONAL PADA SECTIO
CESAREA”.
Presentasi Kasus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang tak ternilai kepada:
1. dr. Totok Kristiyono, M.Kes, Sp.An selaku dosen pembimbing bagian
Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
yang telah mengarahkan dan membimbing dalam menjalani stase serta
dalam penyusunan Journal Reading ini.
2. Penata Anestesi dan seluruh petugas di Instalasi Bedah Sentral di RSUD
KRT Setjonegoro Wonosobo.
3. Rekan-rekan Co-Assisten atas bantuan dan kerjasamanya.
Dalam penyusunan Presentasi Kasus ini, penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun
demi kesempurnaan penyusunan Presentasi Kasus di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Wonosobo, Maret 2016
Penulis
3
DAFTAR ISI
PRESENTASI KASUS 1
HALAMAN PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I 6
LAPORAN KASUS 6
A. Identitas Pasien 6
B. Anamnesis 6
C. Pemeriksaan Fisik 7
D. Pemeriksaan Penunjang 9
E. Diagnosa Klinis 10
F. Terapi 10
G. Prognosis 10
H. Kesimpulan 11
BAB II 13
LAPORAN ANESTESI 13
A. Pre Operatif 12
B. Premedikasi Anastesi 12
C. Pemantauan Selama Anastesi 12
D. Intra Operatif 13
E. Post Operatif 14
F. Program Post Operatif 14
BAB III 15
TINJAUAN PUSTAKA 15
A. Anastesi Spinal 15
4
B. Indikasi 17
C. Kontra Indikasi Absolut 17
D. Kontra Indikasi Relatif 17
E. Persiapan Anastesi Spinal 18
F. Peralatan Anastesi Spinal 18
G. Teknik Anastesi Spinal 19
H. Tinggi Blok Anastesi Spinal 20
I. Komplikasi Anastesi Spinal 21
J. Persiapan Anastesi Spinal 22
K. Pramedikasi Anastesi 23
BAB IV 25
PEMBAHASAN 25
BAB V 28
KESIMPULAN 28
DAFTAR PUSTAKA 29
5
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Alamat : Mulyosari, Kertek.
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Nomor CM : 66 13 70
Tanggal Masuk : 29 – 2 – 2016 (04.20 WIB)
Tanggal Keluar : Masih di rumah sakit
Paritas : G3 P2 A0
B. Anamnesis
Keluhan utama :
Pasien merasa kenceng-kenceng pada bagian perut.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merasa kenceng-kenceng sejak kemaren pagi (28-2-2016), Lendir darah
(+) sekitar pukul 08.00 WIB (28-2-2016). Perasaan Pusing, pandangan kabur,
nyeri ulu hati, dan sesak nafas disangkal. Pasien tidak pernah melaksanakan
ANC.
Riwayat Penyaki Dahulu :
Riwayat Hipertensi, diabetes mellitus, jantung, asma mauoun alergi disangkal.
Riwayat Obstetri :
Hamil 1 : Laki-laki 24 tahun, BB 3500 gram, lahir spontan di bidan
6
Hamil 2 : Perempuan 16 tahun, BB 3300 gram, lahir spontan di bidan
Riwayat Kehamilan sekarang :
HPMT : pasien mengatakan lupa.
Hari perkiraan lahir : tidak dapat dinilai
Riwayat KB :
Pasien menggunakan pil KB
Riwayat Pernikahan :
Menikah 25 tahun yang lalu
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
Nadi : 86 x/menit
Respiratory rate : 20 x/menit
Suhu : 36,8 derajat celcius
Tekanan darah : 220/140 mmhg
Kepala
Bentuk : tidak terdapat deformitas
Rambut : Hitam dan putih, persebaran merata, tidak mudah
dicabut
Mata : tidak anemis, tidak ikterik.
Telinga : normal, tidak terdapat deformitas dan tidak ada
gangguan pendengaran.
Hidung : normal, tidak terdapat deformitas.
Mulut : tidak kering, tidak sianosis, lidah tidak kotor, dan
tepinya tidak hiperemis
7
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada deformitas, tidak
ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi dinding
dada, tidak ada jejas
Palpasi : nyeri tekan tidak ada, fokal fremitus sama kanan
dan kiri, pengembangan paru-paru simestris
Perkusi : sonor kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler kedua lapang paru, suara tambahan tidak ada
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas jantung
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kanan bawah : SIC V linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC III linea midclavicularis sinistra
Kiri bawah : SIC VI linea Axillaris anterior sinistra
Auskultasi : S1-S2, irama reguler, bunyi tambahan tidak ada,
bising tidak ada
Abdomen
Tinggi fundus uteri 29 cm dengan denyut jantung janin positif serta presentasi
kepala, puki.
8
Ekstremitas
Superior dan inferior tidak ada deformitas, terdapat pitting oedem di bagian
ekstremitas inferior, perfusi kapiler baik, tidak anemis, akral hangat,
sensitivitas baik
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Hemoglobin (Hb) : 12,7 g/dl Normal : 13-16 g/dl
Leukosit : 14400 /ul Normal : 36000-11000/ul
Hematokrit (Ht) : 38 % Normal : P 40-48; W 37-43 %
Eritrosit : 4,5 jt/ul Normal : P 4,5-5,5; W 4-5 jt/ul
Trombosit : 210.000/uI Normal : 150000-400.000/ul
MCV : 84 fl Normal : 80-97 fl
MCH : 28 pgr Normal : 26-32 pgr
MCHC : 33 % Normal : 31-36 %
Hitung Jenis
Eosinofil : 0,1 % Normal : 1-4%
Basofil : 0,3 % Normal : 0-1%
Netrofil : 83,6 % Normal : 50-70 %
Limfosit : 11 % Normal : 25-40 %
Monosit : 4,2 % Normal : 3-9 %
PT : 9,5 detik Normal : 9-15
APTT : 31,7 detik Normal : 25-40
Pemeriksaan Kimia Klinik
Ureum : 16,1 mg/dl Normal : <50 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl Normal : 0,4-0,9 mg/dl
9
GDS : 65 mg/dl Normal : 70-150 mg/dl
Kolersterol Total : 305 mg/dl Normal : <220 mg/dl
Trigliserida : 352 mg/dl Normal : 70-140 mg/dl
SGOT : 13,3 U/L Normal : 0-35
SGPT : 8 U/L Normal : 0-35
E. Diagnosis Klinis
Pre Eklampsi Berat Superinfuse dengan Fetal distress, Multigravida, G3P2A0, dan Hamil Aterm.
F. Terapi
Rencana persalinan SC Emergency
Daftar IBS
Konsul Anestesi (Konsul dr. Totok Sp.An)
Rawat inap
Infus RL 20 tpm
Nifedipine 10 mg sublingual
Bolus MgSO4 40% 4 mg.
Advice dr. Totok, Sp.An
Informed consent
Puasa Segera
Pasang IV line no 18 dan Infus RL 20 tpm
Premedikasi di OK
G. Prognosis
Vitam : dubia at bonam
Sanam : dubia at bonam
10
Fungsionam : dubia at bonam
H. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka:
1. Diagnosis pre operatif : PEB dengan Fetal distress, G3P2A0
2. Status operatif : ASA II
3. Jenis operasi : Sectio Cesarea
4. Jenis anestesi : Regional Anastesi dengan teknik
Subarachnoid Block dengan ukuran jarum spinal 27 G
11
BAB II
LAPORAN ANESTESI
A. Pre Operatif
1. Informed Consent (+)
2. Puasa (+) selama 6 jam
3. Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu
4. IV line terpasang dengan infus RL 500 cc
5. Keadaan Umum : baik
6. Kesadaran : compos mentis
7. Tanda vital
Tekanan darah : 123/79 mmhg
Nadi : 92 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,80C
B. Premedikasi anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan :
1. Ketorolac 30 mg secara bolus IV
2. Ondansetron 8 mg secara bolus IV.
C. Pemantauan Selama Anestesi
Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi pasien
terhadap pemberian obat anestesi khususnya terhadap fungsi pernafasan dan
jantung.
Kardiovaskular : Nadi setiap 10 menit, Tekanan darah setiap 10 menit
Respirasi : inspeksi pernapasan spontan pada pasien, Saturasi O2
12
Cairan : Monitoring input cairan
D. Intra Operatif
Tindakan Operasi : Sectio cesarea
Tindakan Anestesi : Regional Anastesi
Lama Operasi : 60 menit (12.35 – 13.35)
Lama Anestesi : 80 menit (12.15 – 13.35)
Jenis Anestesi : Subarachnoid blok (SAB) Spinal.
Pernafasan : Spontan
Infus : Hest 500 ml pada tangan kanan
Premedikasi : Ondansetron 8 mg secara bolus IV, Ketorolac 30 mg
secara bolus IV
Induksi : pasien dipasang alat pantau yang dapat mengawasi
tanda-tanda vital pada pasien dan saturasi oksigen. Pasien didudukkan, kemudian
dilakukan disinfeksi pada area fungsi lumbal. Dilakukan pungsi lumba;l
menggunakan spinal needle ukuran 27 G pada celah interspinosum lumbal 4-5
sampai keluar cairan likuor. Dimasukkan Fentanyl 20 mcg dan Recain
(Buvicaine) 20 mg sambil dilakukan barbotase. Tutup luka tusukan menggunakan
kasa steril ukuran kecil. Pantau tanda tanda vital.
Maintenance : digunakan O2 3 L/menit. Lakukan control nadi dan
tekanan darah setiap 10 menit. Selama tindakan anastesi berlangsung, Tekanan
darah sitolik dan diastolic berkisar antara 130/70 mmhg dan nadi berkisar antara
80x/menit.
Cairan : Cairan Masuk: RL 500 cc dan Asering 500 cc.
Catatan Selama Anastesi : Ketika bayi lahir, diberikan Oxytocin sebanyak 1
ampul drip pada cairan infus dan Methergin sebanyak 1
ampul melalui intramuskular. Kemudian ditambahkan
lagi oxcytocin 1 ampul.
13
Catatan Obstetrik : Bayi lahir Jenis Kelamin Perempuan dengan berat
2175gr
E. Post Operatif
1. Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke ruang edelweiss
2. Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 130/70 mmHg
Nadi : 80 x/min
Saturasi : 99%
3. Penilaian pemulihan kesadaran
Penilaian pemulihan dilakukan dengan melihat bromage score. Jika pasien
tenang dan stabil dengan bromage score ≤2, maka dapat dipindahkan ke
bangsal.
F. Program Post Operatif
Setelah pasien pulih dan dikirim ke bangsal dengan catatan :
1. Pasien tidur terlentang dengan bantal tinggi selama 24 jam
2. Diperbolehkan makan dan minum sedikit-sedikit setelah operasi
3. Pasang Oksigen 3 Lpm dengan canule/masker
4. Menggunakan program terapi cairan tutofusin dengan berisi Granisetron
3 mg, Dexketoprofen 100 mg selama 30 tetes/menit
5. Jika mual dan muntah, berikan ondancetron 8 mg
6. Bila tekanan darah <100 mmhg, guyur RL 500 cc dan efedrin 10 mg iv
7. Bila tekanan darah <60 mmhg, beri Sulfat atropine 0,5 mg iv.
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anastesi Spinal
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal
(CSF). Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat
analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau
L3-L4 atau L4-L5.
Spinal anestesi mudah untuk dilakukan dan memiliki potensi untuk
memberikan kondisi operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah umbilikus.
Spinal anestesi dianjurkan untuk operasi di bawah umbilikus misalnya hernia,
ginekologi dan operasi urologis dan setiap operasi pada perineum atau alat kelamin.
Semua operasi pada kaki, tapi amputasi meskipun tidak sakit, mungkin merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan untuk pasien yang dalam kondisi terjaga.
Dalam situasi ini dapat menggabungkan tehnik spinal anestesi dengan anestesi
umum.
Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi
umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis
hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk menekan
transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal. Teknik anestesia
yang lazim digunakan dalam seksio sesarea adalah anestesi regional, tapi tidak selalu
dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien.
Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-orang
dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal dan
15
gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung ringan
mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali orang-
orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol. Sangat
cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan resusitasi
yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis
subkutis lig. Supraspinosum lig. Interspinosum lig. Flavum ruang
epidural durameter ruang subarachnoid.
Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal,
dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa
berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.
16
B. Indikasi
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anesthesia umum ringan.
C. Kontra indikasi absolut
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
D. Kontra indikasi relatif
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
17
E. Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga
tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah
ini:
1. Informed consent : tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui
anesthesia spinal
2. Pemeriksaan fisik : tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan
tulang
punggung
3. Pemeriksaan laboratorium : Hb, ht,pt,ptt
F. Peralatan analgesia spinal
1. Peralatan monitor : tekanan darah, pulse oximetri, ekg
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal : Jarum spinal dengan ujung tajam(ujung bamboo
runcing, quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point
whitecare).
18
G. Teknik Anastesi Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis tengah
ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja operasi
tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien dalam posisi dekubitus lateral atau duduk
dan buat pasien membungkuk maksimal agar procesus spinosus mudah teraba.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan
tulang punggung ialah L4 atau L4-L5, tentukan tempat tusukan misalnya L2-
L3, L3-L4 atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau atasnya berisiko trauma
terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alcohol
4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan misalnya lidokain 1% 2-3ml.
5. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum kecil 27G
atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum
suntik biasa semprit 10cc. Jarum akan menembus kutis, subkutis, ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, ruang
epidural, duramater dan ruang subarachnoid. Setelah mandrin jarum spinal
dicabutcairan serebrospinal akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan
larutan obat analgetik lokal kedalam ruang subarachnoid tersebut.
19
H. Tinggi blok analgesia spinal :
Faktor yang mempengaruhi:
1. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia
2. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
3. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas
daerah analgetik.
4. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi.
Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.
5. Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal
dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.
6. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung
berkumpul ke kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung
menyebar ke cranial.
20
7. Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik
8. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas
analgesia yang lebih tinggi.
9. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar
dosis yang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)
10. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik
sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi
pasien.
I. Komplikasi Anastesi Spinal
Komplikasi anastesi spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed.
Komplikasi tindakan :
1. Hipotensi berat: Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml
sebelum tindakan.
2. Bradikardia : Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi
akibat blok sampai T-2
3. Hipoventilasi : Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan:
1. Nyeri tempat suntikan
21
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis
J. Persiapan Pra Anestesi
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat) harus
dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2
hari sebelumnya, dan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi
pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat
mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan
kunjungan pra anestesi adalah.
a. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai
dengan fisik dan kehendak pasien.
c. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):
1) ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir,
tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas
2%.
2) ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai
dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses
patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
3) ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga
aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
4) ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang
mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal :
insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.
22
5) ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil.
Tindakan operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup
dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas
98%.
6) ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan
diambil (didonorkan)
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari kegawatan otak,
jantung, paru, ibu dan anak.
K. Premedikasi anastesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan
dari premedikasi antara lain.
1) memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2) menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3) membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
4) memberikan analgesia, misal : fentanyl, pethidin
5) mencegah muntah, misal : droperidol, ondansentron, sotatic
6) memperlancar induksi, misal : pethidin
7) mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8) menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : tracurium,
sulfas atropin.
9) mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan
hiosin.
Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis
pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan
demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus
selalu dengan mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik,
derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya,
riwayat hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu
23
yang berpengaruh terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya
operasi, macam operasi, dan rencana anestesi yang akan digunakan.
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien seorang perempuan berusia 44 tahun didiagnosis kehamilan Pre eklampsi
Berat dan akan dilakukan section cesarea dengan ASA II, yakni pasien dengan
gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau
proses patofisiologis. Pada kunjungan preoperasi pasien tampak sehat, tenang,
kesadaran kompos mentis. Pasien sudah dipuasakan selama lebih dari 6 jam. Jenis
anestesi yang dilakukan yaitu Regional Anastesi dengan jenis Spinal Anastesi.
Pada pasien diberikan premedikasi yaitu ketorolac 30 mg, ondansetron 8 mg,
Ketorolac adalah suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-
inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-
inflamasi. Ketorolac menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai
analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat.
Sehingga bisa untuk jangka pendek terhadap nyeri akut sedang.
Ondansetron merupakan antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang
diberikan sebagai pencegahan dan pengobatan mual dan muntah selama dan pasca
bedah. Ondansetron diberikan pada pasien untuk mencegah mual muntah yang bisa
menyebabkan aspirasi.
Pada pasien ini, dilakukan induksi dengan menggunakan fentanyl 20µg (dosis
1-2µg/kgbb). Fentanyl merupakan zat sintetik dan memiliki kekuatan 100x morfin,
distributifnya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar
dirusak di paru dimetabolis meoleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasi dan sisa
metabolismenya dikeluarkan melalui urin. Efek depresi napasnya lebih lama
dibanding dengan efek analgesiknya. Efek analgesik kira-kira hanya berlangsung 30
25
menit, karena itu hanya digunakan untuk anestesi pembedahan tidak untuk pasca
bedah.
Selain fentanyl, pasien juga diberikan Induksi anastesi berupa recain
(buvicaine). Buvicaine berfungsi untuk mencegah depolarisasi sel saraf sehingga
tidak terjadi perubahan potensial akibat reaksi akson penerima asetil kolin. Akibatnya
sel saraf tidak mampu meneruskan rangsang yang diterimanya menuju system saraf
pusat. Dosisnya adalah 1-2 mg/kgBB atau sesuai kebutuhan.
Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan juga beberapa gas
inhalasi berupa O2 3L untuk menjaga oksigenasi pasien. Pada kasus ini tekanan darah
pasien cenderung stabil, walaupun ada beberapa kali penurunan tekanan darah dari
sebelum dilakukan tindakan anastesi.
Selama operasi keadaan pasien stabil. Setelah operasis selesai, observasi
dilanjutka di recovery room, dimana dilakukan pemantauan tanda vital meliputi
tekanan darah, nadi, respirasi dan saturasi oksigen. Salah satu indicator penilaian
pasien bias dipindahkan ke bangsal atau tidak menggunakan bromage score. Bromage
score merupakan salah satu indicator respon motoric pasca anastesi, khususnya
anastesi regional.
26
Gambar penilaian Bromage score.
Bernilai 0 jika terdapat gerakan penuh pada tungkai
Bernilai 1 jika tidak mampu ekstensi tungkai
Bernilai 2 jika tidak mampu fleksi lutut
Bernilai 3 jika tidak mampu fleksi pergelangan kaki.
27
BAB V
KESIMPULAN
Seorang perempuan direncanakan operasi Sectio cesarea dengan indikasi Pre
eklampsia berat dengan fetal distress G3P2A0. Dipilih anastesi regional dengan jenis
spinal anestesi yang sesuai dengan indikasi bedah obstetric gynecologi. Pramedikasi
diberikan odansetron 8mg dan ketorolac 30 mg. Induksi Anstesi dengan Fentanyl 20
mcg dan Buvikain 20 mg. Bayi lahir jenis kelamin Perempuan dengan berat 2175 gr.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. Breast cancer facts and figures 2005-2006. World
Wide Web URL: www.cancer.org
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.2010.Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi
kedua. Jakarta. Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
3. Mangku, Gde. Agung Senapathi, Tjokorda Gde. Buku Ajar Ilmu Anastesia dan
Reanimasi. Jakarta : Indeks. 2010
4. Morgan, G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J., Adrenergic Agonist & Antagonists.,
Clinical Anesthesiology., 2006 : 242 – 254.
5. Omoigui S. 2012.Obat-obatan Anestesia. Edisi kedua. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
6. Salinas, FV., Spinal Anesthesia., A Practical Approach to Regional Anesthesia.,
4th ed., 2009 : 60 – 102.
7. Wrobel M, Werth M.2009. Pokok-pokok Anestesi. Edisi pertama. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
29